18 Adam

156 52 20
                                    

Berani-beraninya Venus datang ke toko kuenya dengan membawa laki-laki itu.

Adam sedang menata pastri di etalase ketika pintu berayun terbuka dan gadis berkacamata itu muncul. Alih-alih langsung berlari kecil ke stool tempat dia biasa duduk, Venus menahan pintu tetap terbuka dan membiarkan seorang pria masuk. Ia cukup tinggi dan berbadan tegap, berkulit cerah, dan memiliki lesung pipi. Ia terus bertukar senyum sopan dengan Venus.

Mereka tidak menunjukkan gestur mesra, malahan pria itu tampak malu-malu, tapi Adam tahu Venus membawanya ke sini dengan sebuah tujuan.

"Ini Adam, adik iparku," Venus memperkenalkan kedua pria itu saat mendekati etalase. Dia menoleh pada Adam, ekspresinya sulit diartikan, kemudian berkata lagi, "Dam, ini Tommy, tour guide rumah hantu yang kuceritain waktu itu."

Kamu belum pernah menceritakannya, bantah Adam dalam hati.

Tommy mengulurkan tangan pada Adam, dan mereka bersalaman.

"Tommy."

"Adam."

Rahang Adam mengeras sejenak. Ia berusaha meredam pergolakan ganjil di benaknya.

Adam mempersilakan Tommy duduk, dan dengan canggung pria itu meraih sebuah stool. Venus duduk di stool lain di sebelahnya. Jarak mereka tidak terlalu dekat, tapi Adam mengamati kedua tungkai Venus mengarah pada Tommy, yang artinya gadis itu sungguh-sungguh tertarik pada pria yang terlihat culun dan lembut ini.

Kecuali Venus sengaja menampakkan kesan itu padanya.

Ini bukan kali pertama mereka memainkan permainan ini.

"Kamu mau kue apa, Tom? Pilih aja mana yang kamu suka. On the house, iya kan, Dam?"

"On the house dari Hong Kong," tukas Adam.

Venus memanyunkan bibirnya yang dipulas merah segar. Bahkan dengan tingkahnya yang menyebalkan, dia masih bisa terlihat menggemaskan.

"Herman mana? Kalau ada dia biasanya aku bisa dapat traktiran kue."

"Herman... Bang Herman?" tanya Tommy.

Venus terlihat bingung sejenak, seperti melupakan sesuatu. "Um... iya. Bang Herman."

"Dia sering ke sini juga?"

"Iya. Jelek-jelek begitu, dia bisa bantu Adam bikin kue juga." Venus tertawa.

"Berarti abang itu serbabisa, ya?"

"Tapi masih kalah sama dia ini." Venus menyentakkan dagu pada Adam.

Tommy manggut-manggut sambil tersenyum ramah. Adam bertanya-tanya dalam hati apa sebenarnya yang menarik dari pria ini. Tommy jelas-jelas bukan tipe Venus. Venus tidak menyukai pria yang membosankan seperti ini. Sekarang sudah jelas Venus hanya ingin menarik perhatiannya, karena cara yang sudah-sudah tak pernah mempan bagi Adam.

"Nih, mungkin mau cicip danish pastry." Adam menyodorkan nampan kayu berisi beberapa potong pastri terakhir yang belum ditatanya di etalase. Venus terlalu senang untuk menolaknya. Dia mengambil satu kue dengan isian selai blueberry. Tommy mengambil kue dengan isian yang paling minimalis.

Adam tidak yakin ia harus memulai percakapan duluan. Ia menyibukkan diri menata lapisan bawah karpatka di sebuah loyang bundar, menambahkan setumpuk tebal krim, lalu menutupnya dengan lapisan atas kue. Karyawannya pamit pulang. Adam melirik jam berangka Romawi di dinding. Ia berharap Venus segera bosan dan membawa mainan barunya pergi.

"Sudah berapa lama buka toko kuenya, Mas?" tanya Tommy akhirnya.

"Sekitar tiga tahunan," jawab Adam pendek.

EternityDove le storie prendono vita. Scoprilo ora