Page twenty seven : A Cursed Human

3 2 0
                                    

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

"Oh? Anda tengah mengingat kembali apa yang telah Anda lakukan Nona Detektif? Apa Anda ingat bagaimana wajah korban saat itu?" Rosevalt tersenyum manis, sesungguhnya ia jelas tidak memiliki hubungan sama sekali dengan keluarga korban atau pun Si Detektif wanita. Ia hanya merasa bosan, juga rasa muak pada dunia sudah menggerogoti dan perlahan membunuh kewarasannya. Rosevalt membenci dunia, ia begitu melaknat takdir dan semua semestanya. Rosevalt tidak pernah merasa jika ia memiliki dosa yang begitu besar, dan hasilnya ia malah menjadi seorang manusia terkutuk yang tidak diterima langit. Seseorang akan jadi jahat ketika orang lain terus mengatainya jahat. Hal itulah yang Rosevalt terapkan dalam hidupnya kini, ia tidak keberatan dianggap manusia terkutuk atau manusia yang paling jahat sekali pun di atas muka dunia. Ia tidak akan menolak, sebaliknya, Rosevalt akan mewujudkannya. Rosevalt akan jadi apa yang dunia canangkan padanya.


Dilihatnya wajah Si wanita, termangu dengan bibir setengah terbuka, kedua matanya nanar, memberikan sorot mata penuh rasa putus asa dan harapan-harapan yang telah menguap. Rosevalt kembali tersenyum, diraihnya wajah cantik yang teramat menggugah itu untuk ia santap. Tanpa ditolak, tanpa dijauhkan oleh Si wanita, kini kedua bagian lembut pada wajah telah bersentuhan, saling bertabrakan satu sama lain diselingi embusan napas hangat menggebu. Lhareta merasa dirinya seperti dihipnotis, seperti dibawa seluruh kesadarannya oleh tatapan mata pria yang saat ini tengah memagutnya. Lhareta tidak mampu menolak, tidak mampu menepis apa lagi mendorong jatuh tubuh pria di hadapannya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menikmati setiap sapuan lembut benda lunak bercampur saliva pada miliknya sendiri.

Matahari perlahan tenggelam, sinarnya tidak lagi terlihat seolah telah kalah. Tidak lagi berkuasa dan tidak lagi terlihat takhtanya. Malam gelap yang hanya ditemani Rembulan, cahaya remang dari dua lampu gantung membuat kedua manusia yang masih ada di sana semakin menikmati waktu mereka tanpa sadar. Tidak ada suara hewan yang mengganggu, angin pun tidak terasa begitu dingin bagi keduanya, padahal helai pakaian pada tubuh mereka tertanggal satu per satu. Menyisakan sedikit bagian tubuh agar tidak terbuka semuanya. Saat ini bukan hanya pada bibir, bukan hanya pada jari tangan dan telapak tangan yang menyatu, Rosevalt dan Lhareta sudah mencapai tahap selanjutnya. Napas Si gadis semakin terengah-engah, tubuhnya bergoyang mengikuti semilir angin, mengikuti irama yang entah datang dari mana. Keringat memenuhi wajah dan tubuh, pikirannya kosong, tidak lagi ia memikirkan wajah korban, tidak lagi ia memikirkan masa lalunya, yang ada dalam pikirannya cuma satu: Rosevalt.

Kedua tangan Lhareta mencengkeram erat tiang lampu, netranya terkadang terbuka dan terkadang tertutup rapat. Akal sehat sudah meninggalkannya sejak awal, ia tidak peduli jika dirinya saat ini tengah dikunyah oleh pria asing yang baru dikenalnya di halaman belakang Gereja. Ia tidak peduli dan tidak memikirkan bagaimana jika Pastor datang atau para anggota gereja lain memergoki keduanya. Lhareta sungguh enggan memikirkannya, saat ini yang ia lakukan hanya bernapas beriringan dengan suara lenguhan pelan menghiasi heningnya malam.

Rosevalt menyeringai, lebar. Ia begitu bahagia karena wanita di hadapannya tidak bersikap penuh kebohongan. Bahkan, Rosevalt dapat melihat bagaimana dunia telah memperdaya wanita di hadapannya, bagaimana keangkuhan dan nikmatnya dunia telah merampas semua cahaya dari Lhareta. Sejujurnya, Rosevalt tidak akan keberatan untuk membawa Lhareta bersamanya pada kehidupan kali ini, tetapi ada sesuatu yang mengganjal, ada sesuatu yang seolah berbisik dan mengatakan jika Lhareta bukan orang yang tepat. Rosevalt tidak tahu apa itu, dan ia tidak begitu peduli. Namun, karena hal itu, Rosevalt memutuskan untuk meludah setelah mengunyah Lhareta. Ia tidak akan menelan dan membawa Lhareta bersamanya.

Rosevalt menyudahi apa yang ia lakukan, tatapan matanya masih mengarah pada Lhareta yang masih terbaring dan belum juga mampu mengembalikan segala pikiran warasnya kembali pada posisi semula. Lhareta masih tersengal, tubuhnya masih mengejang perlahan dan keringat membasahi kulit wajah juga seluruh anggota tubuhnya.

Klik-

Pintu pada halaman belakang gereja terbuka perlahan, di belakangnya terlihat sosok pria tua dengan jubah berwarna putih. Pria tua itu menatap kaget pemandangan yang ia dapat, ia melihat Lhareta dan melihat seorang pria yang berdiri di dalam gelap. Mata tuanya tidak lagi awas, sehingga pria tua tidak dapat memastikan siapa pria yang berdiri di sana. Namun secara jelas, netranya dapat menangkap sosok Lhareta yang tidak ditutupi pakaian satu helai pun dan tampak tengah menggelinjang sendirian, keriput pada wajah Si pria tua terlihat bertambah karena apa yang terjadi. Pria tua tidak dapat memercayai apa yang sudah ia lihat saat ini, ia tidak dapat percaya jika ada dua orang manusia yang dengan sadar akan bercinta di halaman gereja. Manusia-manusia yang telah dikuasai oleh Iblis itu biasanya akan bercinta di bawah atap, bahkan para penjual jasa pemuas diri sekali pun menjajakan dagangannya di bawah atap. Kedua manusia di hadapan pria tua sudah seperti binatang, yang tidak punya akal dan tidak lagi punya rasa malu.
"Ya Tuhan, ya Tuhan, ya Tuhan." Suaranya gemetar, tangannya berpegangan erat pada daun pintu agar tidak oleng.


"Bapa! Bapa! Ini tidak seperti yang Bapa lihat! Saya tidak melakukannya secara sadar!" Jantung Lhareta serasa terhenti saat ia melihat sosok pria tua muncul, dengan berusaha secepat mungkin ia memunguti pakaiannya yang berserakan. Segera memakai pakaian itu seadanya dan berjalan mendekati pria tua itu, Lhareta bersimpuh, memegangi kaki pria tua yang ada di depannya agar dapat dimaafkan lagi kali ini. Kini pikiran waras telah kembali padanya, kini ia dapat mengingat apa yang ia lakukan adalah hal memalukan sepanjang hidupnya, kini ia dapat mengingat dirinya sudah mirip binatang yang tidak punya malu dan tata krama.

Lhareta merasa dirinya begitu busuk, kembali ia mengingat suara Detektif seniornya, jika ia adalah manusia busuk, jika ia adalah pembunuh yang tidak akan pernah dimaafkan bagaimana pun Lhareta mengiba. Jika ia akan selalu diterpa segala rasa penyesalan dan rasa bersalah sepanjang hidupnya, jika kematiannya tengah ditunggu-tunggu. Pria tua diam, tidak menanggapi Lhareta, ia terlalu terkejut dengan apa yang gadis ini lakukan. Pria tua berbalik dan berjalan meninggalkan Lhareta untuk segera menemui ketenangan.
"Anda tidak lagi saya izinkan tinggal di sini, setelah melakukan pengakuan dosa dan bertobat, saya mohon segera pergi dari sini."

Lhareta bergeming, ia tidak dapat berkata-kata. Tangannya tidak dapat lagi menggapai, tidak dapat lagi menahan agar ia bisa dimaafkan. Agar ia bisa merasa jika ia masih bisa diterima di kalangan manusia-manusia baik. Suara tawa memecahkan keheningan, membuat Lhareta menoleh, pada pria yang masih sibuk menyaksikan tontonan yang menurutnya menyenangkan.
"Pada akhirnya, hanya kegelapan yang menerimamu. Pada akhirnya, cahaya pun telah menyerah memaafkanmu. Haha. Lupakanlah Nona Detektif, lupakanlah. Terima kegelapan dengan lapang dada, biarkan dia membawamu ke dalam jurangnya, biarkan dia membebaskan jiwamu yang sudah menghitam dan penuh kebusukan itu. Nona Detektif, jika aku jadi kau maka aku tidak akan mampu melanjutkan hidup." Suara Rosevalt menggema, mengguncang hati dan pikiran Lhareta, dalam benaknya Lhareta membenarkan ucapan jahat Rosevalt.

Lhareta tidak bergerak, ia masih termenung di tengah halaman, perlahan ia kembali menanggalkan pakaiannya. Kakinya melangkah, memungut seutas tali yang biasa dipakai untuk mengikat kayu atau sebagai tali penyambung hewan peliharaan Gereja saat dibawa jalan-jalan keluar. Lhareta mengikat tali tersebut pada tiang lampu, ia tersenyum. Kini ia akan membiarkan kegelapan membebaskan jiwanya, kini ia akan membiarkan kegelapan membawanya ke dalam jurang yang curam. Lhareta membiarkan angin mengisi kekosongannya, membiarkan sakit jerat tali menemaninya melewati malam.


°°°


"Pertunjukkan yang luar biasa! Saya sungguh tidak dapat memalingkan mata hingga pertunjukkannya berakhir!" Pria dengan bola mata merah terang itu bertepuk tangan ketika Rosevalt keluar dari halaman gereja. Rosevalt tidak mengenal Si pria, dan tidak pernah merasa bertemu di satu tempat atau jalanan umum.
"Ah, saya kurang sopan. Haha. Maafkan saya, saya terlalu bersemangat karena pertunjukkannya. Saya Ricardius, saya memiliki sebuah bisnis yang bergelut di bidang jasa. Jasa yang saya tawarkan sungguh bervariasi, semuanya berdasarkan permintaan para klien; dari menyingkirkan lawan, menjadi kekasih palsu, hingga mewujudkan keinginan manusia sementara. Untuk bayaran, kami menerima bayaran dengan banyak ragam juga; mulai dari materi hingga jiwa manusia. Bisnis saya bernama Hex, saat ini anggota saya masih sedikit dan saya berkeliling mencari anggota-anggota lainnya. Para makhluk yang sangat potensial untuk diajak bergabung. Apakah Anda berminat bergabung?"

"Hex? Nama itu terdengar sangat konyol. Saya bahkan tidak pernah mendengarnya, tetapi jika tujuan kalian adalah membawa manusia pada kehancuran secara perlahan, maka jelaskanlah pada saya bagaimana perinciannya. Saya akan merasa sangat tertarik untuk mendengarkannya." Rosevalt tersenyum, bersamaan dengan Rucardius. Dua senyuman dalam gelap dengan tujuan dan jalan yang sama.

°°°

Hex [ Book One/ Complete ]Where stories live. Discover now