Bab 26 Biarkan Aku Pergi

10 1 6
                                    

Mita mengucek matanya, ia terlihat seperti menangis. Pertahanan Abelle runtuh seketika. Sedari tadi emosi ibunya mempermainkannya. Apa maksudnya ini? 

“Abelle …” Mita melihat Abelle dengan mata kemerahan, “kalo kamu tetep pengen pergi, artinya kamu harus hidup sendiri di sana, apa kamu bisa?” 

“Bisa. Aku nggak akan sendirian karena ada temen-temenku di sana,” jawab Abelle yakin. 

“Jangan kebiasaan bergantung sama mereka, kamu harus belajar hidup mandiri.”

“Oke, nggak masalah. Aku bisa belajar hidup sendiri.” 

“Kalo gitu Mama nggak akan kirim uang buat kamu.” 

Retak. Suara keyakinan dirinya retak terdengar menggema di hati Abelle. 

Kedua bola mata Abelle membesar mendengar ibunya berkata seperti itu. Mita menaruh telunjuknya di dagu, matanya menatap tajam. Abelle seperti melihat orang lain. Orang di hadapannya ini bukanlah ibunya yang dulu. Ia tampak seperti orang asing yang ingin menculik mimpi Abelle. 

“Maksud Mama apa?”

“Mama pengen liat kamu bisa hidup mandiri dengan bukti usaha. Kalo kamu bisa bertahan di sana selama tiga bulan tanpa uang dari Mama, Mama baru ngakuin kamu.” 

Apa? Apa dia bilang?

“Ma, aku ini masuk sekolah basket, DBL! Aku bakal latihan terus tiap hari! Gimana aku mau cari uang?” seru Abelle dengan suara bergetar. 

“Itu salah kamu dari awal. Kenapa kamu seriusin basket ini? Ada banyak hal yang lebih baik dari basket.” 

Brak!

“MAMA!!” Abelle berteriak seraya menggebrak meja. 

Pertahanannya diserang habis-habisan. Abelle tak percaya ia mendengar kalimat seperti itu dari ibunya sendiri. Jiwanya seolah tertusuk oleh pisau besar nan tajam. Darahnya mengalir deras di hati terdalamnya. Jiwa itu sekarat. 

“Kenapa Mama ngomong kayak gitu?” Kini air mata Abelle tumpah. 

“Ini semua gara-gara ayah kamu. Kenapa dulu dia ngajarin kamu basket? Awalnya Mama anggap biasa aja karena itu cuma main-main. Mama pikir basket cuma sebatas hobi kamu aja. Tapi kenapa kamu malah seriusin? Kenapa nggak cari hal lain yang bisa lebih jamin masa depan kamu?” 

“Ma—”

“Kamu seharusnya bisa jadi lebih dari ini, Abelle.” 

Abelle terdiam. Ia benar-benar hancur. 

Kedua mata Abelle merah dan ia masih sesenggukkan. Dari berdirinya, ia melangkah lunglai menjauhi meja makan. Kedua lututnya lemas hampir tak bisa menopang berat badannya sendiri. Penglihatannya kabur karena air mata menghalanginya. 

"Kali ini Mama bakal ngedidik kamu lebih serius lagi. Kamu harus jadi anak yang mandiri, disiplin, dan tahu apa yang baik buat kamu." 

"Mama ini kenapa sih?! Kenapa Mama ngomong begitu sama aku?" Abelle meninggikan suaranya, kedua tangannya menarik rambutnya kasar. 

"Mama harus tegas supaya kamu nurut. Ini juga buat kebaikan kamu sendiri. Besok kamu ikut Mama ke pameran kampus luar negeri. Mama cariin kampus yang bagus buat kamu di sana." 

Abelle tak mengira ibunya bertindak seperti ini. Ia pikir selama ini ibunya mendukungnya. Lalu apa arti pujian tadi? Hati Abelle hancur dan pecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Jiwanya semakin terluka karena terjatuh di atas kepingan tajam itu. 

Between Jersey & Macaron (END✓)Where stories live. Discover now