34. Punggung Aida

740 49 2
                                    

Dalam penantiannya yang menyakitkan, Asmi mencoba untuk terus bertahan. Meski waktu itu tidak lama, rasanya bagi Asmi sendiri bagaikan bertahun-tahun lamanya.

Untuk sebuah keperluan, Asmi mendatangi kabin Maryana. Dia ingin menanyakan sesuatu. Maka, usai sholat Subuh, Asmi mendatangi kabin wanita itu.

Namun, langkah kaki Asmi terhenti di beranda kabinnya saat dia melihat dengan jelas kalau Tama keluar dari kabin Aida.

Mereka bertatapan sejenak, dalam keremangan pagi yang gelap di antara lampu-lampu yang bersinar di halaman belakang. Tama berbalik dengan cepat, meninggalkan Asmi yang terdiam mematung untuk masuk ke dalam rumah utama.

Asmi masih merenggangkan bibirnya, berniat untuk menyapa dan memanggil Tama. Namun, pria itu keburu pergi. Meninggalkan lubang yang menganga di hati. Memaksa Asmi, harus kembali ke realita bahwa saat ini, suaminya yang sangat dia sayangi adalah milik Aida. 

"Yaaah, pergi," keluhnya sambil mengusap-usap pundaknya sendiri. Lalu dia pun melanjutkan urusannya.

"Permisi, Mbak Mar." Asmi mengetuk pintu kabin Maryana.

"Ada apa pagi-pagi datang?" kata Maryana ketus setelah membukakan pintu.

"Mbak Mar, Asmi perlu tanya sesuatu."

"Masuklah, Asmi."

Setelah mempersilakan Asmi masuk, Maryana melanjutkan kegiatannya. Wanita itu sibuk merias wajahnya. Asmi menyaksikan sendiri, Maryana mengoleskan serum, lotion, dan entah apa lagi.

"Mbak sambil siap-siap, ya," ucap Maryana.

"Iya, Mbak."

"Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Maryana sambil memijat pelan bagian bawah matanya.

"Eh, begini, Mbak Mar. Apa obat pil yang Mbak Mar kasih bisa berpengaruh pada kesehatan?"

"Ssst! Pelan-pelan," peringat Maryana, "takut kedengeran Tama."

"Oya, maaf."

"Sebenarnya, pengaruhnya malah bagus ke tubuh. Bikin kulit jadi halus dan glowing, Asmi. Ada banyak pil sejenis, tapi Mbak pilih yang mahal untuk adik-adik Mbak tersayang."

"Oh, gitu."

"Kamu sakit?" selidik Maryana yang kini beralih menggunakan krim warna putih ke seluruh wajah dan lehernya.

"Enggak, Mbak."

"Kamu jangan takut, Asmi. Pil itu kan, beda sama suntikan hormon. Jadi, nggak bikin gemuk, atau bikin haid nggak lancar. Semua akan baik-baik aja, kok."

"Iya, Mbak. Gimana kalau aku nggak mau minum itu lagi, Mbak?" 

Asmi sangat penasaran apa kira-kira yang akan terjadi, kalau dirinya menunjukkan sifat membangkang terhadap perintah Maryana. Di luar dugaan, wanita itu melotot, sambil menunjuk-nunjuk muka Asmi.

"Jangan berani-berani!" ucapnya geram.

"Tapi, Mbak …."

"Asmi," panggil Maryana sambil mendekatkan wajahnya, mengintimidasi wanita muda itu, "kamu harusnya cukup bahagia bahwa Tama sangat menyayangimu. Melebihi rasa sayangnya terhadap Denis."

"Denis?"

"Sebelum ada kamu, Tama selalu mengutamakan Denis, melebihi siapa pun. Termasuk Sita dan Aida. Tapi, itu tidak berlaku padamu, kan? Tama mengutamakan dirimu!"

"Aku nggak tahu itu, Mbak."

"Sekarang kamu tahu! Gara-gara kamu, Denis dinomorduakan. Sebentar lagi, mungkin Tama akan menuliskan surat wasiat untuk mewariskan seluruh hartanya untukmu. Jadi …"

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang