16 | mengejar sang juragan

11.1K 1.6K 92
                                    


"We are closing three but opening five more in the next year. With the compensation claim submitted, it's still manageable." Igor kelihatan sudah capek jiwa raga saat mengatakannya.

Si kampret Mail sudah bikin honeymoon singkatnya nggak tenang. Lalu begitu balik ke Jakarta dan langsung nggak tidur dua malam demi membuktikan kalau kehilangan tiga outlet nggak bikin Nowness jatuh miskin, masih aja tuh bosnya meragukan data-data yang dia sodorkan.

Cowok itu kemudian menoleh ke Bu Ivanna, lawyer mereka. "Bu, please help me shut him up. If I can't go home on time today, I might get divorced in just a week after getting married."

Bu Ivanna tersenyum tipis, melihat Mail masih mengetuk-ketuk meja dengan dahi berkerut-kerut. "This is the best I can offer. Tapi kalau lo ada pendapat lain, ofc, I'll try to adjust. Sebenernya, yang bikin lo nggak srek di bagian mananya? Bisa-bisa aja gue naikin angkanya, tapi—"

"No, not that." Mail segera menggeleng.

Bu Ivanna ngotot melanjutkan ucapannya, "... you said she's a good friend, and you don't want to lose a friend because of money."

Igor manggut-manggut kesal. "Itulah kenapa gue mending kerja sama yang bukan temen. Kayak gini. You piss me off once again, I'll leave you without a second thought."

"Alah." Leoni yang kebagian jadi notulis berdecak. "Dari dulu lo ngancem-ngancem, tapi masih di sini aja."

Cewek itu kemudian menyikut Mail yang duduk di sebelahnya supaya cepat-cepat membuat keputusan.

"I don't like giving up on those three places." Mail akhirnya mengatakan uneg-unegnya juga, membuatnya segera dilempari tatapan menghujat Igor.

Ilyas yang dari tadi merenung, bersuara, "As I recall, you don't want to get in trouble. Udah jelas-jelas lapaknya Zora bakal dilelang. Mending minta ganti rugi dan cabut sebelum kejadian, kecuali ... sekalian lo beli aja tuh ruko."

Kontan dia dipelototi Igor. "Oh yeah, duit tinggal metik di kebon kopi. Am I right?" Dia lalu bersedekap, menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Geleng-geleng prihatin.

Selepas diitinggalkan berdua saja dengan Mail beberapa saat kemudian, barulah cowok itu bangkit berdiri. "Kalau mau lo beli, silakan. Tapi Nowness nggak ikut-ikutan. We absolutely can't afford that."

~

Oscar membuka sedikit pintu Mail dan mengintip ke dalam.

Melihat semua orang keluar dengan muka masam, sebenarnya dia mau berlagak sakit aja, dan pulang cepat. Tapi Igor keburu memelototinya, memberinya perintah rahasia untuk memastikan otak Mail yang geser supaya segera dikembalikan ke tempat semula.

"Ya mohon maap, eike bukan neurosurgeon, bosku." Cowok itu merepet, sebelum kemudian terpaksa masuk.

Mail menoleh padanya dengan gusar. "Emang Nowness punya gedung di mana? Perasaan semuanya punya gue pribadi."

Sebagai pihak yang jadi tumbal kekesalan semua orang, Oscar cuma bisa tabah. "Tapi ini yang lagi lo tempatin, seinget gue bukan punya lo, tapi punya Nowness."

"Iya, satu ini doang!"

Oscar manggut-manggut saja. "Gue nggak bermaksud jatuhin semangat lo, tapi beli gedung di Jakarta tuh ... for now, that's ridiculously funny. Gue tau, aset liquid lo kalau dikumpulin mungkin masih bisa kebeli salah satunya. Tapi project yang di Bali aja belum kelar, Bos, masih butuh banyak kucuran dana. Yuk, realistis, yuk. Kita udah sepakat untuk nggak ngutang-ngutang lagi demi bisnis. Belum lagi kalau lo jadi married dalam waktu dekat ...."

"Gue nggak pernah bilang gue mau beli itu ruko."

"Heh? Terus?"

"Coba sebutin temen gue yang tajir."

"Nggak cukup tajir buat beli propertinya Zora. You need someone beyond tajir. Seperti Bapak Camer, misalnya."

"Selain itu."

"Bapak Camer via calon bini. Atau Bapak Camer via sahabat yang habis nonjok muka lo?"

Mail memutar bola mata.

"Rachel? But she's going to get married soon, pasti nggak sempet mikirin yang lain-lain." Tapi Oscar iyakan saja permintaan Mail kali ini. "Oke, nanti gue inget-inget lagi, siapa yang potensial. Sekarang mending lo pulang. Tidur. Jangan ngide mau ketemu Zora atau siapapun dulu. RAB Bali lanjut diurus besok pagi aja. Besok malem, kalau cewek lo udah balik, gue booking-in couple spa kalau mau."

"Oz."

"Ya?"

"Lo aja yang ke Bali. Gimana?"

Oscar berdecak. "Kan dari kemarin gue udah menawarkan diri."

"Oke deh. Besok gue ACC pencairannya. Lo aja yang pergi ngecek project-nya kalau gitu. Sekarang pesenin gue tiket ke SG sama cariin taksi."

"Astagfirullah hal adzim ... Buat apa? Besok juga ketemu. Ngapain lo susulin ke sono? Kagak ada capek-capeknya!" Oscar melotot.

"Siapa bilang gue mau nyusulin Trinda?"

"Terus?"

"Zane."

"Right. Might God bless you and your super rich friends."


Astaga. I don't know why I can't even write 1k per chapter :(

Maapin aku ya gais.

Oiya, kalau ada yang tau, tempat buat ngeliat ijo2 seger2 di jkt [dan sekitarnya] di mana ya? Mata w sakit liat beton ama aspal doang tiap hari.

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now