Bab.19 || Yang Telah Putus Tidak Bisa Dibenahi.

1.8K 281 62
                                    

Catat ya ges Sabiru Update tiap hari Sabtu.
.
Selamat menikmati kisah manis Sabiru

.....



Dalam hening, Biru terduduk dikursi ruang tunggu depan UGD. Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Juna dan Erren sudah terlelap dengan masing-masing menyandar di bahunya. Terlalu lelah menangis seharian membuat mereka tertidur lelap meski dengan kondisi tak nyaman.

Disamping Erren yang terlelap di bahu kanan Biru, ada sosok Nathan yang terpejam dengan menyandar pada tembok. Tetapi Biru tahu, pemuda itu tidak benar-benar tertidur. Pemuda itu sama-sama terjaga seperti Biru.

Ah, beberapa waktu lalu, saat Biru telah putus asa untuk meyakinkan petugas medis, Nathan datang dengan peluh dan napas memburu. Kentara sekali ia baru saja berlari begitu jauh. Pemuda itu lantas dengan lantang menyuruh petugas medis untuk segera menangani Hiro, sembari memberikan lembar-lembar rupiah bernominal seratus ribuan.

Meski belum mampu untuk melunasi seluruh biaya pengobatan Hiro, tetapi setidaknya uang yang Nathan bawakan sudah mampu menggerakkan petugas medis untuk memberi penanganan pada Hiro.

Saat ini, mereka tengah menunggu dokter yang menangani Hiro di dalam ruang UGD. Sudah hampir setengah jam lamanya, tetapi dokter belum juga keluar dan memberitahu kondisi Hiro pada mereka.

"Bang."

Panggilan lirih Biru membuat pejam Nathan terbuka perlahan. Pemuda itu memiringkan kepalanya, tanpa merubah posisinya yang menyandar pada tembok belakangnya.

"Soal uang tadi, abang ... dapat darimana?"

Biru membasahi bibirnya yang kering saat Nathan mengalihkan tatapan padanya. Bocah itu tidak bisa menahan keinginannya untuk bertanya pada Nathan. Terlebih setelah melihat nominal uang yang Nathan bawakan tadi.

"Kenapa? Apa itu penting sekarang?" Nathan bertanya dengan nada datar. "Yang paling penting sekarang kondisi Hiro. Nggak usah mikirin hal lain sebelum kita tau Hiro baik-baik aja."

Pemuda itu kembali meluruskan arah pandangnya. Menghindari manik sayu Biru yang menatapnya dengan sendu. Netra tajamnya kembali tertutup dalam pejam. Membiarkan tubuhnya rehat sejenak, dan abai pada Biru yang masih memusatkan atensi padanya.

Sedangkan Biru sendiri masih tak mengalihkan atensinya dari Nathan. Perasaannya berkecamuk dan penuh cabang.

Sekon berikutnya, pintu ruang UGD terbuka, bersama pria berjas putih yang baru keluar dari ruang tersebut. Lekas saja Nathan membuka pejamnya dan berdiri menghampiri sang dokter. Dengan Biru yang masih mempertahankan posisinya, takut membangunkan kedua bocah yang terlelap.

"Gimana adik saya, dok?" tanya Nathan tak sabaran.

Menghela napas sejenak, sang dokter yang tampak lelah itu mengambil jeda sebelum memberi penjelasan. "Untuk saat ini kondisi pasien masih harus dipantau. Sampai tekanan darahnya stabil, pasien harus melakukan operasi karena patah tulang rusuk pasien yang alami."

"Tapi maaf, operasi hanya bisa dilakukan setelah seluruh biaya administrasi diselesaikan."

Sang dokter beranjak pergi setelah memberi penjelasan yang tidak mampu mengusir kalut dihati Nathan. Kalimat terakhir dokter justru menambah beban pikiran Nathan.

Nathan memundurkan tubuhnya, menyandar sepenuhnya pada tembok. Isi kepalanya begitu penuh dan bercabang. Tidak ada lagi lelucon narsis dan tawa jenaka yang biasa tersemat diwajah pemuda jangkung tersebut.

"Bang Nathan ...," panggil Biru bersuara lirih.

Sayu tatap Nathan kembali bertubrukan dengan manik cokelat Biru. Pemuda itu menegakkan tubuhnya, sebelum ia melepas jaket lusuhnya untuk ia berikan pada Biru yang hanya memakai kaos tipis.

Rengkuh Sang BiruWhere stories live. Discover now