32 | yang patah ... tumbuh?

13.5K 1.5K 349
                                    

Sebelum baca, tebak dulu kira-kira gimana reaksi Trinda setelah Bude Hari bilang kalo Mael udah bersedia disuruh putus??

Nanges

Ngamokkk

Lompat dari balkon

Yang lain???



Pulang jogging bersama Gunner keesokan paginya, begitu membuka pintu, kuping Mail langsung disambut suara tangisan bayi. Tapi kali ini bukan sekadar halusinasi, melainkan kenyataan. Karena wajah pertama yang dia jumpai di dalam rumah adalah wajah bundar Iis yang mirip dedek-dedek TPA.

"Astaga ... pagi-pagi udah di sini aja." Mail menjitak temannya itu. Melihat ada plester kecil di atas alis kanan, sebagai bukti bahwa kecelakaan yang menimpa Iis tempo hari bukanlah alasan semata. "Bukan dari Jakarta, kan?"

"Dari Jakarta."

Jawaban santai Iis membuat Mail mengernyitkan dahi, lalu sekilas menoleh ke duo Zane dan Ehsan yang lagi sarapan. Masing-masing sudah berkemeja rapi. Sementara Bimo lagi mondar-mandir di teras belakang dengan seorang bayi dalam gendongan.

Tangisan si Saad sudah reda. Memang tuh laki adalah ncus bersertifikasi.

"Segitunya lo pengen cepet-cepet ketemu gue, sampe bela-belain ambil flight Subuh? Anak lo nggak tantrum di pesawat emang?"

"Justru doi kalemnya pas Subuh doang."

Ya, ya, ya. Mail mencopot sepatu dulu dan berganti dengan sandal jepit, menyiapkan sarapan Gunner di foyer biar nggak dekat-dekat Iis, baru kemudian duduk di sebelah temannya itu. "Terus, berangkat sama siapa?" tanyanya menyadari nggak kelihatan ada orang lain lagi.

"Sama ncus. Agus nyusul ntar pulang kerja."

"Baik." Mendengar informasi tidak mengenakkan itu, Mail mengangguk tabah.

Kayaknya, jantungnya memang nggak ditakdirkan untuk santai-santai.

Belum beres urusan putus dengan Trinda, eh, sudah disuruh menghadapi Agus lagi. Buat apa coba? Terakhir mereka berdua ketemu juga Mail kayak ngomong sama tembok, nggak ditanggapi sama sekali!

"Ncus lo di ...?"

"Lagi siapin kamar." Iis menunjuk ke salah satu dari dua pintu kamar di lantai dasar dengan dagu. "Gue pake yang itu, ya? Kamar gue dulu."

"Oke." Mail manggut-manggut lagi. "Ntar biar Ehsan naik, gabung sama yang lain, biar kamar satunya bisa dipake ncus lo. Terus, kalau hari ini mau jalan-jalan ...."

"Udah, lo fokus kerja aja. Project lagi hectic, kan?" Belum juga Mail membuat penawaran, Iis sudah menolak duluan. "Bimo udah bersedia jadi supir gue hari ini kok."

"Bagus, bagus." Cowok itu pun bangkit berdiri. "Gue ke atas dulu, ya. Udah harus di lokasi jam sembilan nih."

Satu jempol Iis teracung.

~

Sore menjelang petang, sepulang kerja, seisi rumah sengaja berombongan pergi. Biar Mail sendirian ketika Agus tiba, katanya.

Sialan, sengaja bikin Mail nervous aja, padahal Mail sudah yakin nggak ada alasan baginya untuk merasa nervous.

Kan, dia dan Trinda bakal putus, sesuai keinginan Agus dan ibunya. Mau apa lagi, sih?

Ya iya, berpisahnya Mail dengan anak perempuan satu-satunya keluarga Prawirodiprodjo itu nggak lantas membuat dosa-dosa Mail bisa dianulir. Dia masih berhutang besar. Tapi, emang nggak bisa menunggu dirinya balik ke Jakarta apa? Segitunya Agus sampai bela-belain nyamper dia ke Bali!

Dated; Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang