d-17 | they say love is only equal to the pain

7.7K 776 171
                                    

Pemenang voucher Karyakarsa chapter sebelumnya: yul_nda & dwmegi_ 5k; Rfty97 3k




17 | they say love is only equal to the pain



Kalau Trinda pikir dia jadi lebih kuat setelah ditolak dua kali, karena berhasil tidak menangis selama sisa waktu mereka berdua di hotel, lanjut selama perjalanan ke Djuanda, kemudian duduk bersebelahan sejam lebih di pesawat, hingga berpisah di antrean taksi HLP ... maka dugaannya salah. Nyatanya, belum juga tiba di apartemennya di Depok, dia sudah meraung-raung, sampai-sampai bapak supir taksi khawatir dan menyarankan mereka belok ke UGD terdekat, kalau-kalau Trinda butuh pertolongan segera. Soalnya, raungan Trinda persis ibu hamil bukaan lima.

"I thought you went to pursue happiness. Tapi kok dateng-dateng malah nangis?" Wajar Winny bingung mendapati Trinda tiba di unit mereka sambil sesenggukan, soalnya seminggu belakangan Trinda jarang menghubungi, bahkan tidak memberitahu saat akan berangkat ke Malang. "Michelle bilang, lo dapat reward ikut Mas Ismail ke Malang, setelah tiap malem begadang ngerjain laporan magang sampai mimisan."

"Aku ditolak, Win." Trinda mencicit kayak anak tikus di pojokan.

Kening Winny mengerut. Dengan sabar dia hampiri temannya itu meski masih bingung, karena kayaknya kejadian ditolak ini sudah berlalu beberapa minggu yang lalu.

Trinda melanjutkan, "For a second time, within a month."

"Innalillahi. Lo nembak lagi, terus ditolak lagi?" Temannya itu kontan melongo. "Okay, you deserve a good cry."


~


Butuh waktu seminggu bagi Trinda untuk lepas dari kacamata yang dia pakai untuk menyamarkan mata sembab selama pergi kuliah.

Hidupnya kacau sekacau-kacaunya. Kuliah nggak fokus, males makan, males main, males ngapa-ngapain, sampai-sampai keempat sahabatnya repot membuat jadwal piket untuk mengawasinya dua puluh empat jam, karena khawatir Trinda lompat dari balkon kamar.

Bukti kekacauan yang paling nyata adalah, ujian magang baru dia laksanakan menjelang batas akhir, padahal laporan sudah ACC dosen pembimbing di minggu pertama masuk.

Kalau saja Winny dan yang lain nggak begitu sabar memaksanya belajar tiap malam, mungkin Trinda kudu ambil semester pendek karena bisa dipastikan nilainya semester ini nggak ada yang memuaskan.

Beberapa hari pasca ujian, di saat sedang istirahat sore di apartemen dengan Winny dan Theo, Trinda tidak sengaja membuka grup WA keluarga yang heboh—padahal biasanya dia abaikan begitu saja.

Kakak iparnya hamil!

Trinda scrolling layar dengan malas.

Sekeluarga mau cabut ke Jakarta menengok bumil, what the heck? Kan baru enam minggu??

Begitulah kalau orang kurang kerjaan, hobi pergi-pergi berkedok silaturahmi!

"Ikut yuk, Win?" Trinda menendang kaki Winny yang selonjoran di sofa tidak jauh darinya.

Winny menggeleng. "Males, Babe. Gue ikhlas nemenin kalau lo lagi galau sendirian begini. Tapi kumpul keluarga? Bukan acara penting pula? You ask too much, Darling. Cinta gue ke elo nggak sebesar itu."

"Yo!" Ditolak Winny, Trinda ganti menoleh ke Theo—yang lagi mengepang rambut Winny karena gabut. Kontan saja kepala Trinda dilempari bantal sofa oleh Winny.

Dated; Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang