BAB : Prologue

5K 190 0
                                    



Seorang lelaki manis dengan balutan piyama berwarna merah hati melekat ditubuhnya, ia meneguk botol wine yang terhitung sudah tiga botol ia habiskan sendiri.


Ia terlihat sangat frustasi dan putus asa, ia kembali menegak wine ditangannya hingga kandas.

Matanya terpejam menikmati setiap butir wine yang mengalir melewati tenggorokannya. Terasa sedikit pahit namun membuatnya ingin minum lagi dan lagi, langit-langit mulutnya terasa seperti api yang berkoar-koar.

Ucapan dari ayahnya terus terngiang-ngiang di kepalanya bagai kaset yang disetel berulang-ulang.

'Ayah sudah memutuskan untuk menjodohkan mu dengan putri dari rekan bisnis ayah. Mau tidak mau kau harus menerimanya, tidak ada bantahan!'

Nueng mengeraskan rahangnya, ia tidak suka dijodohkan! Ia ingin menjalani hidupnya sendiri dan menentukan siapa yang ia pilih.

Lagi dan lagi, ujaran kebencian dan hinaan dari ibunya melintas di kepalanya.

'Tapi aku tidak menyukai wanita! Kalian tahu itu.'

Plak

'Menjijikan! Bagaimana bisa kau menyukai lelaki Nueng? Sungguh memalukan, aku tidak menyangka memiliki putra seorang gay sepertimu.'

'Kami tidak mau tahu, apapun yang terjadi kau tidak bisa membatalkan perjodohan ini! Ini demi bisnis kita Nueng."

"Siallll!" Nueng melempar botol wine nya kelantai, pecahan beling berserakan di lantai kamarnya.

Mengapa orangtuanya selalu menjadikan ia boneka? Mereka selalu menyuruh nya untuk melakukan semua perintah dan keinginan mereka tanpa memikirkan bagaimana kondisinya.

Juga, mengapa orangtuanya tidak menerima orientasi seksual nya?
Apakah menjadi gay itu memalukan? Menurut Nueng cinta itu tidak mengenal gender ataupun kasta, ia menyukai lelaki dan itu adalah keputusannya! Mengapa orangtuanya selalu memikirkan bisnis dan bisnis, tidak pernah sekalipun memikirkan perasaan nya.

"Tuan!"

Nueng menoleh, menatap seorang lelaki yang baru saja memanggilnya dengan senyum lebar. Akhirnya, pria itu datang! Seseorang yang ia tunggu, seseorang yang dapat menaikkan moodnya yang sedang buruk, juga seseorang yang menjadi alasannya untuk tetap hidup.

"Oh Palm. Merindukanku hmm?"

Palm mendekat dan mengecek kondisi tuannya yang terlihat sangat kacau, juga pecahan beling yang berserakan dilantai membuat lelaki itu menghela nafas.

"Mengapa Tuan mabuk lagi?" Palm dengan khawatir menangkup lelaki manis itu, wajahnya memerah karena mabuk.

"Apakah kau mengkhawatirkan ku?" Bukannya menjawab Nueng malah bertanya balik. Matanya menyipit menjadi segaris horizontal, wajahnya memerah bagai kepiting rebus, juga racauan-racauan tak jelas keluar dari mulutnya.

"Tuan sudah mabuk, sepertinya lebih baik bagi Tuan untuk tidur. Saya akan membersihkan pecahan ini." Palm memapah Tuan Nueng dengan hati-hati dan dengan pelan-pelan menidurkan nya di atas ranjang.

Saat mau pergi, tangan Palm dicekal oleh Nueng dan ditarik membuat Palm kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh diatas tuannya.

Palm dengan segera menjauhkan tubuhnya dan bangkit, namun lelaki manis itu kembali menariknya hingga membuatnya kembali berada di posisi nya.

Nueng hanya terkekeh dan tersenyum tanpa dosa. Ia sangat suka seperti ini, berdua dengan Palm dengan jarak sedekat ini membuat perasaan nya menjadi lebih baik.

"Temani aku, aku tidak ingin tidur sendirian."

Palm melepaskan cekalan ditangannya dan bangkit dari tempat nya, "Saya tidak bisa, Tuan."

Nueng hanya memandang Palm dengan sayu, tubuhnya menjadi lemas dan tidak berdaya. Tak berselang lama ia menutup matanya dan terjun ke alam mimpi.

Palm tersenyum tipis kemudian menyelimuti lelaki itu hingga tubuhnya terbalut dengan selimut bulu yang lembut.

Palm memunguti pecahan beling di lantai tersebut dan membersihkannya sampai tidak tersisa satu pun.

Suara dering telepon dari saku nya membuat fokusnya terhenti, dengan segera ia mengangkat panggilan tersebut saat tahu siapa yang menelpon nya.

'Bagaimana keadaannya?'

"Tuan muda mabuk dan sedikit kacau, tapi sekarang dia sudah tidur."

'Baiklah, awasi terus dan jangan biarkan ia dekat dengan pria manapun!'

"Baik Tuan."

Palm menatap sendu lelaki manis itu yang kini telah tertidur dengan pulasnya.

Ia menghampiri ranjang dan menatap wajah tuannya ketika sedang tidur, damai sekali. Palm hendak menyentuh kepalanya namun ia urungkan, ia hanya bisa tersenyum kecil dan mengambil kembali tangannya yang hampir menyentuh tuannya itu.

"Maafkan saya, Tuan."

"Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai pelayan anda."

Ia merasa iba dengan lelaki itu, hidupnya penuh dengan tekanan dan perintah, sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang.
Ia hanya menjalankan tugasnya dan ia tidak boleh sampai melewati batas dari pekerjaannya, meskipun dalam hati ia ingin sekali mendekap lelaki itu dan mengusap punggungnya ketika sedang terpuruk.

Sekali lagi Palm menegaskan pada dirinya sendiri, bahwa ia tidak boleh melewati batas. Tugasnya hanyalah mengawasi Nueng dan menjaganya.

Tidak lebih.


.
.
.
.
.



Boss And Bodyguard [PondPhuwin]Kde žijí příběhy. Začni objevovat