Chapter 3.14 [2/2]

28 9 0
                                    

Tangan yang berbalut sarung tangan itu terangkat, hendaknya bergerak menyeka darah yang terlanjur menetes-netes dari rahang.

Dua hal yang berlangsung bersamaan sukses membuat Kirika terpana. Ya, ia masih membeku oleh kemampuan manipulasi anggota gerak dari Kenji, lalu ....

Lukanya kini sesakit di kali pertama ia menerima cakaran. Dalam kurun beberapa detik luka Kirika menipis; kulitnya begitu cepat membentuk jaringan baru. Pun, baru ia rasakan bahwa ia tak lagi merasakan nyeri dari luka-luka kecil yang ia terima sewaktu bertarung melawan Akira, jelas membuktikan bahwa serumnya benar-benar mujarab.

Katakanlah begitu untuk saat ini. Karena itu pula Kirika bisa dengan enteng mengendurkan pertahanannya kembali bersamaan dengan Kenji yang menurunkan cakarnya.

"Tampaknya kau menyimpan hadiah dari ayahmu begitu lama, ya." Akhirnya Kirika berkomentar. "Perkembangan yang bagus."

"Terima kasih," tanggap Kenji. "Aku bahkan tidak ingat kalau kau juga tahu apa yang terjadi denganku, tetapi ... yah, aku memang harus mempertahankannya sedikit lebih lama."

Tepatnya, dia tahu sedang berhadapan dengan siapa.

Yah, memang tak perlu lagi membandingkan keunggulannya dengan Alford, bukan? Konon jika bicara soal kebergantungan teknologi serta tenaga kerja yang mumpuni baik dalam robotika serta biogenik tak usah diragukan lagi, Alford-lah pemenangnya.

Bahkan untuk sebagian besar dari persenjataan pasukannya saja ia dapatkan dari pengkhianatan; merupakan bukti bahwa simpanan mendiang ayahnya tidaklah cukup.

Jelas Kenji tak ragu mengerahkan tenaga lebih untuk semua ini.

"Aku memodifikasinya sedikit agar enak dipandang." Maka dengan langkah ringan, Kenji melompat memberikan serangan. Begitu ia menerima tangkisan, enteng pula ia tersenyum samar lalu berbisik, "Omong-omong kau suka?"

"Setidaknya satu lawan satu denganmu jadi lebih menarik ...." Susah payah Kirika mendorong balik serangan sembari ia berujar dengan suara berat, lantas ia empas keras-keras adu bilah yang sedang berlangsung. Demikian itu berhasil membuat Kenji mundur, kembalilah Kirika mengatur posisi kuda-kuda. "Mengesankan."

Dia putar pedangnya, mengubah bentuk menjadi pedang besar sembari melesat cepat memberikan satu tebasan. Sekadar ia belah angin di hadapannya, hampir-hampir ia tercengang dengan itu.

Kenji menghindar dengan kecepatan yang sulit ia jangkau. Pun, bahkan ia tak menemukannya persis di hadapan, juga di kanan dan kiri. Tidaklah mungkin secepat itu si pria muda berpindah ke belakang, karenanya Kirika menengadah.

Ya, ia mendapatinya di sana. Tanpa disadari pun, beberapa bagian celana pria muda itu mengetat. Tak ada sedikit pun basa-basi dari Kenji yang kemudian menerjunkan tendangan.

Cepatlah Kirika mengaktifkan tameng dari tangan kiri. Serangan membuatnya sedikit oleng akibat hantaman keras dari tendangan. Sekali lagi ia mengubah ukuran pedang agar lebih mudah ia ayun, maka ia menyerang lagi.

"Kalau dilihat-lihat tampaknya aku mengerti mengapa ayahku melakukan semua ini padaku." Sembari menghindar dengan lompatan-lompatan ringan tetapi jauh, Kenji bersuara. "Lukamu jelas mulai terlihat menutup sempurna. Hei, apakah Dr. Silvis benar-benar berhasil membuatmu abadi?"

Meski sempat keningnya mengernyit sengit, tetap ia langsungkan segala serangan. Kirika lalu mengayun pedang dari bawah, dengan begitu Kenji melalukan roll ke belakang dan kembali berhenti tepat ia mendarat cukup jauh dari musuhnya.

"Pria hipokrit sesungguhnya, kupikir," sambungnya. Sedikit pun tak terlihat ia kelelahan, justru menikmati kegiatan mengamati Kirika yang mengambil langkah bagai hendak mengitarinya. "Menolak mentah-mentah apa yang hendak ayahku ciptakan; keabadian dan kekuatan untuk mendominasi dunia. Akan tetapi ... kini ia tampak tak mau kalah dan ikut mengorbankan keponakan kesayangannya untuk eksperimen baru.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now