Page six

20 11 2
                                    


#for better vibes, please play the song first#

°°°

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Rucardius menatap ke arah Falencia yang kini sudah melenggang pergi menuju keretanya setelah melewatkan setengah hari bersama. Rucardius hanya berdiri di depan kediaman Kastelnya, menatap punggung Falencia hingga gadis terhormat itu menghilang dari pandangan lali berbalik, kembali ia melangkah masuk menuju kediamannya yang terasa begitu sesak.

Sesaat melangkah, Rucardius kembali teringat tentang perang yang kemungkinan akan terjadi, tentang pemberontakan yang akan dilakukan pada Raja Carol dan tentang keluarga Gregorio yang akan ikut andil. Hati Rucardius terasa gusar, kini jantungnya berdebar kencang tanpa bisa ia kendalikan.

Rucardius berpikir, bagaimana ia akan meninggalkan kediaman Gregorio dan buruknya bagaimana ia bisa meninggalkan Falencia nantinya? Rucardius menarik napas perlahan, ia berusaha setenang mungkin untuk menyelesaikan masalah yang akan ia hadapi sebentar lagi. Tidak lama kakinya menginjak lantai Kastel, ia dapat melihat sosok Kakak laki-lakinya: Theodore, masih berdiri di dekat perapian bersama tumpukan dokumen dan pipa rokok yang baru saja ia nyalakan. Rucardius menatap ke arah pemuda yang tidak pernah peduli dengannya itu sebelum memutuskan untuk duduk di dekat Theodore dan masih ingin menghormatinya. Bisa saja Rucardius memutuskan untuk kembali ke ruangan pribadinya tanpa menegur sapa Theodore, tetapi Rucardius sadar, hal itu sungguh sangat tidak sopan dan menyalahi bagaimana seorang bangsawan harusnya bertindak. Meski kecewa ataupun benci, tata krama adalah tata krama, perasaan yang dirasakan haruslah ditutup untuk beberapa saat. Rucardius tidak memulai percakapan, ia tidak tahu harus mengatakan apa dan tidak tahu topik pembicaraan apa yang membuat Theodore merasa tertarik.

Theodore meletakkan dokumen yang baru saja ia baca, menghisap pipa rokoknya dan menatap ke arah Rucardius dengan tatapan diam hingga beberapa waktu mereka lewati. Hening, tidak ada suara, tidak ada percakapan, tidak ada rasa akrab layaknya seorang saudara laki-laki bersama saudara lelaki lainnya, tidak ada kemesraan di antara keluarga Gregorio, hal itu seolah tidak diajarkan di sana. Theodore masih diam dan memandangi Rucardius, sementara Rucardius hanya menunggu Theodore untuk mengajaknya bicara. Sudah merasa cukup ia memutuskan untuk mendekati Theodore, sisanya Rucardius sungguh tidak punya pikiran.

"Bagaimana Nona Taran?" Theodore akhirnya bersuara, hampir saja suara itu membuat Rucardius terlonjak. Rucardius berusaha mengatur detak jantung dan nada bicaranya agar tetap tenang sebelum menjawab Theodore.

"Dia adalah wanita terhormat yang sungguh mengagumkan. Saya merasa sangat beruntung bisa memilikinya sebagai calon istri saya, Nona Taran pun terlihat begitu cerdas, tidak pernah saya melihat ada wanita anggun dan sangat menarik seperti Nona Taran. Saya menyetujui pernikahan dengannya, dan saya harap saya dapat hidup bersama dengannya hingga akhir hayat menjemput." Rucardius menyudahi jawabannya, ada perasaan lega yang ia rasakan bersamaan dengan adanya perasaan janggal. Rucardius tidak dapat mengetahui perasaan janggal apa yang ada dalam relung hatinya saat ini.

Perlahan, Rucardius mendongak dan menatap ke arah Theodore yang masih betah untuk menatapinya. Seolah saat ini, Rucardius adalah karya seni luar biasa yang terasa sulit sekali untuk diabaikan. Rucardius jadi salah tingkah karena perilaku tidak biasa Theodore, biasanya, Kakak laki-lakinya tidak pernah memerhatikannya seperti ini. Hanya menatap sekilas dengan percakapan singkat, kemudian pergi menjauh meninggalkannya. Rucardius lebih dari pada tahu, Theodore tidak menyukainya, tidak ada yang menyukainya di keluarga Gregorio bahkan Ibu kandungnya sendiri.

Rucardius adalah anak yang tidak diinginkan, Rucardius adalah anak hasil dari hubungan menjijikkan, anak haram yang bisa merusak nama keluarga. Rucardius tahu, di sanalah posisinya berada, karena itu Rucardius tidak pernah berharap lebih untuk hidupnya. Dan lagi, ia saat ini dijodohkan dengan Falencia, tidak ada hal yang lebih membahagiakan dari itu meski nantinya ia akan segera pergi meninggalkan wanita cantik yang telah memenuhi pikirannya tersebut. "Apa kau ingin menghabisi hidupmu? Apa kau rela Nona Taran jadi janda?" tanya Theodore yang membuat Rucardius sangat terkejut.

Rucardius membelalak, tidak percaya kalimat itu keluar dari bibir tipis Theodore, tidak percaya jika Theodore akan memedulikan Rucardius, tidak percaya jika saat ini yang berada di hadapannya adalah Theodore. Rucardius menelan ludahnya, mencari jawaban senetral dan sebaik mungkin. Rucardius terlihat sebagai pemuda yang tidak tahu terima kasih, tetapi ia juga tidak ingin meninggalkan Falencia begitu saja, membuat Falencia menjanda di awal pernikahan mereka adalah mimpi buruk untuknya dan untuk Falencia sendiri. Rucardius tahu itu, tetapi bukankah ia tidak punya pilihan lain? Ia sudah menyetujui untuk menjadi wakil Gregorio, dan seluruh pendukung Gregorio beserta kepala keluarga Gregorio memerintahkannya hal yang sama, ia tidak dapat menolak secara sepihak.

Rucardius menatap Theodore ragu-ragu lalu memberanikan diri untuk bicara, biarlah berharap sedikit pikir Rucardius, setidaknya Theodore mungkin dapat membantunya menjaga Falencia saat ia tidak ada. "Tidak. Saya ingin hidup dengan tenteram dan dalam waktu yang sangat panjang, saya ingin hidup bersama Nona Taran dalam waktu yang sangat lama. Saya merasa buruk jika harus meninggalkannya begitu saja, terutama pada awal pernikahan. Namun, tugas adalah tugas, saya tidak dapat mengabaikannya. Seperti Theodore yang selalu membanggakan Gregorio, saya pun ingin melakukannya demikian. Saya pun ingin membuat Ayah dan Ibu merasa bangga karena kehadiran saya, karena itu saya akan melakukan tugas ini dengan sangat baik. Saya harap Theodore dapat membantu saya menjaga Nona Taran nantinya," jawab Rucardius perlahan dan tertata rapi.

Theodore diam tidak bereaksi hingga terdengar tawa dan membuat Rucardius tersentak, ini kali pertamanya ia mendengar dan melihat Theodore tertawa lepas seperti saat ini di hadapannya. Seumur hidup Rucardius hanya melihat bagaimana wajah kaku dan dingin Theodore, kalau pun ada ekspresi lain yang ditunjukkan, itu adalah rasa jijjk dan marah karena kehadiran Rucardius. Baik di dalam rapat keluarga atau pun pekerjaan. "Theodore? Apa, ada yang lucu dari jawaban saya?" Rucardius tidak mengerti apa yang membuat Theo tertawa dan ia tidak mau menduga-duga.
"Semuanya, semua ucapan, semua perilakumu, semuanya. Apa yang kau lakukan adalah sesuatu yang konyol dan menggelikan. Kau sungguh ingin membuat Ayah dan Ibu kagum padamu? Bangga? Kau yakin itu yang kau inginkan? Atau kau hanya takut saja untuk menolak mereka?" Theodore menghisap pipa rokoknya sekali lagi, wajah kakunya yang seolah dicetak itu kini tampak berantakan dan memerah karena tawanya yang tidak ia tahan. Keadaan yang cukup membuat Rucardius jauh lebih kebingungan dari saat ia bertemu dengan Falencia barusan. Rucardius diam, dalam hatinya tentu saja ia tidak berharap ini terjadi, bukan ia takut pada kematian, tetapi segera berhadapan dengan kematian bukanlah hal biasa yang tidak perlu ditakuti.

"Kau tidak akan kembali selamat, Falencia akan dinikahkan dengan orang lain dan akan sangat menderita. Tidak ada akhir yang harmonis untukmu, juga untukku. Apa kau pikir aku bahagia selama ini? Apa kau iri padaku? Jangan, jangan pernah iri pada hidup seseorang yang sudah hancur ini. Rucardius, aku berusaha sekeras mungkin untuk membuatmu keluar dari sini tanpa sepengetahuan Ayah, dan di luar dugaan kau malah menarik perhatian Ayah dan membuatmu menjadi wakil Gregorio. Adik lelakiku, apa lagi yang harus aku lakukan untuk meneyelamatkanmu?" Theodore tersenyum setelah berucap. Kalimat yang membuat Rucardius jauh lebih membelalakkan matanya.

°°°

Hex [ Book One/ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang