Bab 13 Untuk yang Terakhir, Sungguh

4 1 8
                                    

“Puas? Udah kenyang?”

Abelle menjawab dengan cengiran.

Abelle telah menghabiskan makanannya, mereka pun berjalan keluar. Tidak ada kata lain yang terlintas di kepala Abelle selain ‘pulang’. Tetapi ia langsung teringat akan keberadaan chef itu. Abelle masih kesal karena omongannya tadi. Ia menjadi tidak mood jika orang yang pertama kali ia lihat saat pulang ke rumah adalah Ryan.

“Woi! Kenapa bengong?” Steven mengibaskan tangan di depan wajah Abelle.

“Eh, nggak …”

“Habis ini kamu pulang?” 

“Iya.” Abelle menjawab pendek.

“Nggak kemana lagi gitu?”

“Ya, pengen, sih. Tapi dari sini ‘kan jauh kemana-mana— eh? Temen-temenmu pada kok nggak ada?” Abelle menunjuk lapangan yang tadi, mendapati tidak ada seorangpun di sana. Steven tampak tidak terkejut.

“Mungkin balik duluan. Mereka emang biasa begitu.” Abelle merespon dengan ber-ohh.

“Ya udah kalo gitu. Makasih traktirannya by the way, aku pu—”

“Gimana kalo aku ajarin free throw sambil merem?”

“Hah?” Abelle hampir mengorek telinganya, takut salah dengar perkataan Steven barusan.

“Ayo! Mumpung lapangan kosong. Siapa tahu kepake pas sparing nanti, ‘kan?” Steven berlari ke lapangan meninggalkan Abelle yang membisu di tempat.

“Nggak usah ngada-ngada deh, mana mungkin aku lempar bola sambil merem di tengah sparing?” Abelle menyusul berlari sambil mengatur napasnya normal kembali.

“Ku kasih tahu, ya. Trik ini alasanku kenapa aku selalu menang tiap sparing.” Abelle tertawa keras mendengarnya. Ia hampir—bukan— ia sama sekali tak percaya dengan menutup mata bisa menghasilkan poin. Hanya pemain kelas dunia profesional saja yang bisa mengatakan itu sambil membusungkan dada.

“Kok aku ragu, ya?” kata Abelle dengan melipat tangan di depan dada.

“Nggak inget pas di lapangan sewa itu?”

“Lagi beruntung itu.”

“Terserah deh mau bilang apa, nih.” Tanpa aba-aba Steven melempar bola basket yang disimpan di pos dekat lapangan ke arah Abelle.

Dug! Karena kuatnya lemparan Steven, bola itu sampai mengeluarkan bunyi saat mendarat di tangan Abelle.

“Santai, kali!”

“Oke, pertama kita belajar free throw dulu. Kamu berdiri di sini,” Steven menyuruh Abelle berdiri di tempat yang ia tunjuk. Dengan malas-malasan Abelle menurutinya.

“Pegang bolanya yang kuat kayak gini, dan harus seimbang. Kaki agak diturunin dikit, dan sesuaiin arah bola ke ring dari matamu.”

Abelle terkejut saat Steven memegang tangannya saat mengajarinya mengarahkan bola ke ring. Tidak, Abelle tidak boleh menjadi kepiting rebus hanya karena ketidaksengajaan sepele ini.

“Sekarang coba lempar, nggak usah merem dulu.”

Abelle mencoba melemparnya sesuai arahan Steven. Ternyata berhasil!

Abelle sendiri terkejut dengan lemparannya.

“Itu bisa,” celetuk Steven.

Dengan semangat Abelle berusaha untuk mencoba lagi. Ia menggunakan instruksi yang tadi diarahkan Steven. Dua kali lemparan dan dua-duanya masuk. Abelle menjerit girang.

Between Jersey & Macaron (END✓)Where stories live. Discover now