Chapter 3.2.5

82 22 54
                                    

Di balik pohon rimbun, Kirika benar-benar aman di antara terik yang membakar kulit. Meskipun ia tahu, sesungguhnya ia tak perlu khawatir sebab mendung mulai tampak semakin jelas, mungkin di sinilah tempat persembunyian yang bagus untuk mengeringkan rambut yang sudah ia bersihkan dari telur busuk.

Taman tak lagi seindah ketika musim semi. Tidak banyak bunga-bunga, konon lagi bunga sakura. Mereka sudah utuh rontok lebih dulu, bahkan jauh lebih lama sebelum musim panas datang.

Pada akhirnya Kirika melewatkan kegiatan hanami* untuk kesekian kali. Tapi dia memang tak pernah menghabiskan waktu untuk melakukan hal tersebut, kecuali jika Aronia dan Hardy masih hidup. Mereka selalu mengajaknya piknik di taman setiap pertengahan musim semi. Atau biasanya akan selalu ada acara televisi mengundang dan membayarnya melakukan kegiatan tak penting seperti itu.

Kirika mengembuskan asap rokok, membiarkan mereka mengepul di udara seolah itu mampu membuang pikiran mengenai hal-hal yang tak mungkin terjadi saat ini. Kini yang terjepit di antara dua jarinya merupakan rokok kedua yang sudah habis separuh. Sempat ia melirik kepada puntung pertama yang tersembunyi di lipatan saputangan.

Sesungguhnya dia benar-benar beruntung mengingat di sini merupakan tempat persembunyian yang aman. Hanya saja Kirika harus tetap berwaspada kalau-kalau akan ada yang menumpang lewat entah dari mana, lantas mengadu agar Kirika—sekali lagi dalam hari ini—dijatuhi denda karena telah melanggar larangan merokok.

Namun, entah mengingat ia banyak uang dan merasa enteng saja mengatasi denda itu, dia terus mengembuskan asap; tampak enggan waswas. Setiap kali ia melakukannya, ia selalu memandangi tiap lekukan-lekukan di antara asap yang tercipta tepat sebelum utuh melenyap ditelan udara.

Sepertinya ia lebih menikmati masa-masa seperti ini, ketimbang harus terus-terusan memandang layar ponsel atau monitor. Sudah cukup baginya membaca rumor yang beredar di blog dan beberapa media sosial, baik mengenai dirinya atau Alford Corp. sendiri.

Beredar bermacam teori dari para saksi, bahwa manusia yang membabi buta tanpa perasaan di taman bermain kala itu merupakan salah satu android yang diciptakan oleh Alford Corp., sebagai bentuk pengkhianatan terhadap negara. Mereka juga berpendapat, Kirika tak lagi percaya dengan manusia, lantas lebih memilih menjadikan sebuah android sebagai asisten sekaligus pengawalnya.

Cetusan pertama kurang masuk akal. Jika demikian, mengapa harus Kirika yang dijadikan sasaran? Tak sedikit di antara para penikmat teori konspirasi ini membelanya, lagi mulai berpendapat bahwa itu merupakan seorang alien atau makhluk super yang entah dari mana asalnya. Mulailah mereka membicarakan berapa banyak gaji yang diterima Akira dan mengapa ia ingin direkrut menjadi asisten Kirika.

Sementara itu, terselip beberapa komentar mereka yang enggan menanggapi lebih lanjut. Kebanyakan mereka yang seperti ini lebih memilih menutup mata, sebab bukti konkrit sama sekali tidak ada.

Sesungguhnya, Kirika sama sekali tak tersinggung, lagi tidaklah ia perlu repot-repot mengkhawatirkan gosip. Malah, ia sedikit terhibur setelah membaca semuanya. Meskipun ia tahu, rumor-rumor semacam ini juga berpotensi menjatuhkannya.

Tapi, apa pedulinya? Dia harus tetap berjalan meskipun orang-orang akan berpaling darinya.

Dia tak punya pilihan.

Setetes air menitik, perlahan kawanannya ikut menyusul mengalihkan pikiran Kirika yang kalut. Sedikit tergesa ia mengisap rokok hingga benar-benar kandas; nyaris mencapai puntung. Seusai memastikan rokoknya tertekuk di atas saputangan kala mengembuskan kepulan asap yang tersisa, lantas ia melepas jas sembari bangkit dengan sepasang sepatu yang sengaja ia lepas.

Tetes demi tetes air hujan menghujamnya selagi ia berdiam diri di halaman yang lebih lapang.

Sementara manik delimanya memilih tak berkedip; berharap dalam hati hujan buatan menyiraminya sedikit lebih lama.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now