•|Devanlifa~63|•

468 37 0
                                    

Hayyy!!

Nunggu DEVIAN up ya?

Ayolahh buat yang belum vote di bab sebelumnya vote dong!!

Ga tau aja Lala nungguin kalian buat nyuruh Lala up tapi gaada yang nyuruh huahh. Its okk gpp!, :)

Happy reading!!!♡🧚

Lifa berlari menuju taman belakang sekolah,gadis itu mengeluarkan isak tangis yang ia tahan sedari tadi.

"Harusnya gue nggak berharap lebih ke Devan,"gumam gadis itu.

"Harusnya lo tau,Fa kalo Devan itu nggak suka sama lo! Lo-nya aja yang terlalu berharap!"gadis itu memarahi dirinya sendiri.Gadis itu menangis sejadi-jadinya,jujur saja ia tidak kuat.

"Bodoh banget lo,Fa! Arrghhh!"

Hingga tidak sadar,gadis itu sudah berada disana hampir dua puluh menit.Membuat gadis itu beranjak dari duduknya,pergi kekelasnya.Takut,teman-temannya akan mencarinya.

Di lorong koridor,yang sangat sepi.Karena,semua siswa-siswi yang sudah masuk kedalam kelasnya membuat tidak ada murid yang berlalu lalang.

Lifa dipertemukan dengan Devan,yang berjalan tak jauh dibelakangnya.Membuat gadis itu terkejut,dengan cepat gadis itu melangkahkan kakinya.Agar bisa pergi dari cowok itu,gadis itu berbelok,berniat bersembunyi dibelakang tembok,penghubung kelas MIPA 3 dengan MIPA 2.

Hingga gadis itu menengok diam-diam,Lifa mengernyit bingung saat melihat Devan sudah tidak ada disana.Namun,tak urung ia bernafas lega.Gadis itu mengusap dadanya,sambil memejamkan matanya.Kemudian kembali membukanya,hingga ia terkejut melihat apa yang ada didepannya itu.

"Lo dari mana aja hm?"tanya seseorang yang menatapnya tajam.Tangan cowok itu mengunci pergerakkannya.Mengukung gadis itu ditengah-tengah tembok dan tubuhnya.

"Da-dari toilet,Dev."jawab Lifa gugup.

Sejak kapan Devan berada disana,perasaan tadi ia melihat sudah tidak ada lagi Devan.

"Kok lama? Itu mata lo kok sembab? Habis nangis lo? Kenapa nangis? Cerita  sama gue,ada masalah apa?"tanya Devan bertubi-tubi penuh dengan kekhawatiran.

Seketika pertahanannya runtuh begitu saja.Air bening turun dari matanya,mendengar penuturan cowok itu.Lifa menundukkan kepalanya.

"Gu-gue nggak mau maksa lo buat nerima cinta gue,Dev! Gue rasa lo nggak bisa lupain Vania,kita cukup sampai sini aja,Dev! Kita pu--"

Cup!

Ucapan gadis itu seketika terpotong.Nafasnya tercekat begitu saja,jantungnya berdetak kencang,tubuhnya mendadak kaku.Pandangannya memudar,saat merasakan benda kenyal itu menempel dibibir miliknya.

Ya,Devan yang melakukan itu.Cowok itu menciumnya,hanya sebatas kecupan tapi,mampu membuat jantung keduanya tidak baik-baik saja.Beberapa menit cowok itu menjauhkan wajahnya.

Devan menatap Lifa,yang kini mematung ditempatnya."Lo harusnya sadar,Fa kalo gue juga cinta sama lo! Lo itu bisa ngerubah gue,Fa! Yang tadinya nggak baik-baik aja menjadi seperti sekarang.Bahkan,dalam beberapa minggu ini yang ada dipikiran gue itu cuman lo,Fa! Nggak ada yang lain,nggak ada lagi Vania,begitu juga yang lain,gue udah lupain itu semua,"jelas Devan.

Cowok itu memegang kedua bahu gadis itu,mencoba meyakinkan gadis yang berada didepannya itu.

"Apa perlakuan gue tadi ke lo,nggak cukup buat meyakinkan perasaan gue ke lo,Fa? Asal lo tau,lo itu orang pertama yang  berani gue gituin,seplayboy-nya gue dulu gue nggak pernah ngelakuin itu sama cewek yang gue pacarin,karena gue tau gue itu nggak cinta sama dia."jelas cowok itu lagi,menatap manik mata gadis itu.

DEVIAN [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant