Bab.10 || Ketika kecewa dan patah mulai melebur

2.3K 352 156
                                    


Tes ombak, kalo rame aku dobel up!

.
.

••••••

Terhitung sudah satu minggu sejak perselisihan antara Biru dan Galaksi malam itu menjadi percakapan terakhir mereka, sebab di pagi setelahnya Galaksi selalu mengabaikan Biru. Galaksi bahkan selalu melewatkan waktu sarapan dan selalu menghindar saat Biru mencoba mengajak berbicara.

Hal itu membuat rasa bersalah dan sesal memenuhi hati Biru hingga bocah itu kerap menangis diam-diam di malam hari.

Tidak ada lagi Galaksi yang menyelinap diam-diam saat Biru terlelap, tidak ada lagi atau untaian kalimat hangat yang biasa Galaksi berikan. Tidak ada lagi, Galaksi yang berusaha untuk menerima Biru sebagai adiknya.

Galaksi benar-benar dingin tak tersentuh kali ini. Dingin yang benar-benar beku hingga Biru kesulitan untuk mencairkan bekunya.

"Ru, tumben lukisan lo kagak beres?"

Nyaring suara Arai yang menyeletuk terdengar memecah hening yang sejak tadi mendominasi ruang kesenian yang hanya tinggal mereka berdua di dalamnya.

Biasanya di banding praktek kesenian yang lain, Biru akan menjadi yang paling bersemangat jika sudah berhubungan dengan kanvas dan cat air. Biru bahkan mengikuti ekstrakurikuler seni lukis meskipun harus membayar iuran kas setiap bulannya.

Namun kali ini, yang Arai dapati hanya bagaimana Biru yang terdiam dengan tatapan kosong pada kanvas putih yang hanya terdapat goresan warna abstrak di hadapannya. Mengabaikan pallette dan kuas lukisnya yang biasanya akan menjadikan Biru lebih berwarna.

"Ru, kesambet lo bengong mulu."

"Ru, Masa' si mbak Indah udah di lamar sama Pak Damar. Gak rela banget gue Mbak Indah yang spek bidadari berpasangan sama si botak separo."

"Ru, Biruuuu!"

Hela napas gusar kembali terdengar untuk kesekian kalinya. Arai, si pelaku yang entah berapa kali membuang beban hidupnya melalui karbon dioksida itu menatap nanar teman sebangkunya yang hampir satu minggu belakang selalu melamun dan menyendiri.

Sangat tidak biasa bagi Arai melihat Biru yang pendiam dan tidak banyak bicara. Biasanya anak itu akan cerewet setengah mampus menceritakan seberapa gagah dan berkharismanya Galaksi, kakaknya.

Apalagi jika sudah membahas Mbak Indah si penjaga UKS yang kata Arai mirip Hinata di dunia nyata. Pasti Keduanya akan saling melempar suara tanpa mengingat waktu.

"Udah sepi nih, pulang yok!" ajak Arai yang masih berusaha mengembalikan warna sahabatnya.

Untuk kalimat yang baru saja Arai suarakan itu, berhasil mengalihkan atensi Biru hingga bocah itu menoleh ke arahnya.

"Ayo," jawab Biru singkat. Bocah itu mengabaikan tangannya yang masih ternoda bercak cat air. Lantas setelahnya meraih tasnya yang berada di atas loker ruang lukis.

Sekolah memang sudah bubar sejak beberapa menit lalu. Kelas Biru pun seharusnya sudah usai tepat di jam praktek kesenian lukis yang terakhir. Namun Biru memilih tinggal seperti sebelum-sebelumnya. Menunggu agar sekolah lebih sepi barulah ia beranjak untuk pulang. Pun juga Arai yang akan selalu mengikuti Biru.

Keduanya berjalan beriringan menuju halte di depan sekolah. Hanya tinggal beberapa siswa yang terlihat, sebab memang waktu sudah menunjukan bahwa mereka telah menetap di ruang seni selama hampir setengah jam lamanya.

"Lo pulang naik angkutan umum lagi?" tanya itu Arai suarakan setelah keduanya telah sampai di halte.

Keduanya tengah berada di halte bus depan sekolah menunggu jemputan untuk Arai, dan bus untuk Biru.

Rengkuh Sang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang