48. Menjauh

971 50 2
                                    


48. Menjauh

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Asmi ketika mereka berdua dalam perjalanan.

"Kita pulang ke rumah Pak Haji dulu, ya."

"Hmm, baru kemarin kita ke sana. Masa mau ke sana lagi?" 

"Ya, nggak pa-pa. Mereka kan, seperti orang tua bagimu. Teladan buat kita."

Asmi tidak setuju dengan ide itu. Sebab, saat ini, mereka sedang dirundung masalah. Bagi Asmi, akan lebih baik mereka datang kalau sedang bahagia saja. 

"Kenapa? Kamu nggak mau, Asmi?"

"Pak Tama sepertinya karena kita pergi mendadak dan buru-buru jadi tidak jelas arah dan tujuannya ke mana. Gimana kalau kita ke tempat wisata saja, Pak? Kita sewa kamar untuk beberapa hari."

"Boleh juga. Idemu bagus, Asmi."

Akhirnya, Tama setuju untuk pergi ke tempat wisata di kota sebelah. Setelah sebelumnya memeriksakan keadaan Asmi di sebuah rumah sakit ternama. 

Mereka pergi ke daerah pegunungan yang sejuk dan terkenal karena wisata alamnya. Selain pemandangan yang luar biasa di sana juga ada beberapa titik kunjungan yang patut untuk dikunjungi, seperti pemandian air panas, air terjun, dan masih banyak lagi.

Tama menyewa sebuah villa di area wisata. Tempat itu sangat asri dan bersih. Kamar tidur ada di lantai dua, sedangkan lantai bawah terdapat tempat untuk berkumpul, karaoke, dapur, dan halaman belakang yang terdapat kolam renang di sana.

Sayangnya suasana di sana terlalu dingin dan sejuk untuk berenang bagi Asmi.

"Wah! Gede juga tempatnya, ya." Asmi mengungkapkan kekaguman pada tempat itu. 

"Iya, kamu suka?"

Asmi yang sedang memandangi halaman belakang pun, berbalik menuju Tama yang berdiri di dekat pintu masuk.

"Pak Tama pernah ke sini?" selidiknya sambil menatap curiga.

"Iyaaa, pernah." Tama mengangguk menanggapi pertanyaan itu, serta sikap curiga Asmi.

"Sama siapa? Mbak Mar? Sita? Atau, Aida?"

Tama mengulum senyum, sekarang dia merasa benar-benar telah menggengam hati Asmi. Tepat setelah dia menunjukkan kecemburuannya itu. 

"Hmm, memang kenapa? Apa penting aku dulu pergi dengan siapa?" Sengaja, Tama melempar pertanyaan itu untuk mempermainkan Asmi.

"Ah! Kalau gitu, kita pergi aja dari sini cari tempat lain. Aku nggak mau--" Asmi berhenti bicara ketika melihat suaminya tertawa.

"Pak Tamaaa!"

"Lucu banget, sih, istriku."

"Gak mau, ah! Ayo, kita pergi!" Asmi hendak pergi meninggalkan tempat itu. Ketika dia sadar kalau pergelangan tangannya, dipegang oleh Tama.

"Tunggu, Asmi, jangan marah."

"Hmm!" 

"Aku kan, belum jawab. Kenapa marah dulu? Aku emang pernah ke sini, bersama teman-teman."

"Yakin? Bukan sama istri-istri Pak Tama?"

"Iyaaah, yakin. Aku tadi, cuma ngerjain kamu."

"Dih, tega banget."

"Habisnya kamu lucu kalau ngambek gitu. Bener-bener, seperti bocil."

"Bocil ini bestie-nya Pak Tama!"

"Iya, bestie-nya aku yang paling cantik, dan paling kusayang!" Asmi terdiam sejenak ketika sepasang tangan kekar Tama memeluk dirinya. Asmi merasa nyaman dalam penjagaan suaminya. Tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Where stories live. Discover now