37. Strategi

684 46 0
                                    

"Pak Yan, sudah makan?"

"Sudah juragan."

"Kalau gitu, Pak Yan pulang dulu saja. Biar Asmi nanti pulang bareng saya."

Tama mengatakan itu sambil merangkul Asmi. Wanita muda itu pun berusaha menghindar, sebab dia masih ragu untuk menunjukkan kemesraan di hadapan banyak orang.

"Baik, Gan. Kalau gitu saya langsung pulang saja sekarang."

"Iya."

Tama mengangguk menyetujui usulan Pak Yan. Kemudian dia mengajak Asmi jalan kaki, ke kampung terdekat. 

"Mau ke mana, Pak?"

"Kita masjid ya."

"Siap!" sambut Asmi ceria. Langkah keduanya pun menjadi semakin ringan. Tidak mengapa mereka belum bisa menghabiskan malam bersama. Setidaknya siang hadir sebagai pelipur rindu yang terus menggunung.

Usai melaksanakan sholat, mereka kembali ke kebun untuk melanjutkan pekerjaan. 

"Kalau tahu di kebun seseru ini, Asmi pasti mau ikut dari kemarin."

"Nah, kan aku ajak."

"Iya, juga, Pak. Hehe."

Menatap mata Tama, membuat Asmi semakin kasihan pada pria itu. Orang sebaik dan serajin dia, apakah pantas kalau mendapatkan hal buruk? Dari orang-orang yang dia cinta?

Hari belum beranjak senja, ketika Tama mengajak Asmi pulang. Dia sedang asyik memasukkan sawi-sawi ke dalam karung.

"Ayo kita pulang."

"Kenapa?"

"Takut kamj capek. Ayolah."

"Ya, oke."

Asmi bergegas mengikuti langkah Kaki Tama yang berada beberapa meter di depannya. Memang benar, Asmi capek. Tapi bekerja di kebun bersama orang lain sangat menyenangkan.

"Padahal lagi asyik."

"Kapan-kapan lagi."

Sengaja Tama mengajak Asmi pulang lebih awal sebab, dia ingin menunjukkan betapa menakjubkan pemandangan yang mereka lalui.

"Enak kan, tinggal di pedesaan, Asmi?"

"Iya, Pak. Sekarang aku mengerti."

"Selagi masih bisa kita nikmati Asmi, pemandangan indah di pedesaan ini. Aku akan senang jika menikmatinya bersamamu."

"Iya, Pak."

Angin menerpa wajah Asmi lembut, sementara Tama fokus mengemudikan Wrangler Rubicon, salah satu mobil favoritnya. 

"Sejuk, Pak."

"Awas masuk angin! Haha!"

Mereka berbagi tawa bersama dalam perjalanan. Meski sama-sama tahu, ada segudang masalah yang menunggu di rumah. Bahkan ketika mendekati rumah, perut Asmi tiba-tiba terasa mulas. Senyum di wajahnya pun surut.

Perlahan mobil yang Tama kendarai masuk ke pelataran. Mendekati rumah megah yang telah lama dia tinggali.

"Kita … sampai," ucap Tama lemah.

"Yah. Ayo."

Mereka turun lalu memasuki rumah melalui pintu yang menghubungkan dapur dengan garasi.

"Itu dia Asmi," ucap Aida yang sedang duduk di dekat meja makan. Sepertinya, dia memang menunggu kepulangan Asmi. 

"Tama," sapa Maryana ramah. Disusul dengan sambutan dari Aida.

INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Where stories live. Discover now