Bab.13 || Ketika Asa Tidak Lagi Tersisa.

2.5K 341 173
                                    


Chapter ini manis kok:)
.
.


Barangkali, ada yang salah dengan takdir yang semesta gariskan untuk kisah Biru. Sebab biasanya jika setelah tangis akan ada tawa haru menyambut, maka untuk Biru hanya ada duka dan pilu yang menanti.

Takut adalah hal yang wajar dan marah saat takdir begitu kejam untuknya yang masih sangat belia adalah hal yang manusiawi.

Kendati semesta berulang kali mematahkan asanya, Biru tetap percaya akan ada saat di mana ia dapat mengecap bahagia.

"Aku di drop out dari sekolah, Rai. Kepala sekolah bilang, foto-foto itu udah nyebar sampai forum resmi sekolah dan bikin citra sekolah buruk. Banyak orang tua murid yang komplain nyuruh keluarin aku dari sekolah."

Lirih suara itu mengalun dengan nada bergetar saat Biru memutuskan untuk mengikuti Arai menuju rooftop setelah keluar dari ruang kepala sekolah.

Lalu di sinilah Biru sekarang. Di rooftop sekolah yang hanya ada ia juga Arai yang berdiri memunggunginya.

"Kamu ... nggak berniat menyangkal yang anak-anak bilang, Rai?" tanya Biru seraya menundukkan kepalanya menatap sepatu usang miliknya.

"Itu bukan kamu, kan Rai?"

Tepat saat tanya bernada lirih itu Biru suarakan, punggung tegap Arai berbalik hingga kini kedua saling berhadapan dengan tatapan yang memiliki makna berbeda.

"Dari awal gue deket sama lo, gue gak pernah nganggap lo sebagai teman gue." kalimat bernada dingin yang Arai suarakan membuat Biru mendongkak memperlihatkan sepasang iris sayunya.

"Sebelum lo datang ke sekolah ini, gue selalu jadi nomor satu di sekolah. Tapi setelah lo, siswa penerima beasiswa miskin yang baru datang dan menggeser posisi gue, hidup gue gak semulus dulu, Ru." Tajam tatap Arai yang ia tujukan pada Biru membuat Biru tak mampu mengenali sosok sahabatnya.

"Tante lo itu- Tante lo yang pelacur itu udah bikin rumah tangga keluarga gue hancur karena bokap gue yang tergoda sama tante lo."

Manik cokelat madu Biru sempurna membulat saat mendengar fakta mengejutkan dari Arai. Sungguh demi apapun Biru tak pernah tahu bagaimana rumah tangga keluarga Arai. Sahabatnya itu sangat tertutup seolah membentengi Biru agar tak mengetahui bagaimana keluarganya.

"Arai ... "

"Lo tau kan nyokap gue artis?"

Dan dengan polosnya Biru mengangguk patuh. Hal itu membuat Arai gemas untuk sesaat, namun ia samarkan dengan raut datarnya.

"Setelah bokap gue selingkuh sama tante lo, nyokap gue selalu terobsesi buat jadi sempurna. Dan gue pun di tuntut buat selalu sempurna dalam segala aspek." Arai beralih memunggungi Biru setelah berujar, di detik berikutnya ia tandaskan kemeja sekolahnya, memperlihatkan punggungnya yang di penuhi luka cambukan.

Hal itu sontak mengundang keterkejutan Biru untuk kesekian kalinya. Bocah itu menatap nanar punggung sahabatnya yang di penuhi luka dengan kelereng cokelat madunya yang berkaca-kaca.

"Setiap gue gagal jadi nomor satu, nyokap gue selalu ngasih hukuman kayak gini ke gue." Getar suara Arai mulai terdengar parau seiring manik kelamnya yang berkaca-kaca.

Arai beralih membenarkan pakaiannya kemudian berbalik menatap tepat pada manik cokelat Biru. "Tapi sialnya, lo punya magnet yang bikin gue hampir ngelupain rencana awal gue. Lo dan dunia lo yang bisa narik gue buat ngelindungin lo. Dan itu hal yang paling gue benci dalam hidup gue."

"Gue benci karena gue gak bisa ngelanjutin rencana gue buat hancurin hidup lo. Gue benci karena gue mulai nganggep lo sebagai temen gue, sahabat gue. Gue benci ... karena harus jadi pencundang dengan nusuk lo dari belakang."

Rengkuh Sang BiruWhere stories live. Discover now