21 | curiga tahun depan jadi trilyuner

13K 1.4K 108
                                    


Pasca video call Jumat kemarin, Mail sudah mewanti-wanti diri sendiri supaya nggak lupa menegur Oscar yang mulai kelewat nyepelein kerjaan selama di Bali. Tapi ketika bertemu di kantor Senin pagi, ambisinya itu sudah menguap tak bersisa.

Bukan saja kecebong satu itu sudah dia ampuni. Malah, Mail pakai pasang senyum ramah segala ketika disapa.

"Udah sarapan?" tanya tuh anak, padahal jelas-jelas dia tahu kalau Mail sudah cukup lama berhenti ikut konferensi meja bundar bersama sohib-sohibnya di One Pacific Place, yang artinya jam segini Mail belum sarapan dan belum ngopi. "Mau diorderin apa?"

"Ntar aja."

Mail lanjut berjalan cepat menuju tangga, dan Oscar segera mengikutinya dengan dua cangkir kopi di tangan.

"You know what? Muka lo lebih bersinar dibanding Igor pas balik honeymoon." Oscar yang jelas-jelas juga lagi bersinar-sinar mukanya itu mengejek sembari berusaha agar tidak ketinggalan—karena kaki-kaki panjang si bos bikin tuh orang effortlessly melewati dua anak tangga sekaligus dalam sekali langkah.

Di lain pihak, Mail nggak berniat mengelak.

Emang kenyataan weekend-nya kemarin berjalan menakjubkan, kok. Ya mohon maaf saja kalau Igor kurang beruntung dalam hal satu itu. Nggak ada yang bisa Mail lakukan. Masa iya, Mail mau berinisiatif ngasih Igor les privat?

"Gimana SG? Ada hasil?" Sampai di ruangan Mail, sambil menaruh cangkir Mail ke hadapan pemiliknya, Oscar nanya duluan. Padahal harusnya dia yang report ke Mail perihal hasil surveynya ke Bali kemarin.

"Belum." Mail menghirup long black-nya dalam-dalam, kemudian menyesap dengan khidmat, hingga ... satu alisnya terangkat tinggi-tinggi. "It's a no."

Oscar berdecak. "Bukan buat tester, kali. Ini dikasih orang. Buat konsumsi pribadi."

"Tapi mungkin masih bisa diselametin kalo Aryo yang bikin."

Oscar nggak sakit hati. Udah hampir sepuluh tahun jadi asisten ini tukang kopi. Udah nggak terhitung berapa kali dia bilang Oscar nggak bisa bikin kopi. "Okay, back to business. SG gimana?"

Mail meletakkan kembali cangkirnya ke meja. Tidak berselera. "Bikin keputusan nggak secepet itu kali. Nilainya bukan cuma semilyar-dua milyar."

"Oh ... kirain udah langsung ada kabar bagus. Soalnya muka lo terlalu tenang buat orang yang seminggu kemarin kayak kebakaran jenggot." Oscar menyalakan layar ponsel, mengecek memo. "Hmm, kalau gitu, sementara kita fokus ke project pembukaan baru aja. Igor udah majuin semua timeline ke Q1 tahun depan. Daftar ruko yang bisa lo survey mulai hari ini juga udah ada. Abis ini gue sortir, biar urut dari yang paling potensial."

"Udah? Cepet amat? Kapan dia ngerjainnya?"

"Weekend, maybe? Bela-belain nggak tidur biar nanti libur Nataru bisa tenang, nggak lo gangguin mulu."

"Astaghfirullah, suudzon amat. Kemarin-kemarin pas dia honeymoon juga gue yang dituduh gangguin, padahal nggak sekalipun gue nge-WA atau telpon dia. Cek aja HP gue kalo nggak percaya!"

Oscar cuma mengangkat bahu sementara Mail mulai menyalakan PC.

"Bali gimana?" Akhirnya ganti si Bos yang nanya.

"Yang gue kirim Jumat sore udah lo cek?"

"Udah."

"Ya udah, itu. Aman. Hasil kerjaan tukang rapi seperti biasa, nggak ada kesalahan sampe kudu bongkar ulang segala macem. Paling minggu-minggu depan, kelar pasang atap, baru deh lo kudu ke sana buat ngecek terakhir sebelum mulai finishing."

Dated; Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang