28 Venus

146 52 31
                                    

Aku mengacau sejak awal. Dulu Adam membenciku. Dia menghindariku sekuat tenaga. Meskipun demikian, aku selalu berusaha menyusup ke kehidupannya, membuatnya terbiasa dengan kehadiranku, dan sekarang aku terkena getahnya. Dia jadi tidak bisa tanpa aku.

Aku selalu berpikir hubungan kami platonik. Aku memang pernah mencintai Adam sebagai laki-laki, tapi Adam selalu memperlakukanku seperti adik, atau kakak, atau malah pembantu. Aku pernah menciumnya sekali, itu memang benar, tapi Adam tidak membalas ciumanku. Jadi aku tidak pernah lagi berharap dia akan membalas perasaanku.

Tapi kata-kata Luna soal Adam yang tertarik pada khayalanku itu... creepy. Aku di matanya memang hanya berupa gagasan dan imajinasi, kan? Aku tidak pernah berwujud wanita baginya.

Mungkin Adam itu sebenarnya sadis. Aku tidak bisa melangkah jauh-jauh darinya tanpa mendapat intervensi. Pantas saja aku merasa kesepian sekarang.

Kuharap aku cuma berpikir berlebihan tentang Adam, tapi setelah Luna menunjukkan detail cedera yang dialami Kennedy, aku jadi tidak percaya lagi ada pria baik-baik di dunia ini. Bukankah Tommy terlihat seperti pria yang lembut? Bukankah dia sopan? Bukankah dia tampak benar-benar cemas saat baru pertama kali datang ke klinik membawa kucingnya? Bukankah dia tidak tahan melihat tulang-tulang manusia itu?

Kalau ternyata Tommy sendirilah yang mencelakakan Kennedy....

Dialah yang psikopat sebenarnya.

Aku bisa saja tiba-tiba menghilang dari hidupnya, toh kami belum jalan terlalu jauh. Aku bisa menganggapnya sebatas klien menarik lalu melupakannya karena sibuk mengurusi klien lain.

Namun, jika aku lari begitu saja, siapa yang memperjuangkan keadilan untuk si kucing? Sekalipun cerita masa kecil Kennedy itu cuma dibuat-buat oleh Tommy, aku tetap bertanggung jawab untuk menyelamatkannya dari manipulator itu. Aku dokter hewan yang cakap.

Aku memberanikan diri mengirim chat pada Tommy, menanyakan apakah dia lengang malam ini. Aku ingin ke rumahnya dan melihat langsung keadaan Kennedy. Pada kunjungan lalu, aku tidak sempat bertemu kucing itu. Tommy juga tidak pernah menyinggung-nyinggungnya lagi, yang bisa berarti dua kemungkinan: kucing itu sudah mati, atau kucing itu sebenarnya bukan miliknya.

Tapi jika kucing itu bukan miliknya, kenapa dia yang bersikeras mengobatinya ke klinikku?

Semakin dipikirkan, perilaku Tommy semakin ganjil. Aku tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaanku saat ini. Luna bilang aku terlalu banyak bertanya.

Tommy membalas pesanku. Dia bilang malam ini ada sparring di tempat ia biasa berlatih Taekwondo. Jika aku mau datang, aku bisa mampir ke sasana itu.

Taekwondo. Anggap saja dia masih ban putih dan kemampuannya tidak seberapa, tapi jika dibandingkan aku yang tidak punya keahlian fisik apa-apa... aku bisa runyam. Aku harus membawa bodyguard. Giga pilihan ideal karena posturnya tinggi kekar seperti gorila. Sayangnya Giga tidak bisa diganggu gugat jika sedang mengedit video seperti sekarang. Dia sama sekali tidak peduli seandainya aku dibunuh orang semacam Ted Bundy.

Pada akhirnya aku memberanikan diri menghubungi Herman. Terserah saja kalau dia mau memaki-makiku.

*

Herman tidak memaki, untungnya. Wajahnya cemberut, tapi dia datang tepat waktu ke klinik. Dia tidak memakai jaket baunya lagi.

"Sekarang apa lagi masalahnya?" tanyanya agak kesal.

"Aku takut jangan-jangan Tommy pelakunya, Bang," ungkapku.

"Pelaku apa?"

Aku menyuruhnya duduk dulu di sofa ruang tunggu. Ia menjejalkan tangan ke saku celana dan duduk di sofa panjang. Aku sendiri duduk di belakang meja resepsionis.

EternityWo Geschichten leben. Entdecke jetzt