Chapter 1.9.5

176 43 48
                                    

Detik stopwatch bergulir seiring Kirika memulai merakit pistol di atas meja. Tangannya bergerak cepat memasukkan laras ke dalam slider. Selanjutnya, batang pemandu yang sudah terbalut pegas. Segera ia memasang deretan ke bagian bawah pistol, mengokang deretan lengkap dengan pengait yang ia pastikan benar-benar kuat.

Beberapa kali Kirika memastikan pegas di dalam deretan benar-benar bekerja dengan mengokang slider. Segera ia beralih kepada magazen yang sudah terisi penuh oleh peluru.

Setelah memasukkan magazen, Kirika spontan menekan stopwatch meja dan mulai membidik papan sasaran di hadapannya.

Sementara ia mulai menembakkan peluru sampai isi magazen habis, Leon datang menghampiri seraya meraih stopwatch. Manik birunya memandangi angka yang terhenti di sana. Senyum miring terpatri, ia bahkan mulai membatin, Dia pasti tidak akan puas dengan angkanya.

Kirika menurunkan pistol, menoleh kepada Leon yang mulai menyurutkan sedikit senyumnya.

"Enam belas detik," cetus Leon tanpa ditanya.

Benar dugaan batin pria itu. Kirika mendengkus tak puas selagi ia melepas kacamata pelindung.

"Hanya lebih sedetik, Nak. Kau tidak perlu seperfeksionis itu dalam kegiatan bongkar pasang FN-46*," sahut Leon. "Aku mengerti betapa berharganya waktu bagimu. Namun, setidaknya sekarang kau tahu membongkar pasang senjata api semi otomatis dengan cepat."

Sekali lagi Kirika mendengkus. Leon hanya tertawa gemas memandanginya. Tak tahan, ia meraih puncak kepala Kirika dan mengacak rambutnya singkat. Benar saja, Kirika terkadang tak jauh beda dengan Leona yang tak sabaran ketika pelatihan.

"Selanjutnya kita akan mulai dengan senjata laras panjang. Aku berani taruhan kau akan menyukai sniper yang kubawa."

Tanpa berkomentar, Kirika hanya mengekor.

~*~*~*~*~

Kembalinya Leona ke Amerika memang membuat Kirika merasa sedikit bosan. Tidak ada yang berani mengajaknya melatih bela diri setelah ia nyaris mematahkan lengan salah satu bintara. Setidaknya prajurit itu berhasil diselamatkan setelah Leon datang tepat waktu untuk menghentikan latihan bertarung jarak dekat.

Meskipun semua kegiatan pelatihan sungguh membunuh tenaga, hal itu sama sekali tidak meruntuhkan semangat Kirika sebagai salah satu wanita di dalam barisan campuran. Dia memilih untuk mengikuti semua pelatihan, alasannya menghilangkan rasa bosan.

Selain membongkar pasang senjata api—baik yang laras panjang maupun laras pendek—Kirika diajarkan memanah menggunakan busur silang yang dibawa oleh Leon dari kampung halaman. Busur silang yang nampak tua, tetapi kecepatannya dalam menembakkan anak panah tak ikut termakan usia.

Sementara setiap pagi ia harus menjalankan aktivitas lari pagi. Dua hari sekalinya ditambahkan tantangan dengan memikul tas yang berisikan beban hingga lima puluh kilogram sambil mengelilingi lapangan pelatihan di luar ruangan sebanyak dua kali. Diiringi dengan nyanyian penuh teriakan semangat pula.

Walaupun beberapa di antara prajurit melantunkan nada sumbang, sama sekali satu pun di antara mereka yang terganggu dan malah semakin senang melawan lelah.

Seusai makan siang, sejumlah prajurit biasanya akan beristirahat atau bermain adu panco. Permainan itu tidak hanya dimainkan para prajurit pria, tetapi juga wanita di dalam barak. Kadang-kadang Kirika hanya ikut menonton. Jika diajak untuk ikut bermain, maka ia menerima undangan mereka dan akan menolak jika sedang tidak berminat.

Tidak semua penantang yang bisa ia menangkan dengan mudah. Yang mendapat kekalahan seringkali meminta adu ulang.

Sore harinya mereka dibimbing untuk memanjat dinding dan snapling. Leon tak pernah menyarankan orang-orang yang takut ketinggian melakukan hal itu. Namun pada akhirnya rasa penasaran menghilangkan ketakutan bagi mereka yang mengidapnya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now