01. Ayah yang Kejam

6.3K 125 0
                                    

"Asmi, kenapa kamu selalu menolak melayani tamu? Kita butuh uang."

Bau asap tembakau segera menyerang indera penciuman Asmi. Gadis malang yang telah ditinggal mati oleh ibu kandungnya. Dia sampai terbatuk. Sebelum kemudian mengambil air untuk minum. Gadis itu, kembali menatap ayah tirinya yang terlihat sangat galau, karena beberapa kali gagal mendapatkan uang.

"Mungkin kita harus cari cara lain, Pak?" jawab gadis itu santai. Berharap Maman mau mengubah pikirannya. Memberikan pilihan lain untuk Asmi.

"Cara apa!? Nggak ada cara lain. Kamu terlalu tua. Iya. Ini gara-gara ibumu yang kelamaan--"

"Pak! Tolong jangan salahkan ibuku, biarkan dia istirahat dengan tenang. Sudah cukup."

"Kalau utang-utang kita belum lunas, mungkin ibumu tidak akan tenang di dalam kuburnya. Paham?!"

Asmi menelan ludahnya. Entah berapa kali dia berdebat dengan lelaki di hadapannya. Lelah sudah. Pria itu selalu mencoba menjual Asmi, tetapi sampai sekarang Asmi belum ingin menyerah.

Diam-diam, gadis itu selalu mengaku memiliki penyakit bawaan yang menular. Sehingga orang yang sempat terpikat kecantikannya, akan mundur perlahan, bahkan membatalkan transaksi dengan ayah tirinya.

"Bapak tahu, ibu saya meninggal karena penyakit yang ... konon merupakan kutukan. Dan saya adalah anaknya. Apa Bapak yakin, tidak apa-apa jika saya menularkan bibit penyakit itu? Yang tidak hanya akan menyerang Bapak, tapi juga keluarga, anak istri, dan semuanya," ucap Asmi pelan tetapi tajam, membuat orang yang berusaha menidurinya bergidik. Sebelum kemudian bertengkar dengan ayah tiri Asmi untuk meminta balik uangnya.

"Apa kamu harus ... Bapak cobain dulu?"

Mata Maman bergerak licik, cepat menyapu semua permukaan kulit Asmi yang dapat dia lihat.

"Kau berani melakukannya, aku akan bunuh diri, Pak. Dan tidak ada keuntungan sedikit pun bagimu selain utang dan aib seumur hidup!" ancamnya tegas.

"Kalau begitu ... bekerja samalah!" bentak Maman sambil memukul permukaan pintu triplek dengan kasar.

"Baik. Tunggu saja."

Sebenarnya, berulang kali Asmi memohon kepada ayah tirinya untuk bekerja saja. Dia masih muda, masih ada kesempatan untuk mencari pekerjaan yang baik. Namun, Maman tahu, bahwa tidak mudah mengumpulkan uang dengan cepat kalau hanya dengan bekerja. Sehingga dia melarangnya.

Maman lebih senang andai anak tirinya mau menjadi penyanyi kampung. Yang akan dilihat banyak orang, dengan begitu, terbuka kesempatan luas baginya untuk dipakai orang dengan harga mahal. Namun sayang, Asmi tidak pandai menyanyi sama sekali. Apalagi kalau disuruh goyang yang menggoda. Memang payah gadis itu.

Berbeda dengan gadis-gadis lain yang memang bersedia masuk ke prostitusi secara sukarela, Asmi sebaliknya. Meski dia tidak dibesarkan dalam ajaran agama yang cukup baik.

Dulu, Asmi memang sempat mengaji sepulang sekolah. Namun, belum sampai pada pelajaran tentang kehidupan. Jika ada satu alasan, mengapa dirinya tidak mau dijadikan pelacur begitu saja adalah: karena dia percaya masih ada hal lain yang bisa dia lakukan. Hanya itu saja.

Sementara teman-teman yang bahkan usianya lebih muda, mereka menikmati hasil dari menjual diri. Mereka kerap saling memamerkan barang-barang dan pakaian baru. Bagi Asmi, semua itu tidaklah menyenangkan hatinya. Barang-barang yang lucu, tetapi didapatkan dengan cara yang tidak lucu sama sekali. Terlalu mahal, jika harus merelakan diri.

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz