WAKTU KETIGAPULUH EMPAT

3.1K 482 45
                                    

Tunggu aku,
Akan kulakukan apa yang harusnya dulu aku lakukan.

Jangan pergi,
Beri aku waktu memperbaiki semua yang sudah aku rusak.

Hanya sepi yang menjawab
Karena sia-sia..

Sia-sia...

.
.
.
.

.


.
.

Taruna berdiri didepan sebuah pintu hotel. Dan Anjani berada disisinya.

"Kamu yakin?"

"Yakin Pak.." Sahut Anjani dengan mantap. Dan Taruna sudah buktikan jika ia bisa mempercayai Anjani.

"Tadi pagi saya lihat beliau sekilas, jadi saya tidak yakin. Waktu  saya lihat dia lagi, saya ikuti.  Dan saat saya telepon bapak tadi, Pak Bram baru saja masuk kamar ini. Saya menunggu didekat lift dari tadi, bisa saya pastikan beliau masih didalam".

Mereka berbicara dengan berbisik .

Tadi Anjani berada di Lobby hotel, ia  baru saja mengantarkan  tamu HJC dari luar daerah yang akan menginap disini hingga tiga hari kedepan. Baru saja ia hendak berjalan keluar, ia melihat Bram, dan tak ingin kehilangan kesempatan, ia pun segera mengikuti. Untungnya ia tadi memakai pasmina yang ia jadikan kerudung untuk menyamar.
Sekian lama mereka sulit sekali menghubungi Bram, pria itu memberikan banyak sekali alasan dan selalu berkelit. Maka kali ini Anjani tidak melepaskan pria yang telah banyak melakukan manipulasi.

Dan ia berhasil menemukan dimana kamar pria itu menginap.

Taruna cukup puas Anjani melakukan antisipasi yang cukup baik. Satu satunya jalan keluar dari Lantai ini adalah lift dan tangga darurat yang berada tak jauh dari lift, tentu saja jika Bram keluar pasti akan  diketahui oleh Anjani.

"Saya saja yang mengetuk Pak, Sebaiknya beliau tidak tahu jika Bapak yang akan menemuinya.."

"Apa bedanya dengan kamu?"

Anjani tersenyum lalu ia mengenakan pasminanya.

Taruna terkekeh.

"Beliau tidak akan langsung mengenali saya, jika Pak Bram melihat bapak, saya curiga dia akan mengantisipasi dan mencari banyak alasan.."

Taruna mengangguk setuju.

"Oke Anjani..."

Posisi mereka pun bertukar, Taruna berada di posisi dimana ia tak terjangkau dari lubang pintu kamar didepannya.

Anjani menatap Taruna seolah meminta persetujuan untuk mengetuk pintu. Dan Taruna mengangguk.

Maka Anjani pun mengetuk pintu itu.

Ini untukmu ibu Lima, kami semakin dekat dengan kebenaran yang ingin ibu buktikan.

Begitu isi hati Anjani. Meskipun Lima tiada, ia tahu jika Lima tetap ada di hatinya. Ia ingin Lima tenang di sana. Ia akan wujudkan keinginan Lima yang tak sempat ia tunaikan.

Ia kembali mengetuk pintu untuk ketiga kalinya.

Anjani bisa melihat bayangan bergerak dilantai melalui celah bawah pintu.

Tak lama ia mendengar suara pintu terbuka.

Tapi selot pintu masih terpasang hingga hanya sebatas panjang rantai selot itu yang bisa dibuka.

MEMINJAM WAKTUWhere stories live. Discover now