29 Herman

181 56 49
                                    

Tidak setiap hari aku mendengar seseorang mengakui hal seganjil cerita Tommy. Tapi dari cerita itu, ada banyak yang bisa disimpulkan. Jika ceritanya benar, maka pembunuhan Jane Doe di rumah hantu terjadi tujuh belas tahun lalu. Waktu yang cukup lama untuk penemuan mayat. Sangat mengherankan jika tidak ada yang pernah menemukannya selama ini, kecuali setiap orang yang menemukannya memilih bersikap seperti Tommy.

Aku tahu maksud Tommy baik, tapi dia creepy. Aku tidak yakin membiarkan Venus menjalin hubungan dengan pria itu langkah yang tepat.

Kalau dipikir-pikir, apakah sikap overprotektif Adam ada hubungannya dengan ini? Adam sering kelihatan bodoh, tapi kadang-kadang feeling-nya sangat kuat seperti cenayang.

Dalam perjalanan pulang, Venus memeluk pinggangku, kepalanya yang memakai helm disandarkan ke punggungku. Dari kecil, dia sudah jadi ratu drama. Meskipun begitu, aku juga kaget mendengar pengakuan Tommy, bahkan jika kata-katanya bisa dipercaya. Jika tidak? Ada teori lain.

Tommy sudah menggunakan rumah itu sebagai tempat mainnya sejak kecil. Kenapa dia memilih main sendirian di rumah kosong menyeramkan itu dan bukannya mencari teman seperti aku? Red flag yang pertama. Dia punya gangguan kepribadian. Dia terus bermain sendirian di sana sampai remaja, dan ketika semburan hormon terlalu kuat untuk diabaikan, dia mulai tertarik pada lawan jenis. Dari sini, jumlah red flag-nya bisa bertambah banyak secara drastis, tapi itu cuma teoriku jika ternyata Tommy berbohong.

Kenyataannya, aku tidak tahu. Jalan pengusutan kasus ini masih panjang. Jika Tommy yang anak mantan pengacara itu benar-benar terlibat, aku tidak yakin penyelidikannya akan mulus.

"Mau mampir dulu di suatu tempat?" tanyaku pada Venus.

*

Ketika aku menawarkan mampir di suatu tempat, kuharap jawabannya warung kopi seperti waktu itu. Atau warung bakso di seberang toko kue Adam yang jahanam enaknya. Nyatanya, Venus malah menunjuk pasar malam yang digelar di pinggir jalan besar. Pasar malam! Kepalaku langsung mau pecah karena mendengar musik berbagai tempo dan genre berebut perhatian dari masing-masing wahana permainan.

Wahana pertama yang kami sambangi adalah tong setan. Oh, nostalgia. Aku ingat sewaktu kecil sering nonton atraksi sepeda di tong setan ini bersama teman-temanku. Setelah terbiasa dengan pusat hiburan masa kini yang overpriced, membayar karcis murah di wahana ini terasa menyegarkan. Sejujurnya, reaksi Venus saat melihat para pesepeda memanjat dinding tong itu yang priceless. Dia berseru dan bertepuk tangan heboh di setiap gerakan nekat yang dilakukan para penampil.

"Belum pernah ke sini?" tanyaku. Dia menggeleng sambil menyeringai lebar.

Dasar anak orang kaya.

Wahana berikutnya yang kami coba adalah rumah hantu. Rasanya ingin menepuk jidat.

"Kamu benar-benar pengin ke rumah hantu?"

"Abang pikir aku bercanda?"

Masalahnya, ketika berada di bangunan kecil yang dihias seseram mungkin sampai terlihat jorok itu, Venus benar-benar ketakutan saat "hantu"nya muncul. Dia menjerit sampai telingaku berdenging. Sebenarnya apa, sih, mau perempuan ini?

Keluar dari rumah hantu, energiku terkuras habis hanya karena mendengar jeritan Venus. Aku membeli minuman kaleng yang kuharap dingin, tapi ternyata cuma basah oleh es yang mencair. Venus membeli permen kapas. Orang ini benar-benar menyukai makanan manis.

Aku ingin bercerita tentang mendiang ayahku yang penggila minuman manis sewaktu muda, tapi tidak ingin merusak mood.

"Sayang sekali, ya, cerita hantu di rumah itu ternyata bohong," ungkap Venus.

Eternityحيث تعيش القصص. اكتشف الآن