Chapter 3.13.5

44 9 0
                                    

Kala layar kecil yang sedang bersamanya mati, Kenji mengerti akan dua hal. Status kepemilikan Akira telah kembali kepada Kirika, lalu ....

Jackal mengkhianatinya.

Namun, sepatutnya ia sudah terbiasa, bukan? Sejak kecil ia telah dimanfaatkan sang ayah demi mencapai keberhasilan eksperimennya, sementara ibunya mengingkari janji bertemu di taman di esok hari usai operasinya selesai. Lantas, pemerintah yang di hadapan publik berkata bahwa mereka akan melindunginya juga tak menepati kata-kata mereka, malah kini berbalik melawannya di balik tameng serta benteng yang disediakan Alford.

Sungguh, ia sudah terbiasa menjadi sepah yang telah dibuang kalau manisnya habis. Kepergian Jackal ini pun tidak ada apa-apanya.

Sekadar ia memilih bersandar sembari ia tersenyum samar. Setidaknya ia bisa mendapatkan apa yang ia mau sekarang.

Ya, dia berhasil menjalankan skenario di mana Kirika harus membunuh kekasihnya sendiri. Sebab baginya itu sepadan setelah wanita itu merenggut Ayame dari tangannya.

Kini hanya tinggal menunggu waktu empunya manik delima itu tiba, maka pertunjukan terakhir akan terlaksana. Dia yakin akan begitu mengingat ia tak lagi mendengar suara kehancuran dari luar.

Sejak menyerahkan kepala Akira yang telah dibalut dengan pakaiannya kepada Edward, Kirika memang tak mengeluarkan sepatah kata sama sekali. Dia enggan melakukan kontak mata dengan Silvis sekali pun usai pria tersebut memberikan pertolongan pertama kepada luka-lukanya.

Di lain pihak, kepergiannya yang meninggalkan dingin teramat mengganggu pikiran Silvis. Yah, kapan pula kepalanya yang enggan berlibur dari banyak berpikir hal-hal buruk dalam situasi seperti ini? Konon di area yang mereka pijaki sudah termasuk kawasan aman sekarang, tetap saja keberadaan Kenji di dalam masih meresahkan hatinya.

Anak itu memang tujuan terakhir Kirika.

Sebut ia sinting dengan rencananya, tetapi memang alih-alih mengarahkan pasukannya dengan sejumlah strategi untuk menang, Kenji lebih memilih mengorbankan mereka semua hingga ia tak perlu repot-repot turun tangan secara langsung dalam tujuannya; memusnahkan segelintir populasi negara ini guna menggertak pemerintah.

Kawan atau lawan tak lagi penting di matanya. Jika mereka manusia, tinggal musnah sajalah.

Ditinjau dari situasi saat ini, Kirika bisa saja memerintahkan pasukannya untuk segera mundur guna mengurangi korban. Akan tetapi, ia teringat akan ucapan Akira mengenai 'kunci cadangan', betapa Kirika mengerti bahwa ia tak boleh mengabaikan Kenji begitu saja sekarang.

"Jika memang Akira memegang kendali cadangan, pastilah kendali utama berada di tangan seseorang. Terlihat ia sulit memberikan kepercayaan terhadap orang-orang, pemegang kendali utama itu tak lain dan tak bukan orang itu adalah Kenji sendiri, benar?" Begitu kata Daniel tepat sebelum ia akhirnya keluar dari ruang bawah tanah. "Aku mengenalnya. Dia begitu akrab dengan kendali yang lebih konvensional. Jadi mungkin saat ini ia sedang mengantongi semacam kendali jarak jauh.

"Tentu, itu artinya kendali yang ia pegang justru hanya memiliki jangkauan kecil. Barangkali dia hanya memegang satu bom saja—entah di bawah kaki kita atau di mana pun itu. Namun, ingatlah bahwa dengan begitu dia bisa meratakan tempat dalam radius belasan meter, seperti yang diterangkan Akira. Barangkali cukuplah mengorbankan nyawa-nyawa yang seharusnya selamat saat ini sekali lagi.

"Satu-satunya cara untuk membuatnya berhenti tak lain ialah menghadapinya, Madam. Pun, saya pikir di masa sekarang, Kenji bukan orang yang dengan senang hati bernegosiasi."

Karena itulah usai mengisi kembali segala amunisi sembari beristirahat sejenak hingga mendapatkan kondisi lebih prima, Kirika kembali masuk bersama beberapa prajurit yang bersedia menjaganya. Yah, sejatinya ia membawa mereka atas permintaan Silvis.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ