Bab 4 Macaron Pelangi

7 2 3
                                    

Bel pulang akhirnya berbunyi. Semua orang keluar kelas seperti semut keluar dari sarangnya. Beberapa masih ada yang bercakap-cakap di lorong loker, beberapa yang lainnya bersiap untuk mengikuti ekskul. Tapi hari ini bukanlah hari ekskul untuk Abelle. Dan hari ini bukanlah hari keberuntungan Abelle.

Pada saat jam pelajaran terakhir, Bu Sari, selaku guru matematika, memberitahukan bahwa Abelle harus menemui Pak Abi saat jam pulang. Abelle berpikir ia tak melakukan masalah apa pun akhir-akhir ini.

Oh, bisa jadi dengan Bintang waktu itu. Jangan-jangan ia mengadukan tentang rekor itu kepada wali kelas Abelle.

Abelle menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa hal kecil seperti itu harus diadukan kepada guru.

"Permisi." Abelle membuka pintu dan langsung mencari meja Pak Abi.

Itu dia, Pak Abi langsung melambai ke arah Abelle.

"Abelle, bapak mau ngasih tau beberapa hal."

Abelle terdiam beku karena intonasi serius yang dikeluarkan Pak Abi.

"Ujian akhir semester 'kan tinggal 2 minggu lagi, bapak pengen Abelle fokus untuk belajar dulu. Nilai ujianmu kemaren kebanyakan di bawah rata-rata. Bapak khawatir gimana mau nulis rapor mu nanti. Sebaiknya, kamu izin sama pelatih kamu untuk absen beberapa pertemuan ekskul basket, ya?" Pak Abi mengakhiri kata-katanya dengan helaan napas.

Abelle langsung merasa jatuh saat mendengar penjelasan Pak Abi. Ia paling tidak suka jika ada yang menyinggung soal nilai-nilainya. Abelle sudah berusaha mati-matian, tapi tetap saja nilainya tak berubah. Takdir Abelle memang terbuka di jalan olahraga, bukan di jalan akademis. Abelle sangat tidak setuju perihal absen dari kegiatan ekskulnya itu. Walaupun melelahkan, tapi Abelle sangat menikmati jam ekskulnya.

"Maaf, pak, saya emang gak pinter. Saya sebenernya udah belajar sampe begadang buat ujian kemaren. Tapi saya gak bisa relain jam ekskul saya, tiga minggu lagi saya ada jadwal sparing lawan sekolah sebelah, pak. Bapak mau 'kan saya bawa nama baik sekolah ini?"

Pak Abi mengerjapkan matanya setelah mendengar jawaban Abelle. Ia pun tersenyum dan masih sabar untuk menjawab.

"Iya, bapak ngerti. Tapi sekarang kamu harus fokus dulu buat ujian nanti. Kamu bukannya udah jago basket? Kamu pasti bisa ngejar apa yang ketinggalan di ekskul. Bapak cuma pengen kamu juga bisa banggain orang tuamu dengan nilai ujian yang bagus, itu aja, kok."

"Tapi pak ... Saya nggak bisa ninggalin ekskul karena itu emang udah jalan saya, pak. Saya janji habis ini saya bakal belajar lebih giat. Saya juga mau punya nilai bagus, pak, tapi tolong biarkan saya ngerjain ini dengan cara saya sendiri. Saya akan bagi waktu supaya efektif buat basket dan belajar, saya janji, pak." Susah payah Abelle merangkai kata-kata yang ada di kepalanya, tapi akhirnya terucapkan juga.

Pak Abi menghela napas sekali lagi.

"Bisa saya pegang janjimu itu?" Abelle terkesiap mendengar balasan Pak Abi. Tangannya reflek mengajak wali kelasnya berjabat tangan.

"Bisa, pak. Saya janji." Abelle berusaha meyakinkan dirinya lagi saat mengatakan itu.

Setelah beberapa menit menegangkan di ruang guru, akhirnya Abelle berjalan keluar untuk pulang. Abelle memandangi area sekolah yang masih cukup ramai. Abelle melangkah lunglai keluar gerbang sekolah lalu menuju halte bus.

Abelle melamun sambil melihat langit senja. Sambil menunggu bus datang, ia menggoyangkan kakinya. Nilai sebenarnya tidak begitu berarti di mata Abelle, tapi ia diharuskan untuk mendapatkan nilai bagus. Ia takut akan dimarahi oleh ibunya saat pembagian rapor nanti. Tapi ia tak bisa merelakan kegiatan ekskulnya itu.

Between Jersey & Macaron (END✓)Where stories live. Discover now