Part 2 - Atap Gedung

117K 2.1K 83
                                    

"Aku udah boleh pergi?"

Phoenix amat gusar. Istirahat usai dua puluh menit yang lalu. Ruangan kantin yang tadinya ramai seperti pasar, kini sudah sepi.

Gadis itu tidak berani membangkang sejak kejadian waktu itu. Tiba-tiba Atlas datang ke kamarnya dan mencekik lehernya.

Setiap kali Phoenix hendak pergi, lebih dahulu minta izin dari Atlas. Phoenix harap-harap cemas, dia terlalu sering mangkir dari kelas.

"Biarin aja sih, Las. Lo nggak kasian sama adik lo?" celetuk Sirius, salah satu teman Atlas.

"Berikan adik lo jadi pacar gue, Las." pinta Nash menyeringai.

Phoenix tidak nyaman dengan teman-teman Atlas. Mereka sering menggodanya, tetapi Atlas bergeming. Cuek saja saudarinya dijadikan bahan ejekan.

Phoenix melirik Rigel. Meskipun dia ikut tertawa, tetapi tidak mengeluarkan celetukan. Sedangkan Atlas hanya berdecak malas.

"Hem," Atlas berdeham singkat.

Phoenix tidak membuang kesempatan itu, segera pergi dari kantin yang hanya di isi keempat laki-laki itu, tentunya selain dari penjaga kantin.

Gadis itu bernapas lega setelah berpisah dari Atlas dan teman-temannya. Koridor sudah sepi, tidak ada lagi yang keluar kelas kecuali di lapangan yang tengah mengikuti mata pelajaran olahraga.

Melangkah buru-buru ke kelas. Phoenix merasa sangat bersalah karena hampir setiap hari terlambat masuk setelah istirahat. Itu semua karena Atlas, memaksanya dengan semena-mena.

"Permisi, Pak."

Phoenix mengetuk pintu kelas, semua mata tertuju padanya. Semua langsung ricuh, memutar bola mata, meringis dan menunjukkan rasa kesal terang-terangan. Aksi Phoenix sangat mengganggu aktivitas belajar mengajar. Semua terganggu.

"Lo dari mana?" Fay memutar badannya ke belakang setelah Phoenix duduk di kursinya. Berbisik penasaran pada Phoenix yang super sibuk.

"Toilet," balas Phoenix juga berbisik-bisik.

"Udah lama masuk!"

"Gue sakit perut."

Fay manggut-manggut, memutar badannya kembali ke depan dan melanjutkan belajar. Phoenix sibuk mengeluarkan peralatan alat tulis, berusaha fokus dan pandangannya lurus ke depan.

Setelah jam pelajaran selesai dan sekolah dibubarkan. Phoenix tidak bersemangat seperti anak-anak lain. Mereka ricuh dan berkumpul, berdiskusi singkat kegiatan pulang sekolah.

Phonix menghela nafas panjang. Pelan-pelan merapikan meja dan memasukkan semua alat tulis ke dalam backpack.

Fay memukul-mukul meja Phoenix untuk menyadarkan gadis itu. "Phoenix, jalan yuk?"

Phoenix mengerucutkan bibir. Dia ingin pergi jalan, tetapi Atlas sudah mengirimkan pesan duluan padanya. Memerintahkan Phoenix segera menemuinya di parkiran.

"Sori banget, Fay! Hari ini gue nggak bisa. Mungkin lain waktu ya?" tolak Phoenix dalam sekali tarikan nafas.

Fay mendesah lesu. Sama seperti Phoenix, namun tidak ditunjukkan. "Yaudah deh."

"Sori ya? Gue duluan!"

Phoenix melambaikan tangan, meninggalkan Fay bergabung dengan teman-temannya yang lain. Phoenix ingin kembali pada hidup normalnya. Pergi bermain bersama Fay setelah pulang sekolah.

Atlas sudah menunggu di mobil. Phoenix masuk dan duduk lesu. Laki-laki itu melirik sekilas, kemudian keluar dari area parkiran.

Phoenix tidak tahu kemana Atlas akan membawanya. Dia sibuk dengan pikirannya. Phoenix juga tidak berani bertanya banyak, kejadian Atlas mencekik lehernya masih menghantui.

STEP BROTHER  [17+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang