24
"Yara ikut."
Jaemin menjauhkan tangannya dari perut Mark, membiarkan Yara duduk menyelip diantara keduanya. Jaemin tersenyum, memeluk tubuh Mark sekaligus tubuh Yara.
"Apa yang sudah terjadi pada kalian?" tanya Mark, dia mengusap rambut Jaemin lembut.
"Banyak." jawab Jaemin dan Yara kompak.
"Semuanya menyenangkan. Yara suka!" lanjut Yara senang. Dia memejamkan matanya. Selama beberapa hari, Yara kurang tidur. Membuatnya mudah lelah. "Tapi, Yara suka Papa bangun. Mama juga baik-baik saja."
Jaemin mengusap rambutnya, membuat Yara semakin terlelap. Jatuh ke alam mimpi pun tidak memerlukan waktu lama.
Setelah membaringkan Yara, Mark mengajak Jaemin untuk keluar. Duduk di kursi balkon. Jaemin menarik selimut, menyelimuti tubuh Yara lalu berjalan mengikuti Mark.
"Mark, kau harus mencari tetua baru."
"Tidak perlu. Lagi pula, sebelumnya juga mereka tidak terlalu diperlukan."
Jaemin duduk di sebelahnya, kedua kakinya menopang di paha kiri Mark. "Mark, benar 'kan kau sudah baik-baik saja? Aku takut ini berefek." Jaemin menatapnya, wajah Mark masih sedikit pucat.
Mark tersenyum, dia mengusap lutut Jaemin. "Aku hanya lelah karena terus berbaring. Setelah beberapa hari, aku pasti akan baik-baik saja." jawabnya, "Jadi, jangan khawatir lagi. Aku tidak suka."
"Bagaimana aku tidak khawatir!? Kau hampir meregang nyawa kemarin. Untungnya Selene berbaik hati untuk tetap mempertahankanmu."
Mark terkekeh, "Ngomong-ngomong, kemarin aku mendengar semuanya. Hanya saja, aku tidak bisa melakukan apapun. Aku dan Syven entah kenapa bisa berada di lapangan dengan satu pohon. Kami bertengkar di sana."
Sekarang giliran Jaemin yang tertawa, "Aku membayangkannya." balasnya, "Apa Syven mengumpatimu?"
"Tentu saja. Dia terus saja mengumpat untukku dan berbicara sinis. Dia seperti tidak suka padaku." jawab Mark, dia menggerutu. Mengingat kembali pertemuannya di padang ilalang dengan satu pohon tempat mereka berteduh. "Tapi aku kasihan padanya. Ada banyak luka di lehernya. Pasti itu saat Jeno memberikan sihir."
Jaemin mengernyit, "Aku jadi ingat, sebenarnya awal mula kau terkena sihir itu bagaimana?"
Mark menatapnya, mengingat kejadian seminggu lalu—atau mungkin lebih. "Saat itu, aku sedang bekerja seperti biasa. Jeno tiba-tiba mengantarkan teh, awalnya aku menolak tapi Jeno memaksa. Jadilah aku minum. Lalu entah. Aku lupa."
Jaemin mendengus, "Kau tau, kau hampir melakukan itu kalau Hendery tidak datang."
"Sungguh?!" Mark membulat, menatap Jaemin tidak percaya. "Aku hanya ingat, kepalaku sangat sakit. Dan saat mencium pheromonemu, itu jauh lebih baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
CRESCENT (MOON) ✔
FantasyCrescent moon. Saat bulan sabit muncul, semuanya berubah. Cinta dan takdir seolah mempermainkan mereka. Jaemin hanya butuh satu alasan agar dia menerima Mark sebagai matenya. Karena sebenarnya, mate seolah tidak ada harganya. "Jangan sampai aku meny...