Bab.4 || Harap Yang Patah

2.8K 362 89
                                    

Biru itu kuat, meskipun tubuhnya terlihat mungil untuk ukuran remaja seusianya, tetapi kekuatan fisiknya tidak bisa diragukan. Di usianya masih menginjak lima belas tahun, banyak hal yang sudah Biru lalui di usianya yang masih cukup belia.

Dulu sewaktu Ibu dan Bapak masih hidup dengan ekonomi pas-pasan, yang bahkan masih harus membayar hutang di Bude, Biru kerap kali membantu sang Ibu berjualan kue tradisional di pasar atau menjajahkannya dengan berjalan kaki berkeliling kompleks.

Biru itu kuat, ia sangat jarang terserang demam atau flu meski terguyur hujan deras, ia juga sangat jarang mengeluh saat terluka, bahkan memilih mengobati sendiri lukanya jika di rasa masih bisa ia obati sendiri.

Bapak bilang anak laki-laki itu harus kuat. Pantang mengeluh dan menangis. Anak laki-laki harus menjadi tameng Ibu dan saudara perempuannya. Karena Bapak adalah sosok panutannya, Biru selalu memegang teguh nasehat yang Bapak berikan untuknya.

"Bukannya tadi saya sempat bilang untuk tidak membuat masalah, Sabiru?"

Dingin suara Galaksi menyentak lamunan Biru hingga buyar. Biru tatap lengan kirinya yang kini terbalut perban dengan rapih, pun pakaiannya yang telah berganti dengan kemeja kebesaran milik Galaksi yang sengaja di tinggal diruang kerjanya, juga jaket jeans milik rekan kerja Galaksi yang tadi membelanya di depan meja resepsionis.

"Maaf, kak ..."

Hening sebentar, Galaksi terlihat buang napas kasar dengan seraut wajah kusut yang sejak tadi terlihat tak bersahabat hingga Biru sampai sangsi ingin berkata-kata.

"Lain kali kalau memang ada masalah, bilang langsung sama saya. Saya nggak memaksa kamu buat datang ke sini. Karena kecerobohan kamu, orang-orang di tempat kerja saya jadi tahu kamu adik saya."

Kembali, Biru di buat bungkam oleh kalimat bernada dingin yang Galaksi suarakan.

Biru tahu sejak tadi sang kakak menahan amarah yang meletup-letup, hanya dengan melihat dari bagaimana garis rahang Galaksi yang mengeras bersama tangan yang sejak tadi terkepal erat, Biru tahu ada amarah yang sejak awal Galaksi

Biru semakin merasa bersalah. Biru yakin Galaksi merasa malu karena dirinya yang dengan lancangnya mendatangi tempat kerja Galaksi bahkan dengan penampilan terburuknya, merusak citra Galaksi di tempat kerja hingga menimbulkan keributan yang membuat sang kakak turun tangan.

"Maaf, kak. Aku enggak tahu kalau penampilan aku seburuk itu sampai mempermalukan kakak di tempat kerja kakak. Aku engga tahu bakal ada insiden tawuran sampai taksiku mogok di tengah jalan. Lagipula, aku cuma berniat nitipin laptopnya kak Gala di tempat aman karena aku tahu laptop itu penting buat kakak."

Nyatanya, lirih kalimat yang Biru suarakan hampir serupa bisikan itu tak mengubah sedikitpun raut keras Galaksi, pun justru tatapan tajam menghunus yang Biru sempat lirik dari ekor matanya.

"Kamu itu sekarang adik saya, Biru! Sejak saya datang di hadapan Bude dan Tante kamu dan mengambil alih hak asuh kamu, kamu sudah jadi tanggung jawab saya. Kalau kamu sampai kenapa-kenapa dan pengadilan meragukan saya bagaimana? Saya akan di cap sebagai orang yang gak bertanggung jawab hanya karena kamu, Biru!"

Tundukan kepalanya makin dalam, jemarinya memilin lengan kemeja Galaksi yang kebesaran di tubuhnya. Biru total bungkam akan seluruh kalimat panjang yang untuk pertama kalinya Galaksi perdengarkan.

Rengkuh Sang BiruWhere stories live. Discover now