Dinner ❥ Tsukishima Kei

411 72 2
                                    

Tsukishima Kei x Reader

Haikyuu-!! ©Haruichi Furudate

-ˋˏ✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Kasihan jejaka berkacamata itu, sudahlah sendirian di rumah, tidak ada makanan pula. Padahal malam ini dingin menusuk kulit, ditambah adanya ulangan esok hari yang mengharuskannya belajar alih-alih bergelung nyaman di balik selimut.

Sayangnya, bagaimanalah ia bisa belajar bila perutnya berbunyi berisik sejak tadi?

Kasihan betul anak ini, ck ck ck. Mungkin saja yang ia rasakan malam ini adalah azab karena selalu menggarami teman-temannya. Itulah sebabnya bila kamu menjadi penebar garam di antara teman-temanmu, tidak dapat makan malam.

Sebenarnya tidak ada hubungannya sih, tetapi anggap saja ada.

Entah sudah berapa kali kata umpatan keluar dari mulutnya, sebab tak ada satu materi pun yang masuk ke otaknya sementara perutnya terus-menerus berbunyi.

Kalau begini sih, mau belajar sampai jungkir balik pun tak akan ada yang masuk. Tsukishima hanya butuh makanan saat ini.

Kalau tidak segera makan mungkin ia akan segera jadi zombie.

Aaamiin.

Eh-- salah, kok out of topic.

Akhirnya dengan segala kepercayaan diri yang ia miliki, Tsukishima pergi ke dapur. Ia obrak-abrik kulkas di sana, berusaha mencari bahan yang mudah untuk diolah. Namun, sepertinya Tsukishima memang tidak ditakdirkan makan malam hari ini, sebab tak ada satu pun bahan yang dapat ia olah dengan mudah.

Ya, kalau ia kuat sih, bisa saja menunggu sampai ibunya pulang. Mungkin sekitar tiga jam lagi.

Sekarang pilihannya hanya dua, menunggu selama tiga jam lagi, atau memasak dengan risiko meledaknya satu rumah.

Ini tidak hiperbola, Tsukishima benar-benar bisa meledakkan satu rumah kalau sudah memasak.

Karena dia memang sepayah itu.

Di kala ia tengah mengumpati kepayahannya sendiri, suara nada dering dari ponselnya mengalihkan atensi. Cepat-cepat Tsukishima angkat telepon tersebut tanpa melihat siapa peneleponnya.

Ia pikir itu ibunya, baru saja Tsukishima hendak memohon-mohon agar sang ibu segera pulang.

Namun, sebuah suara riang lebih dulu terdengar menusuk telinganya, “Tsukki! Cepat buka pintunyaa!!”

Jejaka yang hobi menggaram itu sampai harus menjauhkan ponselnya dari telinga karena seruan dari ujung sana.

Suara yang familier. Suara yang paling Tsukishima hindari sepanjang hidupnya. Suara milik teman semasa kecilnya, (Fullname).

“Hei, hei! Ayo cepat buka! Di sini dingin sekali! Aku berani bertaruh lama-lama aku bakal beku di sini!” oceh (Name).

Dengkusan jengkel lolos dari mulutnya. “Kenapa pula aku harus membukakanmu?”

“Kamu pasti belum makan malam, 'kan?” tembak (Name) dengan tepat, “Cepat bukakan saja pintunya! Aku bawa penyelamat untuk perutmu, tahu!”

Walau sangsi, tetapi akhirnya Tsukishima memutuskan membukakan pintu. Setengah karena tak ada pilihan, setengahnya lagi karena kasihan.

Cih, dasar tsundere.

“TARAAA! LIHAT, LIHAT, AKU PAHLAWAN, 'KAN?!”

Tepat setelah Tsukishima membuka pintu lebar-lebar, ia langsung disambut cengiran lebar sang gadis, beserta suara cemprengnya yang memekakkan telinga.

Kadang Tsukishima khawatir akan kesehatan telinganya kala sang gadis berada dalam jarak pandangan.

Setelah melengos masuk tanpa salam, (Name) langsung mendudukkan diri di sofa dan mulai menyantap ramen yang ia beli. Sementara Tsukishima selaku tuan rumah hanya memperhatikan sang gadis yang asyik sendiri dengan makanannya.

“Kok malah bengong, sih? Dimakan itu ramennya, nanti kalo udah dingin gak enak, lho!” ujar (Name) setelah beberapa saat.

Mengembuskan napas pelan, Tsukishima pun ikut menyantap ramen bagiannya.

“... Makasih,” tutur Tsukishima pelan, nyaris berbisik.

“Hah? Kamu ngomong apa?” tanya (Name) dengan alis mengkerut.

Tsukishima merotasi bola mata. “Suara keras, telinga budeg,” sinisnya.

Hm, lihat tuh, dia mulai menebar garam lagi.

“Ma-ka-sih,” ulang Tsukishima, kali ini penuh penekanan.

(Name) terdiam beberapa saat, sebelum kemudian tertawa lebar dengan suara menggelegar. “Ya, sama-sama!”

Tsukishima mengembuskan napas.

Malamnya yang sepi jadi lebih ramai, bukan hanya itu, perutnya pun terisi.

Berkat gadis cempreng teman semasa kecilnya ini.

“Lucu.”

“Hah?! Kamu ngomong apaan, sih? Daritadi ngomong kayak orang kumur-kumur.”

“Aku bilang kau kayak anak kecil, makan berantakan,” dengkus Tsukishima.

- fin -


Awokawokawok, ini di narasinya aku kebanyakan ngoceh gak sih, jadi gak kayak narasi😭☝🏻

Maaf ya ges, kalo suasananya santai aku suka nulis narasi kek gitu, lebih enak aja gitu nulisnyaa.

Hope you like it! Please vote and comment!

𝗦𝗨𝗣𝗣𝗢𝗥𝗧 𝗦𝗬𝗦𝗧𝗘𝗠 [REQUEST CLOSED]Where stories live. Discover now