29 | at the end of the day ...

10.3K 1.5K 253
                                    

- Mon maap lagi nih, PHP mulu, padahal janji mau tamat minggu kemaren.

- Rate mature cerita ini aku nyalain, bikos ternyata banyak adegan yang tidak sepatutnya dikonsumsi bocil, ya ga sih? 


Mail nggak tahu harus menangis atau tertawa dalam situasi seperti ini. Karena sehati-hati apapun manusia dalam melakukan segala sesuatu, kalau sudah apes mah apes aja.

Masih mending apesnya baru sekarang, bukan belasan tahun lalu saat dia masih ingusan dan mengandalkan nasib hanya dari transferan bulanan bapaknya.

Masih mending juga pasangannya kali ini betul-betul paham dan siap menanggung resiko, bukan yang sok iya di mulut doang demi bisa tidur dengannya.

Yang nggak mending adalah momennya.

Kok ya pas banget, hanya selang beberapa jam setelah Mail fix ditolak Bude Hari! Kenapa nggak kemarin aja coba? Biar sekalian Mail membisikkan kabar bahagia ini ke kuping Bude-Pakde di acara aqiqah cucu pertama, bahwa cucu kedua sudah siap mengantre.

"Kamu nih nangis apa keringetan, sih? Rambut sampe basah semua." Mail menyugar rambut yang menutupi muka pacarnya ke belakang kepala.

Trinda sudah berhenti menangis. Tapi belum bisa move on dari posisi duduknya di atas kloset kamar mandi. Jadilah dengan sabar, dari tadi Mail ikut ngejogrog di karpet di dekatnya, mendengarkan semua keluh-kesahnya.

"Lagi serius, nih Mas!" Trinda menggampar lengan Mail sebagai balasan dari ucapan si cowok tadi.

Selepas fase panik, sekarang cewek itu sudah masuk fase pasrah. Tapi tetap saja, meski pengen jadi ibu di usia muda, membayangkan hamil sambil ngerjain skripsi, plus belum mendapat restu tuh terlalu memusingkan baginya.

"Emang siapa yang bercanda? Ini kepala basah semua sampe belakang, lho." Mail membela diri.

Trinda melotot. "Kan emang abis keramas tadi!"

"Oh, iya, kah?"

"Ck." Trinda menggampar bahu pacarnya sekali lagi, disusul keduanya kemudian tertawa hampir bersamaan.

Ya emang mau gimana lagi, sih? Di-rewind kan nggak bisa. Terus, mau menyesal tuh ntar diketawain janin dalam perut. 'Emak bapak gue bego amat dah! Gimana kalau mereka aja yang di-return?'

"Mas nggak bener pake kondomnya nih pasti!" Trinda menggerutu, mencoba mengingat-ingat di mana letak kesalahan mereka.

Mail balas menjitak keningnya. "Kamu yang minum pilnya skip-skip kali."

"Mana ada?"

"Aku juga nggak mungkin sembarangan kali. Yang pening kalau sampai kebobolan kan bukan cuma kamu doang."

"Ya udah, berarti emang lagi apes aja."

"Ya udah." Tapi buru-buru Mail meletakkan telunjuk di depan bibirnya. "Jangan kenceng-kenceng ngomongnya, Babe. Ntar tuh anak dendam sama kita gara-gara dilabelin 'apes'."

"Ih, jangan nakut-nakutin!"

"Siapa yang nakut-nakutin? Salah satu penyebab anak nggak respek sama ortunya tuh karena sadar mereka nggak diinginkan."

"Emang kita nggak menginginkan?? Kita kan cuma protes dikit karena waktunya nggak tepat."

"Ya tetep aja."

Selanjutnya, Mail dijatuhi banyak pukulan-pukulan lain di lengan sampai kewalahan.

Lagi-lagi dia terpaksa menertawakan diri sendiri.

Dated; Engaged [COMPLETED]Where stories live. Discover now