Bab 19

882 137 32
                                    

Tuan Leonel dan Nona Alaia nyaris menabrak kursi depan, Sementara aku masih bisa menahan dari hempasan. Jantungku berdetak sangat kencang, sangat kencang, hingga telapak tangan terasa lembab dan gemetaran.

"Apa ini? Jadi begini cara sopir barumu mengemudi?!" 

Pria itu mengumpat dan menggerutu saat aku meminta maaf dan bergegas membuka pintu mobil untuk melihat sisi yang kemungkinan lecet karena menghantam trotoar.

Beruntung, kondisi jalan tak terlalu ramai.

Aku melangkah mengitari mobil, memeriksa seberapa parah lecet yang kuhasilkan. Ada sedikit gesekan di sisi bawah bagian dan penyokan yang cukup dalam. Well- mungkin tak ada gaji untuk bulan ini. 

Sekilas, aku melirik dari balik kaca depan. Dari tempat duduknya, Nona Alaia menatapku. Pandangan kami sempat bertemu, lalu segera kualihkan kearah entah, sebelum semuanya kembali kacau. 

Setidaknya, Nonaku aman.

***

     Sore menjelang malam, sebuah mobil mewah meluncur memasuki halaman rumah.

Pria jangkung itu, mulai pulang tepat waktu. Seiring dengan tak terdengarnya lagi perdebatan-perdebatan di ruang makan. Dan sesekali bahkan kudengar dia bertanya apa yang akan dilakukan istrinya, hari itu. 

"Aku melakukan apa yang ingin kulakukan," sahut Nona Alaia sambil mengulum sisa selai strawberry di bibirnya. Dengan ekpresi tak begitu peduli.

Tuan Leonel menghela napas.

"Nanti malam, kita menghadiri pesta salah satu relasi."

"Baiklah."

"Aku ingin memperkenalkanmu pada beberapa relasi baru, jadi aku harap kita bisa bersikap mesra di hadapan mereka."

Nona Alaia tetap diam. Dengan sikap angkuh dan dagu terangkat congkak di hadapan Tuan Leonel. Yang mungkin bagi orang lain sikapnya terlihat begitu menyebalkan, tapi bagiku itu berupa kelegaan.

Sayangnya, entah berapa lama kelegaan itu bisa bertahan. Karena aku tahu, Tuan Leonel punya kekuatan penuh pada tangannya, untuk mengikat Nona Alaia tetap berada di sisinya.

Ah, bukankah beberapa cinta seringkali terakhiri dengan sebuah tragedi? 

"Boleh aku menanyakan hal kurang ajar padamu, Nona?"

"Bukankah selama ini kau selalu kurang ajar, Oris? Lalu kenapa masih bertanya?"

"Karena ini lebih tak tahu diri daripada biasanya."

"Apa maksudmu?"

"Bisakah merendahkan sedikit saja standar hidupmu, jika aku juga berjanji akan menaikkan standar hidupku?"

"Oris?"

"Aku tahu ini seperti mimpi, tapi ... aku berjanji padamu untuk membuatmu bahagia, meski akan susah sekali untuk menjadi sekaya Tuan Leonel."

"Oris ...."

"Bisakah, Nona?"

Tak kutemukan jawabannya. Dari sorot mata itu. Sorot mata yang terkadang seperti tengah tergila-gila padaku, tapi tetap tak bisa kutebak apa yang akan diputuskannya.

Dan itu membuatku merasa benar-benar gila.

***

      Tuan Salimgerey masih merasa was-was akan keberadaanku, aku tahu. Terlihat dari bagaimana dia menatapku dari entah di manapun dia berdiri. Seperti seekor elang yang sedang mengawasi mangsa dari atas sana, mungkin.

Dan aku, hanya menunjukkan bahwa aku tak tertarik untuk ikut campur dengan skandal konyol mereka.

"Kau sudah tahu apa yang terjadi dengan Tuan Samet?" Nilufer bertanya suatu malam, sambil menyandarkan diri di sisi pintu kamarnya.

Aku mengurungkan niat membuka pintu, lalu menoleh pada gadis pendiam itu.

"Tidak," jawabku datar.

"Benarkah?" Matanya menyipit.

Aku mengangkat bahu. 

"Aku cuma mendengar bahwa dia bunuh diri, itu saja." 

"Kau yakin seseorang dengan pemikiran sepertinya akan bunuh diri dengan mudahnya?" Nilufer bertanya lirih, "maksudku ... dia seorang suami dan ayah yang sangat bertanggung jawab pada keluarganya. Aku tahu benar hampir setiap minggu dia meminta izin menelepon keluarganya di rumah. Dan dia juga bukan orang yang macam-macam."

Aku terdiam, mencoba menerka arah pembicaraan gadis itu. "Jadi?"

Gadis itu menunduk, menatapi jemarinya, tapi aku tahu dia sedang mencoba bicara sesuatu yang serius dan mungkin seperti tabu untuk diperbincangkan. 

"Aku tidak tahu, tapi aku yakin ... ada yang mencelakainya karena dia tahu sesuatu."

Aku masih menatap Nilufer, menunggu gadis itu melanjutkan ucapan. Sesaat kemudian dia kembali mengangkat wajah dan menatapku dengan sorot mendalam. 

"Ada begitu banyak rahasia di sini, Oris, kau tahu?"

Aku mengalihkan pandangan kearah lain. Mencoba melihat situasi, apa kami benar-benar aman saat ini. Lalu kembali menatap wajahnya sambil mengangguk samar. "Ya, aku tahu."

"Kadang ... aku takut." Suara Nilufer semakin lirih.

Aku menghela napas. 

"Pura-pura saja tidak tahu apa-apa, maka kau aman."

Dia masih menatapku dengan sorot ragu. Tapi entah kenapa aku merasa sedang dimintai perlindungan oleh gadis lugu itu.

"Sekarang pergilah tidur, semua baik-baik saja." Aku tersenyum tipis, lalu akan kembali membuka pintu kamar saat kudengar suaranya.

"Malam sebelum kematian Tuan Samet, aku melihat dia berdiri di sekitar taman, dia bersikap aneh, seperti sedang ketakutan."

Aku mengernyit. 

"Dan semalam ... aku memergoki Tuan Salimgerey dan Vivian ... berciuman." Nilufer menatapku dengan pandangan memelas, jemarinya seperti mencengkeram erat sisi pintu seolah sedang merasa terancam. "Oris ... apa aku akan baik-baik saja?"

Aku terdiam, tanpa tahu harus menjawab apa.

.

      Aku memutar ponsel di genggaman dengan mata menatap lurus plafon kamar. Mencoba mengingat-ingat sesuatu. Berharap ada setitik kesimpulan hingga aku tak harus curiga pada Nona Alaia. 

Agar aku benar-benar yakin bahwa tangan yang kugenggam itu, memang tak pernah menciptakan lumuran darah dalam keheningan.

Kugeser layar ponsel yang khusus disediakan untuk para pekerja dalam Black House, yang kupegang ini adalah ponsel khusus untuk sopir pribadi Nona Alaia. 

Benda yang pernah menjadi milikkku selama menggantikan Tuan Samet dalam beberapa waktu. 

Aku mulai menyelami kotak sampah galeri, dimana beberapa waktu lalu tersimpan foto Tuan Salimgerey dan Vivian yang sedang saling berciuman. Tapi ternyata kotak sampah galeri ini kosong. 

Kemudian setelah benar-benar kuteliti, ternyata ponsel ini bukanlah ponsel yang sama dengan yang pernah kupakai sebelumnya. 

Ini berbeda.

.

BLACK HOUSEWhere stories live. Discover now