35. Kena Mental

718 53 2
                                    


Aida mendorong Asmi dengan kasar, sehingga dia jatuh ke lantai. Asmi sedikit mengerang karena sakit dan kaget. 

"Kamu sengaja, ya?" tuding Aida sambil marah.

Asmi hanya mencoba bersabar, dia tidak ingin amarahnya terpancing. Asmi hanya ingin sedikit memberi pelajaran bagi kakak madunya itu dengan cara yang elegan. Karena itulah, Asmi menahan gejolak amarah di dalam dadanya. Mengusap-usap dada, sambil mengatur napas. 

"Maaf, Kak."

"Sakit tahu!"

Aida sudah berdiri di hadapan Asmi. Rasanya wanita itu ingin sekali menendang Asmi, seperti menendang sebuah penghalang agar keluar dari hidupnya.

"Ya udah kalau gitu, bikinin teh manis, dong," pinta Aida dengan nada yang lebih lembut.

"Ya udah aku buatkan, Kak."

Asmi berjalan ke dapur mini, di bagian belakang kabin Aida. Lalu, dia membuka kabinet dan menemukan koleksi cangkir dan mug milik Aida. 

"Pake mug aja, Asmi!" teriak Aida dari dalam.

Asmi terdiam sejenak. Dari begitu banyak mug yang ada di sana, semuanya tercetak foto Aida dan Tama. Mereka tampak luar biasa bahkan hanya untuk foto di barang pecah belah. Rasanya Asmi malah jadi ingin membanting mug-mug itu. Bikin cemburu saja.

"Asmi?"

"Bentar, Kak, airnya belum mendidih."

Aida tertawa kecil. Dia yakin, kalau Asmi sedang memperhatikan koleksi mugnya. Mungkin juga, setelah ini Asmi akan merengek untuk mencetak fotonya juga di mug, baju, bahkan semua barang yang dia punya.

"Udah, Kak. Ini tehnya. Awas panas."

"Makasih, ya, Asmi."

"Sama-sama."

"Jangan pergi dulu, Asmi. Takutnya aku kenapa-napa."

Bodo amat, batin Asmi. Mau dia kenapa juga Asmi tidak terlalu peduli.

"Kak Aida, nanti malam Pak Tama masih menginap di sini?" 

Asmi mencoba menemukan jawaban itu. Dia sungguh ingin tahu.

"Sayangnya enggak, malam nanti Tama tidur di tempat Sita."

"Oh, gitu."

"Sedih, ya, Asmi," ucap Aida dengan nada yang sendu, "padahal aku ingin selalu bisa bersama Tama. Kalau boleh, sebenarnya aku tidak ingin berbagi dengan siapa pun."

"Iya, Kak."

"Termasuk dengan kamu, Asmi."

Asmi juga merasakan hal yang sama. Kalau bisa, dia juga ingin memiliki Tama seutuhnya. Tanpa harus mempedulikan Aida, Maryana, juga Sita. Dia ingin senantiasa bisa merasakan dilindungi sekaligus disayangi oleh Tama.

"Bisa-bisanya, Tama menikahi orang sepertimu, Asmi. Nggak habis pikir aku. Kamu kan, orang rendahan."

"Apa maksudnya, Kak?" Asmi menatap tajam Aida yang dengan santai melontarkan hinaan pada dirinya.

"Yah, gitulah. Jangan kira aku nggak tahu kalau kamu dari lingkungan prostitusi, Asmi. Aku bahkan tahu, kalau Tama memberikan uang untuk ayahmu. Benar, kan?"

Asmi menelan ludah, apa yang dikatakan Aida tidak sepenuhnya salah. Meskipun, jelas asmi bukanlah bagian dari prostitusi.

"Padahal kami, Asmi, kalau kami tahu. Aku, Mbak Mar, Sita, kami orang baik-baik dan terdidik. Kami orang yang punya moral. Bisa-bisanya selera Tama malah jatuh setelah mengenalmu."

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Where stories live. Discover now