23 | maloe-maloe kocheng

11K 1.7K 294
                                    


God ....

Mail mendesah ketika membuka pintu joglonya dan mendapati seorang bidadari sudah berdiri di hadapan.

Paling lemah dia tuh kalau dihadapkan pada yang cantik-cantik begini. Bawaannya gampang luluh.

"Babe, nanti ada yang lihat, nggak enak," ujarnya, tapi sang pacar kelihatan sangat bertekad.

Nggak menggubris ucapan Mail, Trinda malah nanya, "Udah kelar, meeting-nya?"

"Udah."

"Kalau gitu ayo ngobrol dulu sebentar. Nunggu nyampe Jakarta, kelamaan."

Sekali lagi, Mail mendesah.

Ini kalau nggak sengaja dilihat oleh para Bude, bisa makin runtuh harapan mereka berdua endgame semester depan.

"Ngobrol di mana?" Mengkhianati kekhawatirannya, Mail balik nanya.

Bukannya menjawab, sedetik kemudian Trinda sudah menunduk dan menerobos masuk melewati bawah lengan Mail yang masih memegangi daun pintu.

Dengan pedenya cewek itu langsung mencari tempat duduk di dalam kamar Mail.

"Di sini aja. Aku udah pilihin Mas kamar tamu paling ujung, jadi aman. Nggak bakal ada yang ke sini."

Mail nyebut dalam hati. Terpaksa dia menutup pintu di belakangnya. Kalau nggak ingat lagi berjuang menggapai restu, didatangi sang pacar malam-malam begini ke kamarnya, sudah pasti akan dia manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

"Go ahead.," ucapnya kemudian.

"Duduk dulu sini." Melihat Mail masih berdiri di dekat pintu, Trinda menepuk salah satu dari dua kursi di depan meja teh yang di atasnya masih terdapat laptop Mail yang terbuka, tapi sudah mati layarnya.

Mail menurut saja, kayak bocah.

"Coba Mas bilang, kenapa tadi siang kayak sebel banget sama aku?" Trinda mulai bicara.

Jelas aja alis Mail terangkat tinggi-tinggi mendengar pertanyaan pacarnya itu. "Emang beneran lagi sebel, bukan kayak."

"Oke, oke. Terus sebelnya kenapa?"

"Kenapa?" Astaghfirullah hal adzim. Mail nyebut untuk kesembilan ratus sembilan puluh sembilan kalinya hari ini. "Baru juga sehari yang lalu kita setuju sama syarat ibu kamu buat nunggu kamu lulus dulu sebelum ngomong ke bapak kamu. Eh, kamu main nyelonong ketemu beliau duluan dan nggak merasa bersalah. Jelas aja ibu kamu kecewa. Aku juga kecewa."

Trinda menghela napas panjang. Kesepuluh jemarinya saling bertaut di pangkuan. Kelihatan ... kalem dan sabar? Padahal, kalau ada yang bersabar hari ini, Mail lah orangnya. Trinda mah biang kerok!

"Percaya nggak semisal kubilang aku bukan dateng buat ngomongin itu?" Nada si cewek melembut ketika bertanya lagi.

Mail skeptis. "Terus bapak kamu tau dari mana?"

Trinda mengangkat bahu sedikit. "Intel?"

"Babe!"

"Ya mana aku tahu, Mas? Mungkin Mas Agus keceplosan ngasih tau? Atau ibu ngigo pas tidur? Atau beneran dia punya mata-mata di Jakarta?" Trinda being Trinda ... emang udah paling bener Mail nggak usah menanggapinya dengan serius. Karena bahkan yang kemudian keluar dari bibir sang cewek makin absurd saja. "Coba kamu selidiki rekeningnya Oscar. Ada transferan masuk satu M nggak? Jangan-jangan dia double agent. Dan aku bakal selidiki rekeningnya Winny."

Masih mau bete, tapi Trinda bego banget, bikin Mail kesusahan menahan tawa.

Terpaksa cowok itu mencubit salah satu pipi pacarnya keras-keras untuk melampiaskan kekesalannya. "Beneran kamu ke sini sama sekali nggak ngomong apa-apa?"

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now