Bab.20 || Ketika Hujan Kembali Menyamarkan Tangis.

2K 300 165
                                    


Spam Komen!
Follow IG : lalanaraya
.
Yg jadi sider ntar gua lempar pake sempak!
.

Kini, sosok yang Biru cari sejak pukul sepuluh pagi hingga salah satu sandalnya terputus itu, berada tepat di hadapan Biru. Terduduk dengan wajah babak belur serta tatapan yang begitu asing bagi Biru.

Bocah itu meremat genggaman tangannya dibawah meja. Manik cokelat madunya bergerak gusar. Kentara sekali tengah menghindari untuk bersitatap dengan manik kelam milik Nathan.

"Kenapa abang kayak gini?"

Biru bertanya dengan lirih, tanpa berani menatap Nathan sebab takut akan kembali jatuh untuk kali yang tak terhitung.

"Padahal aku udah terlanjur percaya sama abang."

Biru tidak tahu kenapa orang-orang yang dekat dengannya, yang ia anggap cukup penting dalam hidupnya hingga ia beri kepercayaan tinggi, justru menjadi sosok yang menabur garam di atas lukanya.

"Gue udah pernah bilang, jangan percaya sama siapapun kecuali diri lo sendiri. Dan gue nggak akan bertanggung-jawab atas rasa kecewa yang lo terima," ucap Nathan datar. Tidak ada lelucon konyol atau tawa jenaka yang biasa pemuda itu suarakan.

Ah, benar.

Jika ada yang patut disalahkan, sudah pasti Biru sendirilah yang paling pantas disalahkan atas semua lukanya. Mereka tidak bersalah. Tetapi Biru lah yang bersalah karena menaruh harapan terlalu tinggi kepada mereka.

'Jangan naruh harapan terlalu tinggi sama manusia. Manusia itu ciptaan, bukan pencipta."

Biru tertawa sumbang saat baris kalimat Nathan saat itu kembali terlintas diingatan Biru. Nyatanya, tidak ada satupun yang tersisa dari kepercayaan Biru. Satu-satunya yang tertinggal adalah rasa kecewanya yang kian mencekik hingga membuatnya nyaris mati.

"Gue nggak bakal bertanggung jawab kalo lo ngerasa kecewa sama gue," ucap Nathan setelah membiarkan hening mengambil alih untuk sejenak.

"Iya, aku kecewa sekarang," jawab Biru dengan bergetar. "Harusnya dari awal aku nggak seyakin itu sama bang Nathan. Harusnya dari awal aku sadar, abang cuma manusia yang suatu saat akan bikin kesalahan."

"Padahal, bang Nathan salah satu alasan aku nggak nyerah waktu itu." Biru melanjutkan dengan getar dalam kalimatnya.

"Gue cuma pengen Hiro selamat," tutur Nathan teramat lirih, tetapi masih cukup mampu untuk Biru dengar.

"Tapi nggak dengan cara yang salah, bang."

Biru menatap kosong meja yang membentang jarak di antara dirinya dan Nathan saat ini. Masih segar dalam ingatan Biru saat ia mengetahui siapa Jonathan yang sebenarnya.

Setelah mengunjungi kantor polisi ini, Biru jadi tahu jika Nathan ialah mantan narapidana yang baru dibebaskan sekitar tiga tahun lalu. Pemuda itu mendapat keringanan masa hukuman karena usianya yang masih di bawah umur saat itu.

Nathan pernah membunuh ayahnya sendiri di usia empatbelas tahun. Pemuda itu juga memiliki catatan kriminalitas sebagai pencuri dan penipu. Beberapa korban bahkan baru pergi beberapa menit lalu sebelum Biru berhadapan dengan Nathan.

"Maaf," lirih Nathan penuh sesal. Pemuda itu menunduk menatap kedua tangannya yang terpasang borgol. "Gue nggak akan membela diri, gue emang salah. Gue minta maaf buat Hiro, dan tolong awasin Juna sama Erren buat gue, mereka masih terlalu kecil buat sendirian."

Nathan masih tak mengalihkan atensinya dari sepasang tangannya. Pemuda itu masih menunduk, tanpa berani menatap bocah di hadapannya.

"Terus aku?"

Rengkuh Sang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang