Bab 1

4.3K 389 44
                                    

Langit sore dengan bias kekuningan terpancar dari sela pepohonan birch yang tampak berjajar rapi di sepanjang jalan Kunaev, kota Almaty. 

Suasana sepi dan tenang, khas daerah pemukiman elit. Daun berwarna kuning kemerahan berjatuhan, melayang, dan diterbangkan angin kemudian terhempas di atas aspal hitam. Menandakan musim gugur baru saja dimulai.

Mobil-mobil terparkir berjajar di sepanjang jalan, di bawah pohon-pohon, seperti manusia yang berlindung dari sengatan matahari.

Gedung-gedung megah berderet di kedua sisi jalan. Bangunan tempat tinggal dan perkantoran, seperti gedung Kementerian, gedung Lembaga Penelitian, gedung Akademi Ilmu Pengetahuan Kazakhstan, dan stasiun pemadam kebakaran distrik Medeu.

Satu dua mobil mewah berpapasan dengan mobil yang kutumpangi. Aku menyandarkan punggung di kursi dengan siku keluar dari jendela yang terbuka. Angin sore mengacak rambut yang mulai sedikit memanjang.

Mobil berhenti di tepat di depan sebuah alamat yang kusebutkan. Setelah membayar dengan harga sesuai kesepakatan di awal, aku bergegas turun dengan ransel dalam gendongan. Sesaat berdiri di depan gerbang megah dengan sisi berjeruji yang tertutup rapat, menatap ke arah bangunan rumah mewah dua lantai bernuansa serba hitam di hadapan. Dari pintu gerbang menuju teras bahkan jalannya terbuat dari aspal hitam yang tampak kokoh, bukan paving.

Bisa kubayangkan si pemilik rumah pastilah seseorang dengan kepribadian kuat dan tak mudah ditebak dan sedikit psiko, mungkin. 

Tampak seorang pria berseragam security berdiri dari balik meja di dalam pos yang terletak di sudut gerbang. Sepasang matanya menatap tajam ke arahku. Seolah aku adalah penjahat yang sedang mencoba menyamar menjadi seekor tupai.

Aku hanya berdiri tegak dengan satu tangan terbenam dalam saku, sementara tangan lainnya menggenggam tali ransel yang tersampir di bahu kanan. Sang security melangkah keluar dari pos kecil itu, tepat saat seseorang segera datang dengan setengah berlari ke arah pintu gerbang.

"Dia Oris! Keponakanku!" serunya dengan langkah sedikit tergesa.

Paman Hue.

Lelaki berperawakan pendek dan gempal itu segera bicara sebentar dengan sang security. Barulah kemudian pintu gerbang dibuka.

Tak menunggu lama, aku segera diseret menuju ke dalam rumah megah bernuansa hitam itu. 

***

     Nyaris seluruh ornamen dalam ruangan berwarna hitam dan abu-abu. Hanya saja setiap lekuk diberi campuran list gold menjadikan barang-barang itu tampak begitu mewah dan menakjubkan. Begitu pun dengan lampu gantung kristal dengan gagang warna hitam mengkilat di atas plafon berlekuk rumit.

Paman Hue membawaku masuk melalui pintu samping, yang sepertinya memang diperuntukkan khusus bagi kaum kami. Bukan berupa pintu megah seperti pintu utama, tapi jalan masuk yang ini terkesan lebih sederhana.

Lantai granit warna abu-abu terang berdecit pelan saat bergesekan dengan ujung sepatuku. Kami melewati lorong berdinding putih di mana terdapat hiasan yang tergantung di sisi-sisinya. 

Langkah Paman Hue berhenti saat kami memasuki sebuah ruangan dengan meja dan kursi warna putih dan dinding berwarna abu-abu metalik. Di atas meja minimalis itu terdapat beberapa botol lengkap dengan peralatan dapur. 

Ada beberapa wanita yang menatap kedatangan kami. Pertama, seorang wanita paruh baya dengan wajah tirus dan rambut gelap yang terikat dengan sangat rapi, mengenakan pakaian formil berupa kemeja warna gelap dengan kerah tinggi dipadu dengan rok panjang warna abu-abu, bisa kulihat pakaian yang dikenakan adalah yang paling berkelas di antara pelayan lainnya. Sementara dua wanita yang lebih muda, mengenakan seragam khas pelayan dengan warna dan potongan yang sama.

BLACK HOUSEWhere stories live. Discover now