29. Satu-satunya Cinta

920 60 0
                                    


Kabin Asmi dengan kabin Sita saling berhadapan. Jadi, Tama hanya harus berjalan menyeberang halaman untuk sampai di sana, sesuai permintaan Asmi.

Tama mengetuk pintu beberapa kali usai menunaikan sholat Maghrib tanpa menunggu dibukakan, pria itu masuk. Seperti kebiasaannya, dia tidak perlu izin untuk masuk ke dalam ruang pribadi para istri. Tama langsung duduk di sofa menunggu. Sepertinya Sita masih di kamar mandi. Membuat Tama memutuskan untuk memeriksanya.

"Sita? Sita?"

Tama memanggil, tanpa mendapatkan jawaban. Tampak Sita sedang berendam di bathtub. Matanya terpejam. Bukan karena dia cuek pada Tama, melainkan karena tertidur.

"Sita," bisik Tama di dekat telinga istrinya itu. Sambil berjaga-jaga kalau-kalau dia terkejut dan malah kepalanya masuk ke dalam air.

"Tama!" 

Panik! Segera saja Sita berusaha bangkit. Namun, Tama mencegahnya.

"Kalem, Sita. Kalem," peringat Tama.

"Maaf, Sita ketiduran."

"Nggak pa-pa, kamu capek. Sekarang, pelan-pelan kamu basuh tubuh, terus cepetan berpakaian, ya. Aku tunggu di luar."

"Baik, Tama."

Sita sama sekali tidak menduga akan kedatangan Tama. Sebab menurutnya, Tama mungkin sedang dimabuk asmara bersama Asmi. Sehingga wajar kalau Tama sedikit melupakan dirinya. Ternyata dugaan itu salah.

"Maaf, Sita nggak tahu kalau Tama mau ke sini. Malah ketiduran."

"Lain kali, jangan sampai ketiduran di kamar mandi, ya, Sita sayang. Nggak baik. Apalagi waktu-waktu maghrib begini."

"Iya."

"Kalau ngantuk, capek, buru-buru aja mandi, terus istirahat di tempat tidur."

Tama menyarankan, sekaligus memberi tahu Sita tentang pentingnya waktu pergantian siang ke malam. Waktu yang sangat penting. 

"Duduk sini." Tama menepuk tempat di sebelahnya. Membuat Sita berjalan menuju sofa, untuk duduk di samping suaminya.

"Baik."

"Sita, terima kasih ya, sudah menjaga Asmi seharian ini. Apa dia merepotkanmu?" 

"Nggak terlalu, meskipun dia banyak nanya." Sita bersikap santai dan blak-blakan seperti adanya dia. Tidak dibuat-buat sama sekali. Berbeda dengan kedua istri Tama yang lain, Maryana dan Aida. 

"Sudah kuduga." 

Tama mengusap-usap kepala Sita dengan lembut. Membuat wanita itu merasa nyaman.

"Apa dia mengadukan sesuatu?" tanya Sita sambil menyandarkan kepalanya pada Tama. 

"Tidak. Dia tidak bilang apa-apa."

"Kau sangat menyukainya, ya?"

"Tentu saja. Kalau tidak, aku tidak akan membawanya pulang, mengajaknya hidup bersama kita."

"Hmmh, ternyata benar." Sita memajukan bibirnya ketika mengatakan itu. Dia masih cemburu dengan bagaimana Tama menyambut kedatangan mereka. Mata pria itu sama sekali tidak lepas dari menatap Asmi.

"Sitaaa, apa harus kukatakan betapa dirimu juga istimewa? Bahkan Asmi yang baru mengenalmu pun sepertinya dia bisa tahu kelebihanmu. Apalagi aku?"

Sita tersenyum, sambil menatap Tama.

Lalu dia berkata, "Boleh. Coba sebutkan apa keistimewaanku?"

"Baiklah, pertama-tama," ucap Tama sambil menaruh telapak tangan Sita di antara telapak tangan miliknya. Menyalurkan kehangatan dari permukaan tangan dan jemari.

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ