Bab 2 Kesan Pertama dari Sup

8 2 4
                                    

"Ayo, terus! Speed!" Coach Jeffrey memberikan instruksi sambil bertepuk tangan. Arah matanya mengikuti gerak bola.

Abelle berlari sekuat tenaga sambil men dribble bola. Keringatnya mengucur. Ia sedang mencari posisi kosong, namun ia dikepung oleh Bintang. Defense yang dilakukan tangan lincahnya itu membuat Abelle terpaksa menghentikan langkah. Abelle berputar dengan poros satu kaki, alias melakukan teknik pivot.

"Abelle, sini!" Tidak pakai lama, Abelle langsung melempar bolanya ke arah Keisha yang tidak dijaga oleh tim lawan.

Keisha langsung berlari ke arah ring lawan. Bintang juga mengikuti arah perginya bola. Abelle berusaha berlari lebih cepat darinya agar bisa membantu Keisha di depan.

"Oper, Keisha!" Abelle menerima bola yang dilemparkannya.

Satu langkah, dua langkah, lompat, masuk! Teknik lay up Abelle selalu bisa diandalkan.

"Time out!" Bunyi peluit bertiup nyaring. Coach Jeffrey menyuruh kami berkumpul.

"Lumayan. Defense lo udah bagus Bintang, tapi masih bisa dibobol Abelle. Lari lo juga udah tambah cepet, Keisha. Yang lain, kerja bagus." Begitulah Coach Jeffrey, saking akrabnya, ia berbicara gue-lo dengan murid-muridnya, walaupun kebanyakan mereka menganggap hal itu kurang sopan jika berbicara dengan seorang senior. Mukanya yang terawat, tinggi badannya, pesonanya, ditambah kepribadiannya yang sangat chill meskipun sarkas membuat anak didik perempuannya betah berlama-lama latihan dengannya.

Abelle juga sebenarnya mengakui bahwa coach nya itu sangat tampan, tapi Abelle yakin ia sudah punya seseorang yang tidak diketahui anak muridnya. Coach Jeffrey sangat anti membahas kehidupan pribadinya, tapi Abelle yakin dengan satu hal itu. Entah kenapa, sangat yakin saja.

"Thank you, coach," Abelle, Bintang, Keisha, dan yang lain membalas dengan separuh napas masih terengah-engah.

"Besok latihan khusus DBL dimulai lagi, Coach Lea udah selesai cuti. Gue mau cek, siapa yang masih berani masuk DBL?" tanya Coach Jeffrey tegas.

Abelle mengangkat tangannya tinggi. Diikuti Keisha, Celine, Fira, Vania, Tania, Intan, dan Bintang. Coach mengangkat satu alis.

"Wah, gue salah nyebut kalian udah lumayan. Performanya masih jelek, lemah, berantakan, gampang ditembus lawan. Kalian yang mau masuk DBL, latihan tadi sama sekali belom cukup." seru Coach Jeffrey lantang sampai menusuk hati terdalam Abelle dan teman-temannya.

Baru saja dipuji, dua detik kemudian kata-kata indah tadi langsung lenyap.

"Inget, dari delapan orang yang pengen masuk DBL, kalian bakal diseleksi dari performa di latihan khusus. Jadi, persiapkan diri baik-baik, karena mereka yang berhasil melewati setiap tantangan adalah pemenang. Jersey DBL cuma ada lima buat kalian, understand?" lagi-lagi coach berseru lantang untuk membakar semangat mereka.

"Yes, coach!" kali ini balasannya terdengar lebih lantang. Abelle sangat bersemangat untuk ini, dan ia yakin ia bisa merebut posisinya di DBL.

"Ayo tos tim." Coach mengarahkan semua untuk membentuk lingkaran dan menaruh satu tangan di tengah.

"We are?"

"We are The GOAT!" Bara api semangat menyebar dalam diri Abelle setiap kali melakukan tos tim. Teriakan dan sorakan menutup kegiatan ekskul basket dengan sempurna. The Greatest of All Time, itulah mereka.

Setelah itu, Abelle pun berjalan ke kursi tribun penonton untuk mengambil tas nya. Berjarak beberapa tas di sebelahnya, Bintang juga datang dan mengambil tas nya. Ia melirik ke arah Abelle dengan tatapan yang tak bisa ia artikan.

Between Jersey & Macaron (END✓)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ