13. Dianggap Mati?

108K 9.3K 2.3K
                                    

ANYEONG

AKU UPDATE LAGI

KALIAN BACA INI JAM BERAPA?

JANGAN LUPA FOLLOW IG AKU SAMA RP YA❤

JANGAN LUPA FOLLOW IG AKU SAMA RP YA❤

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

******

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


******

"Permisi..."

Mahen dan Safira sontak langsung membalikkan badan, saat melihat Dokter Rizal yang memasuki ruangan.

"Maaf saya menganggu. Saya hanya ingin mengecek kondisi Safira," ucap Dokter Rizal tersenyum ramah pada mereka.

Mahen pun mengangguk, sambil beranjak berdiri. "Saya perlu keluar, Dok?"

"Tidak perlu. Saya cuma sebentar kok," ucap Dokter Rizal, lalu berjalan mendekati Safira. Dia mengecek detak jantung, denyut nadi, serta cairan infusan gadis itu.

Setelah selesai mengecek semuanya, Dokter Rizal lalu menatap Safira. "Kondisi kamu sudah stabil. Semuanya normal."

"Makasih Dok," ucap Safira dengan senyuman manisnya.

"Sama-sama," balas Dokter Rizal. Beliau kemudian beralih menatap cowok asing yang belum pernah dia lihat selama pengobatan Safira. "Apa karena kehadiran kamu, Safira jadi membaik?"

Mahen yang mendapat pertanyaan itu, jadi terperangah. Kemudian dia melirik ke arah Safira dengan bingung.

"Emang rasa rindu, bisa jadi obat ya Dok?" tanya Safira.

Dokter Rizal kembali menatap Safira, dan menjawab, "Bisa dong, Safira. Hal-hal yang membuat seseorang bahagia, bisa menjadi obat dari segala penyakit."

Safira pun manggut-manggut paham. Dia lalu menatap Mahen. "Makasih ya Mahen, udah jadi obat buat aku."

Mahen yang masih kebingungan, hanya menanggapinya dengan senyuman tipis.

"Terus jadi obat buat Safira ya? Dia butuh kamu," ucap Dokter Rizal menepuk-nepuk bahu Mahen.

MAHEN ALGRAFAWhere stories live. Discover now