Extra Part I 2

855 83 8
                                    

3000++ kata

Bacanya pelan-pelan aja, ya....

Coba drop emot buat chapter ini🙌🏻

Jangan lupa untuk Vote & Comment. Oke?!






Tidak benar-benar ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Kalau saya dipertemukan dengan Yura, itu memang sudah takdirnya. Dan saya percaya itu.

Dan akhirnya, malam ini kami dipertemukan oleh jalan takdir. Takdir yang saya belum tahu bagaimana ujungnya nanti.

Dia mengalihkan tatapanya dari saya ke pada laki-laki disebelahnya. Setelah berbisik yang entah apa itu dia melenggang pergi dengan langkah kakinya yang dipercepat.

Saya yang akan berjalan ke arah pintu membelokkan arah mengikuti kemana dia pergi. Tangan saya gemetar, begitu ingin menatiknya ke dalam pelukan saya. Bibir saya tidak bisa untuk tidak tersenyum karena setelah sekian lama saya hanya bisa mengingat wajahnya melalui foto yang dulu saya ambil diam-diam, kini saya bisa memuaskan rasa rindu saya dengan menatapnya secara langsung.

Dia masuk ke dalam salah satu ruangan yang saya rasa itu adalah toilet. Terlihat buru-buru, bahkan pintunya saja tidak ditutup. Saya memeprcepat langkah menyusulnya.

Huek! Huek! Huek!

Langkah saya memelan saat mendekati pintu toilet. Di ambang pintu, saya melihat dia sedang menunduk di wastafel. Memegang rambutnya menggunakan sebelah tangan, sementara tangaan yang satunya bertumpu dipinggiran wastafel.

Saya hanya bisa berdiri termangu melihatnya seperti itu. Dia kenapa? Pikiran-pikiran yang tidak saya inginkan tiba-tiba saja terlintas dibenak saya. Apa mungkin? Apa mungkin dia?

Sibuk dengan pikiran saya sendiri, saya sampai tidak menyadari kalau ternyata dia sekarang sedang menghadap ke arah saya. Awalnya ia terlihat terkejut, tapi secepatnya ia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

Saat dia hendak melewati saya begitu saja, saya menahan tanganya.

Kami berdua berdiri di depan pintu pintu kamar mandi. Dia melepaskan tanganya yang saya pegang lalu mundur beberapa langkah. Tidak ada raut kebahagiaan diwajahnya. Atau, dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa selain terkejut tadi.

"Apa kabar?" Entahlah, dari sekian banyak pertanyaan di kepala saya hanya itu yang bisa terucap. Dengan rakus, saya menelusuri setiap lekuk pahatan wajah yang sama sekali tidak berubah sejak kami terakhir kali bertemu itu. Menyimpanya baik-baik dalam memori saya.

"Aku baik." Jawabnya begitu singkat. Apa dia tidak mau menjelaskan sesuatu? Atau menanyakan bagaiaman kabar saya setelah dia tinggal selama itu?

Saya mengulum bibir saya sebelum kembali berucap. "Ra-" tapi, sebelum meneyelesaikan kalimat saya, laki-laki yang tadi duduk disebelah Yura datang. Mengintrupsi pembicaraan kami.

"Yura, you okay?" Tanyanya pada Yura. Dan sayangnya, Yura lebih mendekatkan tubuhnya pada laki-laki itu. Laki-laki yang mememakai kemeja putih dilapisi tuxedo hitam sempat melayangkan tatapanya pada saya.

"Aku mau pulang." Ujar Yura kepada laki-laki itu.

"Okay, kita pulang sekarang." Laki-laki itu melepaskan tuxedonya dan memakaikannya untuk menutupi pundak Yura yang terbuka.

Dia merangkul Yura-membawanya pergi dari saya. Dia.... sama sekali tidak mau repor-repot menoleh ke belakang untuk sekedar melihat saya.

Kaki saya juga hanya bisa terpaku ditempat. Bahkan rasanya kaki saya tidak memiliki tulang saat ini. Terasa seperti dilucuti tulang-tulangnya.

ALTHANWhere stories live. Discover now