Bab 8 Lemparan Bebas

4 1 4
                                    

Abelle berbalik menghadap ke sumber suara. Berdiri seorang laki-laki memakai jersey bernomorkan 27 dan sepatu basket yang mencolok warnanya. Abelle berniat tak menjawabnya karena mereka pasti hanya iseng belaka. Abelle mengajak Keisha dan Celine untuk tetap fokus latihan. 

“Woi! Kalian denger, nggak sih?” Laki-laki itu berseru lagi. Gerombolan temannya ikut menyoraki. 

“Itu siapa sih? Ganggu banget.” Keisha melipat tangan kesal.

“Kamu kenal mereka, Belle?” Abelle menggeleng pada pertanyaan Celine. 

Mereka sangat asing di mata Abelle. Ia baru pertama kali melihat mereka. Seingatnya ia juga tak punya teman laki-laki yang akrab di sekolah lamanya. Abelle mendecakkan lidah pada orang yang terlihat norak itu.

Sorry, emang kita saling kenal?” 

Seketika tawa gerombolan laki-laki di sebrang pecah karena ucapan Abelle. Terdengar ejekan di selingan tawa itu. Keisha dan Celine semakin kesal mendengarnya. Tak kenal, tapi tiba-tiba merendahkan. 

“Kamu nggak tahu Steven yang selalu menang tiap sparing? Gila, kalian ketinggalan banget.” Salah satu dari mereka tertawa mengejek.

Emosi dalam diri Abelle mulai meluap ke permukaan. Ia tak tahan dengan mereka yang hanya bicara omong kosong sedari tadi. Ia mengepalkan tangannya, mengumpulkan kata-kata yang tepat dalam kepalanya, dan menyemburkannya ke arah mereka. 

“Kita nggak kenal kalian, jadi tolong jangan ganggu. Kita cuma mau latihan di sini,” seru Abelle lantang sampai membuat kerumunan itu terdiam. 

Abelle mengambil bola lalu men-dribble nya, kemudian shoot! Masuk. Abelle berlari ke garis tengah lapangan, memantulkan bola beberapa kali, kemudian melesat bagai angin. Ia melancarkan lay up nya. Tapi sayang, bolanya terpeleset beberapa senti sehingga tidak masuk ke dalam ring. Giginya bergemeretak. Ia mencoba lagi dari garis tengah, kemudian berlari membawa bola untuk mengulang lay up nya. 

“Bolanya nggak kena kotak di ring, tuh.” Laki-laki bernomor 27 itu bicara lagi. Komentar menyebalkannya semakin membuat Abelle geram. 

“Bisa nggak urusin urusan kalian sendiri? Nggak usah ikut campur.” Abelle sudah muak dengan omongan laki-laki itu. Kesabarannya menipis, ia mendekat ke pembatas jaring-jaring besi. 

“Wah, dia teriakin Steven.”

“Berani banget bilang gitu ke Steven.”

“Santai, Steven pasti bakal nyerang balik.” 

Pembicaraan teman-temannya terdengar sampai ke telinga Abelle. 

“Aku nggak bermaksud ngritik, tapi presisi lemparanmu masih kurang. Langkah kaki juga belom pas, tapi tenagamu oke lah.” Steven juga mendekat ke pembatas jaring. 

Abelle menatap laki-laki yang sok, norak, dan menyebalkan itu dengan tajam. 

“Maunya apa sih?! Dari tadi ngomentarin orang mulu, som—” 

“Belle, udah, Belle, jangan diladenin.” Celine menahan Abelle yang hendak mencengkram jaring-jaring.

“Jangan emosi sama orang nggak dikenal, Belle. Ribet urusannya nanti.” Keisha berusaha menyeret Abelle menjauh dari dekat orang asing itu. 

“Tapi—” Abelle berusaha melepas genggaman temannya itu. 

“Kasih tunjuk, Steven!”

“Ayo, Steven!” 

Teman-teman Steven bersorak kembali. Abelle menghentikan langkah kakinya yang diseret saat Steven berkata, “ini baru main basket!” 

Steven mengambil posisi di tengah garis setengah lingkaran. Ia mengambil jarak dari ring. Setelah memastikan posisinya pas, Steven mengenakan handuk kecil yang dilempar temannya untuk menutup matanya. Ia memantulkan bola beberapa kali, lalu melakukan lemparan bebas alias free throw

Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang