12 Venus

162 47 13
                                    

Tommy mengirimiku chat yang mengatakan dia sudah memberi tahu orangtuanya soal bunyi aneh di rumah kosong itu dan orangtuanya sudah bicara dengan ketua RT setempat. Katanya, akhir pekan ini ketua RT-nya akan mengumpulkan orang untuk menggeledah rumah itu. Jika benar ada gelandangan yang hidup di sana, itu akan menyelesaikan misteri insiden yang dialami Kennedy (si kucing, bukan presiden). Namun, kurasa itu belum memecahkan misteri hilangnya anak tetangga yang ditemukan di dekat rumah itu, atau bahkan misteri lenyapnya seluruh anggota keluarga pemilik rumah itu pada tahun '80-an.

Karena aku ingin mengabadikan momen ketika si penjahat tertangkap (seperti di Scooby-Doo), aku pun berniat meminjam kamera Giga.

Giga tinggal tak jauh dari rumahku, di elevasi yang lebih tinggi sehingga rumahnya sering disebut Rumah Atas. Ia tinggal bersama ibunya. Ia dua tahun lebih tua dariku, menjadikannya anggota tertua di geng kami. Namun, sama sepertiku, dia masih lajang. Luna berlebihan jika sudah menyuruhku mencari pasangan permanen di usiaku yang sekarang.

Rumah Atas sudah mengalami banyak renovasi baik di luar maupun dalam. Setiap sudut rumah itu kini layak tampil di majalah. Ruang tamunya yang dulu kaku dengan sofa berangka besi yang dilapisi kulit berwarna gelap, kini diisi sofa empuk berlapis kain berwarna netral, seketika membuat ruangan tampak lebih terang. Rak buku besar yang dulu penuh sesak dengan buku usang dan barang-barang yang seharusnya dibuang kini sungguh-sungguh dibuang, digantikan oleh rak minimalis (lagi-lagi berwarna netral) yang hanya memajang sekitar sepuluh buku dan sebuah vas keramik berisi bunga segar yang tiap hari diganti. Sebuah dinding kosong yang luas kini dihiasi lukisan abstrak dengan palet warna mencolok ketimbang warna dinding dan perabotannya. Satu bagian rumah yang dulunya diisi lemari besar dari kayu yang dipernis gelap kini menjadi pojok wahana permainan kucing, karena ibu Giga masih memiliki beberapa kucing.

Giga awalnya hanya iseng menjadi pembuat konten. Dia memulai dengan bermodal kamera iPhone untuk merekam video reaksinya terhadap permainan catur terkini, mengedit video dengan laptop seadanya yang lebih sering hang daripada benar, dan penontonnya paling banter lima puluh orang. Namun, setelah sebuah video reaksi catur yang mendadak viral sewaktu pandemi COVID-19, channel YouTube-nya "meledak".

Sekarang, dia membuat video reaksi dengan kamera profesional, mendapat sponsor, dan pelanggan channel-nya sudah tembus satu juta. Dia mempekerjakan juru kamera dan editor, bahkan mengambil kursus agar dapat membawakan acara dengan lebih menarik dan percaya diri.

Oh, dia juga melakukan make over agar lebih videogenik. Dia menumbuhkan brewok dan menjalani work out rutin. Tubuhnya yang dulu tebal oleh lemak kini tebal oleh otot.

"Lo pikir lo siapa, minjem-minjem kamera ke gue?"

Begitulah hardik Giga saat kutemui di pojok rekamannya. Pojok itu memiliki sofa beledu panjang abu-abu dengan bantal-bantal empuk. Sofa itu menjadi tempatnya menonton video sambil berkomentar untuk membuat konten. Hidupnya tampak begitu mudah sampai rasanya aku ingin mengikuti jejaknya dan menyerah menjadi dokter hewan.

"Menurutku ini content-worthy."

Giga menyilangkan kedua lengannya yang ditato dengan lettering kutipan buku dan motif tribal. "Mentang-mentang kita sepupuan, bukan berarti gue bakal langsung iyain apa kata lo, ya! Omongan lo banyak yang nonsense soalnya."

Aku duduk di salah satu ujung sofa dan memeluk sebuah bantal logo YouTube. Dia belum mempersilakanku duduk sejak tadi.

"Kamu tahu rumah nomor 1 di Jalan Anggrek? Rumah hantu itu?"

Dia menyandarkan kepalanya dengan lesu ke sandaran sofa. "Dari semua yang ada di kota ini, Venus, kenapa harus rumah hantu?"

"Kamu pikir ada hal lain yang lebih menarik?"

EternityWhere stories live. Discover now