Chapter XIV

53 10 0
                                    

DUUUAARRR...

Ledakan besar yang terjadi membuat beberapa Tentara terlempar beberapa meter. Kapten yang melihat jebakan itu memerintahkan yang lainnya siaga dalam posisi menembak. Namun Aslan yang lebih dulu membidik menembak satu Tentara yang ia target. Kini Tentara itu mengerang kesakitan memegangi luka tembaknya.

Menyaksikan serangan itu, beberapa Tentara menembak pohon yang yang melindungi tubuh Aslan dari peluru panas. Aslan memejamkan mata, dengan mulut komat kamit berdoa. Aslan tiarap kembali, merayap menjauhi tempat yang tadi ia pakai berlindung. Memanfaatkan tumbuhan tinggi untuk menyembunyikan tubuhnya dari serangan.
Sadar akan posisinya, Kapten berkumis pirang itu membuat kode dengan lengan kiri yang berarti maju untuk memeriksa. 3 dari 7 Tentara mulai melangkah mendekati pohon yang sudah rusak berlubang karena tembakan. Dengan seksama mereka menodongkan senapan dengan posisi menyergap.

"Beweeg niet!!!" teriak mereka serentak. (Beweeg niet = jangan bergerak) Pupil mata mereka mengecil, bertanda tanya dengan apa yang di lihatnya. Tidak ada orang sama sekali. Seakan hilang di telan bumi. Mereka saling menatap bertanya lewat raut wajah yang terlihat heran.

"Geen kapitein.." lapor satu Tentara berwajah sedikit tua. (Geen kapitein = tidak ada kapten)

Sang Kapten yang juga kebingungan akhirnya menyuruh mereka berjalan lagi ke arahnya. Ke 3 Tentara itu melangkah lesu dengan pikiran berkecamuk, kembali menuju ke posisinya. "HURKEEENN!!!" teriak Sang Kapten mendapati musuh berdiri membidik di belakang ke tiga rekannya. (hurken = berjongkok) semuanya reflek berjongkok hingga dua tembakan beradu.

Mendapat respon cepat dari musuh tubuh anak muda itu terkena peluru di bagian lengan kanan. Aslan mengerang. Matanya memperhatikan luka yang hanya terserempet namun berdarah. Ia tidak tau akan tembakannya. Mengenainya atau justru meleset.

Sang Kapten tersenyum tipis setelah melihat tembakan musuhnya hanya mengenai kekosongan belaka. Ketiga Tentara lainnya langsung memberi respon dengan berlari cepat ke arah Aslan yang masih tergeletak.

Di balik celah semak Aslan melihat beberapa Tentara mulai menghampirinya. Untuk menghentikan laju para serdadu itu Aslan memberikan serangan dengan melempar granat ke arah mereka. Dengan lengan kanan yang terluka granat terlempar tidak jauh dari dirinya. Tapi cukup membuat lawan panik lalu tiarap untuk menghindari percikan ledakan.
   Mengambil moment saat musuh lengah, Aslan berdiri lalu berlari menyelamatkan diri menghindari para Company yang siap membawanya ke dalam sel tahanan untuk di adili atau di siksa.

Sang Kapten yang melihat Aslan berdiri dan berlari, mulai membidik di ikuti yang lainnya.

DOOORR..

DOoorr..

DOoorrrr..

Rentetan tembakan mulai meluncur siap menembus tubuh Aslan. Dengan lengan kanan memegangi senapan dan lengan kiri memegangi luka tembak Aslan terus berlari lurus ke depan. Rentetan tembakan yang terus mengarah padanya membuat Aslan harus berlari zig zag untuk menghindari tembakan yang terus membabi buta menyerangnya.

Beberapa Tentara Belanda yang menyadari Aslan sudah berlari cukup jauh mulai mengambil langkah untuk mengejar. Sang Kapten yang terlatih berlari paling awal di ikuti laju kencang para rekannya.

Luka yang tidak terlalu parah membuat Aslan tidak terlalu mempedulikannya. Sekarang larinya mulai di percepat setelah mengetahui para Serdadu mengejarnya. Kini anak muda itu kembali menjadi kelinci yang siap di tangkap atau di santap. Beberapa meter di depan ilalang tumbuh dengan subur hingga menjulang tinggi sekitar 2 meter ke atas. Kini senyum kemenangan terukir di bibir pucat Aslan yang kekurangan cairan itu. Keringat mulai kembali keluar dari rongga pori porinya, membasahi sekujur badannya. Detak jantung yang sudah terbiasa oleh keadaan mencekam membuat Aslan tidak gentar menghadapi pertempuran.
Di iringi beberapa peluru yang di lepaskan kembali, Aslan memasuki kawasan tumbuhan ilalang yang menjulang tinggi. Hingga akhirnya ia menghilang dari pandangan para Tentara. Dengan sangat cepat ia terus berlari meski sekarang sedikit terhambat karena tumbuhan yang menghalangi langkahnya.

Sang Kapten yang berada di barisan pertama mulai memasuki ilalang tinggi. Terus mengejar dengan perasaan ingin membunuh. Rekan timnya yang sekarang terbunuh membuat hatinya di ambil oleh amarah. Sorot matanya tajam, langkahnya terus di percepat meski harus di bantu oleh lengannya untuk menggeser beberapa ilalamg di hadapannya yang mengganggu langkahnya. Sampai akhirnya dia berhenti di ujung tebing, di balik lebatnya ilalang. Matanya menatap tajam ke bawah dengan kedalaman tebing kisaran 24 Meter. Sang Kapten dan yang lainnya memperhatikan arus sungai yang berada di bawah itu. Berharap menemukan anak muda yang menjadi incarannya. Hatinya berkecamuk, otaknya berputar menebak kemana perginya anak muda sialan itu. Dia sangat licin untuk di tangkap. Semuanya terdiam dengan pemikiran masing-masing dan pertanyaan yang sama. "Kemana perginya itu anak sialan?"

Melihat tebing yang hampir menjatuhkannya, karena berada tepat di balik ilalang. Aslan kini tiarap untuk menyembunyikan badannya beberapa meter ke kanan dengan tatapan memperhatikan. Tak lama beberapa Tentara sampai di jejak langkahnya. Menatap ujung tebing yang sekarang berada di hadapannya. Aslan tersenyum senang melihat raut wajah kebingungan para Tentara. Melihat cricket yang terjatuh dari saku celananya otak jenius Aslan bekerja dengan alami. Lengannya mulai memegang ilalang panjang di sampingnya lalu menggenggamnya.

Kering.
Batin Aslan.

Dengan hati-hati ia mulai menenggelamkan dirinya kembali masuk ke ladang tumbuhan tinggi itu. Cricket yang biasa ia pake untuk menghidupkan rokok kini sangat berguna karena bisa menyelamatkan hidupnya. Ia menyobek baju kaos yang di pakai hingga menghasilkan kain untuk ia ikat di kayu. Segera Aslan menghidupkan api lewat cricketnya. Kain itu kini terbakar dengan api yang lumayan besar. Sedikit demi sedikit Aslan mulai berjalan dengan lengan yang memegang kayu terbakar di ujungnya. Menyentuhkan api kepada ilalang kering di sekitar. Sedikit demi sedikit api mulai menyebar, melahap semua yang di sentuh. Dengan langkah yang mulai di percepat Aslan membuat garis setengah lingkaran yang memblokade jalan musuh karena api mulai membesar. Setelah sampai pada titik ujung yang menautkan garis setengah lingkaran matanya kembali melihat respon para Tentara yang belum menyadari bencana di belakangnya.

Di sisi lain para Tentara yang sedang fokus mencari jejak mangsanya mulai mencium bau asap. "Kapiteinnn!!!" teriak Tentara berwajah muda di sampingnya. Sang Kapten reflek berbalik badan. Matanya membulat lebar mulutnya menganga. Wajahnya memerah. Kini ia di takjubkan oleh kobaran api yang melingkarinya, "vind een uitweg!!" perintah Sang Kapten emosi. (vind een uitweg = temukan jalan keluar) Lagi-lagi secara tak terduga musuh pintarnya membuat Tentara itu tak berkutik. Kini para Tentara terjebak oleh kobaran api. Tumbuhan yang sangat kering membuat api dengan cepat membesar. Kini semuanya panik, begitu pun dengan Kapten. Api terus mendekat ke arahnya. Rasa panas mulai terasa memeluk kulit wajahnya. Semua Tentara yang di perintah mencari jalan keluar, kini kembali dengan raut panik. "Kapitein, het vuur is zo groot" ucap salah satu Tentara dengan seragam kusut itu. (Kapitein, het vuur is zo groot = kapten apinya sangat besar)

20 meter ke samping terdapat anak muda dengan wajah tenangnya mulai menyulutkan rokoknya. Menikmati setiap teriakan kepanikan dari musuhnya. Kemenangan yang di raihnya membuat ia bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
    Aslan mulai berdiri melangkah meninggalkan kobaran api yang di buatnya. Senyum kemenangan kini tercipta di bibir anak muda itu. Dengan langkah santai ia berjalan menerobos ilalang di depannya yang belum terbakar. Terus masuk ke dalam hingga akhirnya menemukan jalan keluar dan kembali lagi ke hutan tropis tempat ia tadi di kejar. Dengan rokok yang masih setia di bibirnya. Jebakan yang ia buat cukup membuat musuh menjadi kelinci yang siap terpanggang. Anak muda itu kini membuktikan ucapanya. "Memangsa atau di mangsa"

"Jika kalian menginginkan perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang"
-Aslan Xavier-


Assalamualaikum..

Sorry udah lama kaga up chapter, lagi sibuk begawe hehe..

Kedepanya gua mau istiqomah up chapter dahh..

Tapi kaga janji ya wkwk..

ColonialHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin