Bab.5 || Porak-Poranda Dalam Diam

2.7K 364 133
                                    

--------

Hujan memang sudah berakhir sejak tadi, namun sisa-sisa keberadaannya masih bisa Biru rasakan dari bagaimana basah di tanah menguap membawa aroma petrikor yang kerap di nanti pecinta hujan.

Dulu Biru tidak memiliki masalah apapun dengan hujan. Ia bukan si pecinta hujan yang akan menikmati bagaimana rintik air turun membasahi bumi, bukan juga sosok yang membenci hujan hingga dirinya enggan menjumpai hujan.

Namun setelah kecelakaan yang menimpa dirinya dan keluarganya di tengah badai hujan malam itu, yang menewaskan Ibu dan Bapak hingga dirinya menyandang status sebagai yatim piatu di usia yang masih sangat belia, pun juga bagaimana hujan mendatangkan kecewa pada dirinya akan sosok Galaksi.

Yang akan Biru ingat saat hujan datang hanya kilas balik kepergian Ibu dan Bapak serta rasa kecewanya pada sosok Galaksi.

"Duh, Ru. Lo tuh nggak usah nethink dulu deh. Siapa tahu abang lo itu beneran pulang, dan dia yang mindahin lo ke kamar."

Manik madu milik Biru bersibobok dengan manik kelam Arai. Remaja sepantaran Biru yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Biru. Kendati terkenal nakal dan biang onar, nama Arai selalu mengikuti nama Biru sebagai peringkat kedua pararel setelah Biru.

Bagaimana Arai yang seorang anak donatur sekolah dan biang rusuh, bisa berteman dengan Biru yang hanya anak pekerja bangunan dan bersekolah dengan jalur beasiswa adalah sebuah kejadian langka.

Tetapi bagaimanapun keduanya, Arai akan selalu ada saat anak-anak lain mengusili Biru yang memang sudah menjadi bulan-bulanan tukang bully.

Pun jika bukan karena Arai, perisakan yang Biru dapatkan pasti akan lebih parah. Sebab guru dan kepala sekolah pun seolah menutup mata hanya karena status sosial Biru yang jauh lebih rendah dari anak lainnya.

"Nggak tau, Rai. Kalau Kak Galaksi, kayak mustahil banget dia mau repot-repot mindahin aku ke kamar yang ada di lantai atas." ucap Biru setelah mendengar tutur dari sang sahabat yang membuatnya meragu.

"Lain kali ajak deh gue ketemu sama abang lo. Biar gue nilai orangnya kayak gimana." Arai menyahut dengan wajah tengilnya. Berniat mencairkan suasana mendung sahabat nya itu.

Gurauan tersebut hanya di anggap angin oleh Biru yang suasana hatinya kurang baik sejak ia membuka mata. Pagi ini bahkan ia tidak melihat Galaksi sama sekali, dan sang kakak pun tidak memberi kabar apapun padanya. Padahal Biru sudah mengharapkan kedatangan Galaksi tadi malam, namun sekali lagi Biru harus menelan kekecewaannya.

Awalnya, Biru pikir setelah Galaksi mendengar keluh kesahnya, benteng beku yang Galaksi buat akan mencair kendati hanya sedikit. Namun nyatanya, Galaksi tetaplah si dingin tanpa emosi, yang tidak pernah mampu Biru baca.

"Udah yok, balik! Udah sepi nih." ajak Arai sembari menyampirkan tas sekolahnya di bahu kanannya.

"Ayok."

Biru ikut membereskan perlengkapan sekolahnya sebelum menyampirkan tasnya. Dan menjadi yang paling terakhir meninggalkan ruang kelas bersama Arai.

Meski bel pertanda jam pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam lalu, tetapi kebiasaan Biru memang menunggu kelas dan sekolah lebih sepi agar ia lepas dari bulan-bulanan anak-anak nakal yang kerap merisaknya. Pun biasanya Arai akan ikut menunggu bersama Biru seperti hari ini.

Rengkuh Sang BiruWhere stories live. Discover now