Part 33 - Benda Pipih (1)

15.5K 418 8
                                    

Part 33 - Benda Pipih

Phoenix mengenakan jaket untuk membungkus tubuhnya dan juga kepala, ditambah masker dan celana jersey panjang. Jantungnya berdebar-debar, Phoenix akhirnya memberanikan diri membeli alat tes kehamilan di apotek terdekat.

Dia turun dari kamarnya dengan langkah pelan-pelan. Sebelum orang tua mereka pulang, juga sebelum Atlas bangun. Laki-laki itu masih pulas. Sebetulnya dia juga membutuhkan istirahat. Biasanya mereka tidur sampai sore agar malamnya bebas bercinta sampai larut.

Phoenix menyusun rencana pergi sendirian ke apotek. Dia dan Atlas selalu bersama-sama, Phoenix belum berani bercerita pada kekasihnya tersebut.

Mengeluarkan motor matic dari garasi, Phoenix harap-harap cemas, sepanjang jalan pikirannya tidak tenang. Bagaimana cara dia membeli alat pengecekan tersebut?

Phoenix tidak langsung masuk ke apotek, dia memeriksa penampilannya kemudian melangkah ragu-ragu. Penjaga apotek menyapa ramah dan menanyai hendak mencari obat apa.

"Mau beli testpack." jawab Phoenix ragu-ragu.

"Kita ada beberapa merek. Silakan, Ibu mau pilih yang mana?" Penjaga apotek menunjukkan beberapa merek dan menjelaskan secara singkat keunggulannya.

"Mau yang paling akurat, Kak."

"Semua akurat. Tapi ini langsung tertera umur kandungannya udah berapa minggu."

"Mau yang itu aja." Phoenix mengeluarkan uang dan melakukan transaksi tanpa membuka masker dan tutup kepala.

Setelah mengantongi testpack tersebut, Phoenix merasa sangat lega. Sebelum pulang, dia mampir ke minimarket membeli jajanan.

Phoenix juga duduk sambil termenung, merasa sangat was-was. Dia tidak memiliki ide kalau bayi itu benar-benar ada di perutnya. Pasalnya, Phoenix sudah mengecek di internet. Ciri-ciri wanita hamil sama seperti yang dia rasakan beberapa hari ini.

Tiba-tiba kedua netra Phoenix berembun. Dia juga khawatir Atlas sama seperti pacar gadis di ruang UKS tadi siang, menyuruh menggugurkan kandungannya karena belum siap jadi orang tua.

Masalah yang paling berat adalah mereka bersaudara. Phoenix tidak bisa membayangkan bagaiman kecewa dan amarah orang tua mereka. Wajah mereka menari-nari di pikiran Phoenix, tidak luput dengan Nenek Helen.

Mereka tidak mungkin bisa terus bersama. Meskipun keduanya hanya saudara tiri, tetap saja tidak bisa. Dan, tidak seharusnya merajut kasih. Namun, rayuan dan sikap Atlas membuat Phoenix luluh. Sehingga tidak bisa mengakhiri hubungan keduanya.

Phoenix makin pusing. Dia menghabiskan minuman dingin kemasan botol dan bangun dari kursi. Membuang sampah pada tempatnya sebelum mengendarai motor.

Dia langsung pulang, Atlas belum bangun. Phoenix mengurung diri di kamarnya dan membaca pelan-pelan cara menggunakan testpack. Membolak-balikkan benda pipih itu, lalu menumpu dagu pada lipatan kaki. Dia duduk meringkuk di kursi belajar, cemberut tidak berani mengecek.

Tak ingin berlarut-larut dalam kebimbangan. Phoenix menyimpan testpack itu ke dalam laci kemudian turun ke lantai bawah.

Mengecek kulkas hendak memasak makan malam. Tidak lupa mengenakan apron supaya pakaiannya tidak kotor kena cipratan minyak.

Tidak lama kemudian, Atlas juga turun. Bagiannya bersih-bersih rumah. Menyapu dan mengepel bagian yang tidak terjangkau mesin, juga mengelap jendela, vas bunga dan lain-lain.

"Masak apa?"

Atlas memeluk Phoenix dari belakang dan mengecup pipinya.

"Terong balado sama bihun goreng." jawab Phoenix sembari mengiris wortel. Entah mengapa dia ingin makan makanan tersebut.

STEP BROTHER  [17+]Where stories live. Discover now