Bab 11 Kecewa yang Tersembunyi

4 1 3
                                    

Abelle berjalan sambil mengelupas kulit di pinggir kukunya. Ia ketakutan, kakinya gemetar, jantungnya berdegup tak karuan.

Mita baru saja memanggilnya ke kamarnya.

Dengan intonasi yang menyeramkan.

“Abelle?” Mita memanggil sekali lagi dari kamarnya.

“Iya, Ma …” Abelle sampai di depan pintu dengan senyum terpaksa.

“Mama mau ngomong soal uang jajan kamu.”

Petir tak bersuara menyambar di dalam hati Abelle.

“Mulai sekarang, kamu harus manfaatin chef pribadi yang udah Mama rekrut buat kamu. Mama nggak mau kamu jajan sembarangan lagi.”

“Tapi … sekali-kali boleh ‘kan? Kayak seminggu atau dua minggu sekali?” Abelle memohon.

“Abelle, jangan bikin situasi makin rumit.”

“Tapi nanti di sekolah gimana, Ma? ‘Kan aku harus makan siang, mau makan dimana lagi selain beli di kantin?”

“Udah berapa kali Mama bilang? Makanan di situ nggak sehat, cuci piringnya nggak bersih, Mama liat sendiri pas waktu itu ambil rapot.”

“Tapi bukti—”

“Sekarang kamu keliatan baik-baik aja, Abelle. Tapi Mama nggak mau nanti kamu tiba-tiba sakit.” Abelle tersentak mendengar nada bicara ibunya. Mita memijat pelipisnya.

"Please, Ma. Kasih aku kesempatan terakhir. Janji ini jajan ku yang terakhir kali." Abelle memelas.

"Abelle …"

"Tolong, sekali ini aja, Ma. Boleh, 'kan?" Abelle memohon lagi sampai menggenggam tangan ibunya. Ia harus bisa meyakinkan Mita.

"Oke. Ini kesempatan terakhir. Janji sama Mama?" Wajah Abelle langsung berseri saat berhasil membuat ibunya luluh.

"Janji, Ma," jawab Abelle sambil memeluk Mita dan berterimakasih.

Beberapa menit kemudian lengang, sampai tiba-tiba Mita beranjak dari kursinya dan keluar kamar.

Sementara itu Abelle terduduk lemas di atas kasur, merenungi omongan ibunya barusan. Yang penting ia sudah mendapatkan kesempatan terakhirnya. Tapi percakapan yang terdengar sampai ke dalam kamar menarik perhatian Abelle.

“Chef Ryan, saya boleh minta tolong sesuatu?”

“Boleh, Tante,” balas Ryan ramah, ia langsung menghentikan kegiatan memasaknya.

“Saya minta tolong mulai sekarang chef buatin anak saya bekel makan siang. Saya khawatir kalo Abelle jajan terus di warung-warung nggak bersih di kantin sekolahnya itu. Tenang aja, saya pasti tambahin buat chef. Gimana?”

Ryan kaget mendengar perkataan Mita, tapi di saat yang sama matanya juga berbinar-binar.

“Bisa, Tante. Saya akan buatin bekel yang sehat buat Abelle. Terima kasih banyak, Tante,” ucap Ryan antusias.

“Emang bisa diandalkan chef satu ini.” Mita berjabat tangan dengan Ryan sambil tertawa pelan.

Di dalam kamar, Abelle terdiam mendengar percakapan di luar. Kepalanya kosong tak tahu harus bereaksi apa.

***

Abelle terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Hari ini adalah Hari Minggu, Abelle biasa bangun lebih siang jika di hari libur. Sudah dua hari berlalu sejak percakapan ibunya dan Ryan, tapi kata-katanya masih terngiang di kepala Abelle sampai hari ini.

Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang