Bab 9 Hampir Redup

6 2 4
                                    

Waktu sparing dengan sekolah sebelah tinggal satu minggu lagi. Abelle sudah melalui satu minggu penuh ujian kemarin. Energinya terkuras habis untuk belajar sampai larut malam. Abelle tidak memberitahu kepada siapapun soal obrolannya dengan Pak Abi. Mita yang melihat Abelle tiba-tiba rajin belajar senang-senang saja, dia pun tidak bertanya banyak dan membiarkan anaknya fokus.

Pada saat hari ujian datang, Abelle benar-benar pasrah. Ia mengerjakan ujian sesuai dengan apa yang ia pelajari, dan setelah selesai langsung ia lupakan lagi. Abelle tak tahu lagi apakah pertanyaan yang ia jawab benar atau salah, yang penting ia sudah menjawab semua soalnya.

Abelle berusaha menyingkirkan pikirannya yang masih nyangkut di hari-hari ujian kemarin.

Out!” Coach Jeffrey meniup peluit. Salah satu anggota tim lawan melempar bola dari luar garis lapangan.

Latihan kali ini adalah latihan untuk sparing minggu depan. Tim yang terpilih untuk sparing melawan yang tidak terpilih, sekalian mereka juga latihan kata Coach Jeffrey. Selama Abelle belajar mati-matian untuk ujian, di saat yang sama pula Abelle berlatih keras untuk sparing.

“Bintang! Sini!” Keisha berlari kesana kemari menghindari defense lawan. Begitu pula Abelle, ia berusaha mencari tempat kosong karena Bintang sudah menghentikan larinya, jadi ia tak bisa kemana-mana. Jika sudah berhenti lalu berlari lagi, maka itu akan dikenai pelanggaran travelling. Satu-satunya cara untuk bertahan adalah bertumpu pada satu kaki, alias melakukan teknik pivot.

Bintang melihat Abelle yang tidak bisa ditahan oleh defense lawan karena berlari dengan lincah. Tetapi di saat Bintang melempar bola, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Bugh! Kaki Abelle tersandung kakinya sendiri saat berlari sehingga ia jatuh. Lukanya yang sudah kering beberapa hari lalu kembali tergores.

Di saat itu pula bola terlempar, tapi Abelle tidak bisa bangun dengan cepat karena lukanya mengeluarkan darah.

“Abelle, cepetan itu bolanya!” Bintang berseru. Sayangnya, bola itu dapat dengan mudah diambil lawan karena Abelle tidak bisa berdiri dengan cepat.

“Cepetan bangun, woi!” Seruan Bintang semakin keras.

Bola akhirnya dikuasai tim lawan. Bintang dan anggota tim sparing lainnya pasrah saat melihat bola digiring menuju ring, dan akhirnya mencetak poin. Bintang mendecak kesal.

“Duh, Belle! Kenapa pake jatoh segala, sih?” Ia mendekati Abelle dengan kondisi emosi yang meluap-luap.

Sorry— aduh,” Abelle mengaduh kesakitan. Ia dibantu Keisha berdiri dan berjalan ke pinggir lapangan.

“Kalo jatoh tuh langsung bangun! Kemaren ‘kan kamu bisa nahan lukanya, kenapa sekarang jadi gini, sih?”

“Bintang, tenang. Jangan emosi sama tim sendiri,” tegur coach, ia meniup peluit untuk menghentikan pertandingan sebentar.

“Chelsea, tolong ambil kotak P3K di UKS, obatin di sini aja,” perintah Coach Jeffrey.

Abelle duduk di tribun penonton, memandangi lukanya yang tergores lagi. Sekali lagi, Abelle terjatuh. Mengapa ia menjadi sangat lemah akhir-akhir ini? Apakah selama ini ia tidak memberikan yang terbaik? Padahal Abelle merasa ia sudah bekerja keras untuk pertandingan ini. Ia mengerahkan semua tenaganya demi mimpinya.

Abelle merasa ini bukanlah dirinya. Lemah dan sering terjatuh. Rasa sakit akibat luka yang tergores lagi terasa lebih nyeri dari sebelumnya. Apakah Abelle harus mundur dari pertandingan ini? Sepertinya perkataan Bintang tempo hari benar. Ia ragu bisa membawa pulang piala kemenangan jika kakinya tidak bisa berlari dengan maksimal.

Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang