09. Pemimpin

1.1K 72 0
                                    


"Para pedagang itu, baik-baik ya, Pak. Mereka mau ngasih kita makanan sebanyak ini." Asmi mengungkapkan kekagumannya ketika mereka hampir sampai di rumah.


"Iya."


"Sepertinya, Bapak orang terhormat di desa ini. Semua orang suka menyapa Bapak."


"Apa kamu pikir begitu?"


"Aku penasaran, apa sebenarnya pekerjaan Bapak? Rumah Bapak juga sangat besar dan bagus. Malah mungkin paling bagus di desa ini."


"Ada-ada saja, Asmi!"


Mereka telah sampai di halaman. Pak Yan sedang mencuci mobil, bermaksud akan membantu membawakan barang bawaan. Namun, Tama menolaknya.


"Tidak usah, Pak Yan."


"Baik, kalau gitu, Juragan."


Asmi mengikuti Tama masuk ke dalam rumah. Pria itu lalu berjalan ke arah meja makan, dan menaruh semua yang dia bawa di atas meja itu.


"Asmi, kamu makanlah ini, bilang para pelayan untuk makan juga."


"Baik, Pak. Bapak mau ke mana?"


"Ah, saya akan berada di ruang kerja sebentar."


Asmi memandang punggung Tama ketika pria itu berlalu. Kenapa dia merasa aneh? Asmi merasa betah bersama Tama, dan enggan berpisah dengan pria itu. Padahal, dia hanya pamit untuk ke ruang kerjanya.


"Hih! Bukan-bukan!" Asmi menampar pelan pipinya sendiri.


Dia mengakuinya, perasaan itu. Tapi bagi Asmi, itu wajar. Sebab, dia ada di tempat baru dan di tempat yang sangat asing itu, yang dia kenal hanyalah Tama. Setidaknya hanya pria itu dan Pak Yan yang sudah duluan bertemu dengannya.


Ada pelayan yang sedang membersihkan kaca di dekat dapur. Asmi memanggilnya.


"Mbak, sini deh."


"Iya, Neng."


"Di mana saya bisa mencuci pakaian?"


"Eh? Neng mau ke tempat cuci? Nanti di sana ada Mbak Rumi yang akan cuci baju. Biar dia saja."


"Iya. Di mana tempat cucinya?"


INSYAALLAH, SUAMIMU JODOHKU (TAMAT)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ