PART 32

2.8K 27 0
                                    

"Non"

Vina terlonjak kaget saat bibi memanggil sambil menepuk pundaknya.

"Iya, kenapa bi?" jawab Vina.

"Non Vina kenapa melamun? Tadi jari non hampir aja mau keiris pisau" tanya Bi Inem.

Vina langsung melihat kebawah, ternyata benar saja pisau yang ia gunakan untuk memotong sayuran hampir mengenai jarinya sendiri.

"Biar bibi aja yang terusin motongnya ya non, sepertinya non lagi banyak pikiran" ucap bibi.

"Gak usah Bi, biar saya bantu biar cepat selesai masaknya" Vina menolak tawaran bibi.

Bibi hanya mengangguk dan melanjutkan masaknya kembali.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, makanan sudah tertata rapi diatas meja makan. Tak ketinggalan pula secangkir teh panas untuk Bobby dan juga segelas jus jambu untuk dirinya sudah siap saji.

Vina berjalan menuju kamarnya untuk membangunkan Bobby karena hari ini Bobby masuk ke kantor jam 8.

Saat sudah memasuki kamar, Vina melihat Bobby yang masih tertidur pulas dengan posisi sama persis seperti tadi pagi.

Vina berjalan menuju adiknya yang sudah terbangun dengan posisi tengkurap, namun Vina heran kenapa adiknya tidak menangis.

"Astaga dek" gumam Vina sambil menutup mulutnya. Sebenarnya Vina ingin tertawa saat melihat Rudy sedang menghisap jari telunjuk Daddy nya, namun ia menahan tawanya.

Pantas saja Rudy tidak menangis ternyata dia mengira jari telunjuk Bobby adalah empeng yang biasa Vina berikan.

Gerakan kasur saat Vina duduk membuat Rudy menatap ke arah Vina. Wajahnya berubah memerah dan ia pun menghentikan hisapannya di jari telunjuk Bobby.

"Uluh uluh, sini sayang.. kamu mau nenen lagi ya?" ucap Vina sembari menggendong dan menidurkan Rudy di pangkuannya. Ia membuka kancing piyama tidurnya dan mulai menyusui Rudy.

"Dad bangun, ini udah mau jam 8 loh!" panggil Vina sambil menggoyangkan bahu Bobby menggunakan satu tangannya.

Bobby menggeliat dan merentangkan kedua tangannya, kemudian membuka matanya perlahan.

"Hemm pagi-pagi udah disajikan pemandangan yang seger" batin Bobby saat melihat Vina sedang menyusui putra kecilnya.

"Cepetan mandi sana, nanti Daddy telat loh ke kantor!" ucap Vina dengan nada sedikit sewot saat melihat Bobby yang masih bengong sambil memperhatikan dirinya.

"Iya iya ini Daddy mau mandi" Bobby beranjak dari ranjang dan berjalan keluar kamar. Sebab jika ia berlama-lama berada di kamar Vina, pasti yang dibawah juga ikutan bangun.

***

Vina dan ketiga sahabatnya kini sedang berjalan mengelilingi mall untuk sekedar cuci mata. Vina juga sengaja membawa Rudy karena sepertinya Rudy sudah lama tidak keluar rumah dan ia takut Rudy merasa bosan jika berada di rumah terus.

"Eh Vina Sarah, liat deh! Ini tas kesukaan kalian kan? Kalian gak mau beli nih?" tanya Lena sembari meraih tas tersebut.

"Lu suruh dia aja yang beli. Gue gak suka tasnya!" ucap Sarah dengan nada yang jutek.

Lena merasa heran saat mendengar perkataan Sarah yang agak berbeda.

"Yaudah sini biar gue aja yang beli" ucap Vina sambil mengambil alih tas itu dari genggaman Lena.

"Kalian kenapa sih? Perasaan daritadi diam-diaman gitu?" tanya Gita yang juga ikutan heran dengan sikap juteknya Sarah dan juga Vina yang menjadi pendiam.

"Tanya aja sendiri noh dengan si anak durhaka!" jawab Sarah yang masih dengan nada juteknya sambil melirik sinis ke arah Vina.

Vina hanya terdiam mendengar perkataan Sarah yang menyebut dirinya anak durhaka. Merasa tersinggung? Tentu saja Vina merasa tersinggung mendengarnya. Tapi dia memilih untuk diam agar tidak terjadi keributan.

"Gimana kalo kita duduk nyantai dulu yuk di cafe biar lebih enak gitu bicaranya?" saran Lena yang merasa ada yang tidak beres antara Vina dan Sarah.

"Kalian aja sana yang pergi, gue mau pulang!" ucap Sarah sambil membalikkan badannya karena ingin pulang.

Namun baru saja Sarah hendak pergi dari sana, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Vina.

"Kenapa lu nahan gue?" tanya Sarah dengan wajah malas.

"Gue pengen tau apa yang terjadi setelah gue pergi dari rumah sakit? Lu pasti gak bakal marah kaya gini kalo gak terjadi sesuatu disana. Tolong ceritakan semuanya ke gue Sar biar gue tau!" ucap Vina dengan wajah yang memelas.

"Lu masih gak mau ngakuin kalo mereka orangtua kandung lu?" tanya Sarah.

"Gue percaya mereka orangtua kandung gue, tapi gue masih belum bisa nerima mereka aja dalam hidup gue" jawab Vina.

"Apa alasannya coba lu gak bisa nerima mereka sebagai orangtua kandung lu?"

Vina menghela nafasnya pelan agar emosinya tidak terpancing. Sebab sekarang ia menjadi sangat sensitif jika mengingat bahwa dirinya telah dijual oleh orangtuanya.

"Karena mereka udah menjual gue" jawab Vina.

"Menjual? Gini ya Vin, dengerin gue baik-baik! Orangtua lu itu hanya berhutang budi doang, mereka bukan ingin menjual lu ke Tante Anita!" jelas Sarah.

"Ya tapi sama aja Sar! Mereka mendapatkan uang dan tempat tinggal dari Mommy, kemudian mereka membalasnya dengan cara menyerahkan gue kepada Mommy" jawab Vina.

"Iya gue tau perbuatan orangtua lu ini salah besar dan udah nyakitin perasaan lu, tapi lu juga harus ngerti kenapa mereka melakukan hal ini Vin! Orangtua lu itu baik, mereka rela menyerahkan lu karena mereka gak pengen liat Tante Anita sedih karena anaknya meninggal. Dan satu lagi, lu juga harusnya bersyukur bisa ngerasain hidup enak sampai sekarang" ucap Sarah panjang lebar.

"Setiap orangtua bukannya akan melakukan segala cara agar anaknya bisa hidup enak? Itu artinya mereka orangtua yang malas dong? Mereka malas mengurusi anaknya dan lebih memilih untuk menyerahkannya kepada orang lain untuk dihidupi! Sekarang lu mau ngomong apalagi? Semua yang gue ucapin bener kan?" tanya Vina dengan sedikit menantang.

Gigi Sarah sudah bergemutuk menahan amarahnya. Dadanya pun tampak naik turun mendengar ucapan Vina yang sama sekali tidak ada rasa kasian kepada orangtuanya.

"Oke sekarang terserah lu deh! Gue udah capek berdebat dengan lu yang selalu menganggap semua omongan lu itu benar dan orang lain salah! Terakhir, gue cuma mau bilang ke lu kalo Tante Viola alias nyokap lu sekarang sedang sakit karena semalam ia sempat ingin mengakhiri hidupnya tanpa sepengetahuan orang lain!" ucap Sarah dengan nada yang penuh penekanan.

"Gue nyesel kenapa kemaren gue pulang! Kalo kemaren gue masih tetap nemenin Tante Viola disana, mungkin gue bisa menggagalkan aksi nekatnya Tante Viola. Sekarang mereka berdua harus terbaring di rumah sakit dan Tante Viola juga belum sadarkan diri dari kemaren. Mereka pasti sangat berharap lu dateng menjenguk dan menjaga mereka karena mereka gak punya keluarga lagi selain lu anak kandungnya!" sambungnya lagi sambil meneteskan air matanya lalu pergi meninggalkan sahabatnya tanpa berkata apa-apa.

"Sumpah gue gak nyangka ya Vin, ternyata lu bisa setega itu sama orangtua lu sendiri!" ucap Lena yang kini merasa kecewa atas sikapnya Vina.

Vina hanya terdiam sambil terisak pelan. Tubuhnya kini sangat lemas saat mendengar penuturan Sarah bahwa ibunya bisa sampai nekat untuk mengakhiri hidupnya. Vina merasa ini semua adalah salahnya.

"Kalian jangan salahin Vina gitu dong! Gue kalo berada diposisi Vina juga bakal ngelakuin hal yang sama. Menurut gue sangat wajar Vina berbuat seperti itu" ucap Gita yang tidak suka mendengar perkataan Lena dan juga Sarah yang seolah-olah memojokkan Vina.

Lena hanya menatap Gita dengan sinisnya.

BERSAMBUNG

                                     ****

Wasiat Sang MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang