Bab.8 || Langkah Pertama Menuju Petaka

2.5K 352 111
                                    


SPAM KOMEN DULU
NANTI DOBEL UP

.
.
.

....


Awalnya, Biru ingin menanyakan pada Galaksi perihal kedatangan sang kakak tadi malam. Biru ingin memastikan apakah kedatangan Galaksi tadi malam benar-benar nyata, atau hanya angan yang Biru ciptakan di alam mimpinya.

Namun, Biru tak mendapati presensi sang kakak ketika ia keluar dari kamarnya. Pun bagaimana meja makan di ruang sana begitu sunyi dan dingin dengan presensi Oma yang menjadi satu-satunya yang bisa Biru temukan.

Biru baru menyadarinya saat dirinya mendudukkan dirinya di kursi, sebab saat ia tiba di meja makan, hanya kursi milik Oma yang telah terisi, sedangkan kursi yang biasa di duduki oleh Reksa dan Galaksi masih kosong tanpa terisi sang empu.

Meski ingatan akan kata-kata dan perlakuan kasar Oma kemarin masih begitu segar di kepala Biru, bocah lima belas tahun itu tetap tak ingin menyalahi tata krama pada Oma yang jauh lebih tua.

Setidaknya, Biru harus berpamitan dengan sopan kendati Biru yakin hanya kecewa yang akan ia dapatkan.

"Pagi, Oma."

Sapa sang Biru secerah warnanya. Melupakan sakit yang kemarin Oma torehkan hingga Biru terjaga semalaman karena menahan sakit atas luka di tangannya, juga sakit yang membelenggu dadanya.

"Eum, tumben sepi banget. Kak Gala sama Reksa kemana, ya?" tanya itu Biru suarakan sekedar berbasa-basi, pun juga menuntaskan rasa penasaran dalam dirinya.

Hanya delikan sinis dengan wajah tanpa minat yang Biru terima sebagai balasan akan sapaan paginya.

"Kenapa? Kamu mengharap di antar sama Galaksi?" kalimat bernada ketus itu Oma suarakan setelah ia selesai mengoleskan selain pada selembar roti miliknya.

"Aku cuma nanya, Oma. Aku sama sekali enggak berharap di antar Mas Gala. Lagipula Mang Didin yang biasa antar jemput aku." bocah itu menyuarakan jawabnya kendati hanya sikap abai yang ia dapatkan.

"Ini yang bikin saya makin gak suka sama kamu," ujar sang Oma setelah sedikit membanting sendok dan pisau di meja. Tajam tatap itu kembali menguliti Biru hingga Biru enggan membalas tatapan Oma. "Kamu sama Galaksi itu beda jauh sekali. Dari kecil Galaksi di ajarin disiplin dan tanggungjawab. Di usianya yang masih muda dia mengambil tanggungjawab sebagai wali dari anak yang sudah menghancurkan rumah tangga orangtuanya."

"Galaksi harus kerja keras tanpa istirahat buat menghidupi satu parasit yang dia bawa. Tapi kamu sebagai parasit nggak pernah sadar diri dan cuma bisa menyusahkan Galaksi. Galaksi selalu ambil jatah lembur dan setelah pulang dia bahkan masih harus kerja lagi sebelum tidur."

Panjang kalimat itu Oma perdengarkan dengan suara meninggi seiring emosi yang tertuang dalam bait-bait perkata yang Oma ucap.

"Sedangkan kamu!" Oma tudingkan jemari telunjuknya tepat di hadapan Biru yang mematung di tempatnya. "Kamu hanya menerima bersih apa yang Galaksi berikan tanpa mau membalas budi. Kerjaan kamu hanya sekolah gak jelas, makan dan tidur. Sekolah di antar jemput tiap hari, uang jajan, makan yang tanggung ya Galaksi sendiri. Kamu itu benar-benar nggak berguna sama sekali. Bagi saya kamu nggak lebih dari parasit di hidup Galaksi."

Biru tundukkan kepala dalam, sepasang cokelat madu miliknya menatap sepatu baru pemberian Galaksi saat mendapati sepatu usang yang masih kerap Biru kenakan.

Apakah benar, dirinya menyusahkan?

Jika semalam Biru masih mampu mengutarakan satu hingga dua penggal kalimat di hadapan Oma, kali ini Biru benar-benar di buat bungkam oleh seluruh kalimat Oma.

Rengkuh Sang BiruWhere stories live. Discover now